Perkembangan bahasa Indonesia di era
digital menjadi sorotan sejumlah ahli. Penulis sekaligus redaktur Tribun
Japan, Hermawan, menilai tren penuturan bahasa Indonesia di tengah maraknya
penggunaan media digital terus mengalami perubahan. Ia mengingatkan kembali akan
pentingnya penggunaan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
“Bahasa
Indonesia tetap berkembang, tetap berjalan sesuai fungsinya,
walaupun ada di era digital,” ungkap
Hermawan dalam sebuah webinar yang
diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia (PBSI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta secara virtual, Kamis (28/10)
pagi tadi.
Salah satu tren perubahan penuturan bahasa
adalah penggunaan singkatan yang tidak bersistem, sambung Dosen PBSI UIN
Jakarta Mahsusi. Menurutnya, penggunaan singkatan yang
tidak bersistem itu bisa mempengaruhi tulisan asli di
dunia nyata.
Ia mengajak peserta agar tetap menuturkan
bahasa Indonesia yang baik, sekalipun dalam penggunaan teks pesan singkat.
“Ini
yang salah, akan lebih baik jika bahasa dalam pesan singkat bisa menggunakan
bahasa Indonesia yang baik,” kata Mahsusi.
Duta Bahasa Nasional 2020 Akbar Renaldy,
yang hadir dalam acara itu, juga ikut mengkritisi fenomena tersebut. Ia
menyayangkan kebiasaan anak muda zaman sekarang yang kerap menyisipkan
istilah-istilah asing ketika menuturkan bahasa Indonesia.
Misalnya, kata dia, seperti kata jujurly
yang merupakan pencampuran antara kata Jujur dalam bahasa Indonesia, dengan
kata ly dalam bahasa Inggris. Menurutnya, perlu ada penyesuaian dan
pembenaran dalam merespons fenomena kebahasaan tersebut.
“Inilah
fenomena bahasa yang mulai disesuaikan dan harus dibenarkan,” ujar Renaldy.
Selain itu, Renaldy juga menyampaikan bahwa
media harus bisa menyesuaikan antara realitas masyarakat dengan makna pesan media sosial.
“Pada
saat membicarakan bahasa, jika digunakan sebagai narasi maka pengartiannya akan
berbeda, dan pendekatan bahasa yang digunakan juga berbeda,” sebut Renaldy.
Rizka Amalia Putri