Bukan hanya kami yang mengajar,
tetapi juga diajar. Bukan hanya kami yang berbagi, tetapi juga dibagi.
Gelak
tawa terdengar nyaring dari salah satu aula desa Bumi Perkemahan Lembah Hijau
Babakan, Setu, Tangerang Selatan. Tampak belasan anak kecil dengan raut wajah
penuh keceriaan tengah mewarnai gambar di secarik kertas. Tak terhitung lagi
berapa jumlah pensil warna yang mereka gunakan. Silir angin membalut suasana
hangat yang tercipta. Tempat ini menjadi saksi atas tekad belajar anak-anak dan
kebaikan hati pahlawan kemanusiaan atas nama pendidikan, atau sebut saja
semua narasi ini; Jendela Jakarta.
Komunitas
yang menjunjung visi; menjadi komunitas berjiwa muda yang fokus berkarya dan
berkontribusi kepada pendidikan anak ini, terus menjalankan misi
kemanusiaannya. Namanya pun diambil dari filosofi Jendela itu sendiri, yang
mana buku adalah jendela ilmu.
Pada
tahun 2011 silam, terjadi erupsi di Gunung Merapi. Kemudian Prihatiningsih,
Topan Wijaya, Julian, Marisa Latifa, dan Siti Aisyah—lima sekawan yang tertarik
pada bidang kerelawanan—mencetuskan ide mengenai gerakan membaca buku, sebagai
pendidikan alternatif pada anak-anak yang menjadi korban tragedi tersebut.
Seiring dengan berjalannya waktu, beberapa relawan yang tergabung berpindah
tempat. Hingga akhirnya, Komunitas Jendela mulai menyebar ke beberapa kota di
Indonesia, antara lain Yogyakarta, Jakarta, Malang, Lampung, Bangka, Jember,
Maluk, dan Ambua.
Jendela
Jakarta sendiri didirikan pada 29 September 2012, setahun setelah berjalannya
Komunitas Jendela yang berpusat di Yogyakarta. Terfokus pada nilai literasi
anak-anak yang kurang sejahtera dalam hal pendidikan, Jendela Jakarta memiliki
tiga perpustakaan, yaitu di daerah Manggarai, Sungai Bambu, dan Serpong.
Salah
satu kegiatan yang ada di Komunitas Jendela Jakarta adalah Festival Bocah
Cilik, atau biasa disebut Fesbocil. Kegiatan ini berisi lomba-lomba yang
mengasah kreativitas dan keaktifan anak-anak binaan Jendela Jakarta.
Kegiatan
lainnya, ada Cooking Class dan Festival Ramadan. Ada pula Makrab Regional untuk
para relawan dalam skala se-Jakarta ataupun Makrab Nasional, guna menyatukan
relawan Komunitas Jendela se-Indonesia. “Seru banget (kegiatannya), terutama lingkup pertemannya dengan relawan
yang lain itu positif.,” ungkap Tri Endah Lestari, Public Relation sekaligus
relawan Jendela Jakarta, Selasa (23/11).
Dengan
adanya pembelajaran dari anak usia dini sampai taraf sekolah menengah pertama,
komunitas Jendela Jakarta juga memiliki berbagai program kelas, seperti tahsin,
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), one day
trip, konseling, bahasa, olahraga, kewirausahaan, komputer, praktikum, dan
seni.
Koordinator
Jendela Jakarta, Marista Rovyanti angkat suara mengenai motivasinya bergabung
di komunitas ini. Marista menuturkan bahwa ia ingin berbagi kepada orang lain
dan menyebarkan kebahagiaan lewat bidang pendidikan. “Sebenarnya ingin berbagi
saja, tapi justru kita yang belajar banyak dari adik-adik,” ucapnya, Selasa
(23/11).
Salah
satu anak yang terlihat senang dengan kegiatannya di Jendela Jakarta adalah
Kalista. Usianya baru lima tahun. Namun, ia sudah pandai mengenal warna dan
membaca. Dengan lengkung bulan sabit pada bibirnya, Kalista mengatakan bahwa ia
merasa senang belajar di Jendela Jakarta. “Ketemu banyak teman, kakak-kakaknya
juga ramah dan baik,” ujar Kalista, salah satu anak binaan Jendela Jakarta,
Minggu (28/11).
AFK & AFA