Baru-baru ini
UIN Jakarta dihadapkan kembali pada kasus pelecehan seksual berupa Cyber
Flashing. Kasus tersebut diterangai menimpa sejumlah mahasiswi FITK. Institut
lantas merangkum beberapa kisah dari para korban pelecehan.
Di suatu malam,
Ani––bukan nama sebenarnya––mendapat sebuah notifikasi pesan singkat berupa
gambar dari nomor ponsel yang tak dikenal, 31 Agustus lalu. Awalnya
Ani mengira itu hanya pesan spam, sehingga tidak terlalu dipedulikan
olehnya. Tetapi pada akhirnya dia pun penasaran juga terhadap isi pesan itu.
Ketika dirinya membuka pesan tersebut yang berisi sebuah
gambar, Ani langsung
terbujur kaku lantaran gambar yang dikirimkan berupa alat kelamin laki-laki.
Suasana malam yang tadinya dihuni ketenangan, berubah menjadi ketakutan. Ani
yang seorang diri di kamar tidurnya ingin memberitahukan kedua orang tuanya
namun, mereka sudah tertidur pulas dan tidak ingin membangunkan mereka. Sejak
saat itu, dirinya sebagai korban pelecehan seksual tidak tahu harus berbuat apa
dan hanya bisa mengubur rasa takut itu sedalam mungkin.
Pada malam itu
juga, mata Ani tetap terjaga hingga matahari menjemput pagi. Bagi Ani, ungkapan "waktu bisa menyembuhkan segalanya", itu hanya bualan belaka. Hal tersebut Ani rasakan sendiri dalam
menjalani kegiatan hari-harinya usai kejadian itu, Ia masih
kerap terungkit ketakutan yang terus berlarian di alam pikirannya.
Selang beberapa
hari kemudian, Ani dapat sedikit bernafas lega. Lantaran dirinya mengetahui
teman sejawatnya turut mendapat kejadian yang serupa. Ani pun mulai berani
menceritakan pengalaman pahitnya tersebut. “Aku merasa kasus ini harus
dihentikan, karena beneran banyak korbannya,” ucapnya pada Jumat
(10/9).
Selain itu, dirinya
juga mendapat kabar bila pihak Dewan Mahasiswa (Dema) Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan (FITK) Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, membuka formulir
pengaduan soal Cyber Flashing. Nahas, keadilan tak berpangku padanya lantaran
pengaduan harus melampirkan bukti berupa tangkapan layar saat peristiwa itu
terjadi.
Ani pada saat itu,
tidak sempat melakukan tangkapan layar karena dia benar-benar syok sehingga
memilih untuk menghapus gambar cabul tersebut serta memblokir nomor ponsel
pengirim gambar. Hingga saat ini, Ani memutuskan untuk mengurungkan niatnya
melapor secara resmi.
***
Seorang perempuan
bernama Sinta––nama samaran––baru saja terbangun dari tidurnya di kamar tidur miliknya. Seperti kebanyakan
anak muda jaman sekarang, benda wajib yang dicari usai bangun tidur ialah gawai kesayangan. Saat membuka gawai, Sinta menyadari
terdapat notifikasi pesan singkat berupa gambar dari nomor ponsel yang tak
dikenal pada 31 Agustus silam. Tanpa berpikir panjang dan tak secuil pun merasa
curiga, Sinta pun membuka pesan itu.
Betapa kaget bukan
kepalang, Sinta melihat sebuah gambar cabul berupa alat kelamin dari pesan
tersebut. Dirinya pun sontak menangis histeris hingga mengundang orang tua
Sinta menuju kamarnya. Kedua orang tua Sinta pun berusaha menenangkan
anak yang disayanginya itu, sembari bertanya apa alasan Sinta
menangis. Namun Sinta tidak punya keberanian untuk menjawabnya.
Ketika salah
seorang temannya yang ternyata juga korban dari kejadian itu membuat status
WhatsApp tentang pelecehan tersebut, Sinta akhirnya dapat merasa lega hati dan
rasa berani pun menghampiri dia. Menurut Sinta, itu menjadi pertanda jika dia
tidak sendirian yang mengalami mimpi buruk itu. Sinta bersama sejawatnya
langsung melaporkan kasus pelecehan ini kepada pihak Himpunan Mahasiswa Program
Studi (HMPS) Pendidikan Fisika. “Kemarin sempet ada isi formulir
(pengaduan) gitu buat laporan kasus ini.” katanya pada Jumat
(10/9).
***
Begitu pula dengan Tiara––bukan
nama asli––
saat sedang asyik bermain dengan ponsel
pintarnya. Dalam layar ponselnya, dia melihat notifikasi pesan masuk berupa
gambar dari orang yang tidak dikenalinya pada 30 Agustus lalu. Tanpa merasa
waswas, Tiara pun membuka isi dari pesan tersebut.
Tak terduga, isi
pesannya menampilkan gambar yang tidak senonoh dan membuat dirinya syok bukan
main. Apesnya lagi, Tiara tak hanya sekali diincar dengan modus seperti itu.
Pada 6 September silam selepas waktu isya berkumandang, dirinya mendapat
kembali pesan masuk yang berisikan gambar. Karena sudah hafal dengan
gerak-gerik pelaku seperti itu, maka Tiara memberanikan diri untuk membalas
pesan pelaku untuk menanyakan beberapa hal: pelaku dapat nomor ponselnya dari
mana dan apa tujuan pelaku.
Namun, pelaku
bukannya merasa terpojokkan malah meminta foto bagian tubuh Tiara. Melihat
respons pelaku yang seperti itu, Tiara dengan gagahnya mengancam pelaku dengan
bakal melaporkannya pada pihak berwajib. Tak hanya itu, dia pun juga menjadi
tonggak keberanian para korban pelecehan seksual lainnya untuk membuka suara
yang selama ini terkubur.
Hal ini terbukti
usai Tiara membuat status WhatsApp soal kejadian yang menimpanya: dia tidak
sendirian. Ditemui lebih dari 10 korban––teman sekelas Tiara––pun membalas
status Tiara untuk bercerita tentang pengalaman kasus pelecehan seksual yang
serupa. “Akhirnya kita berdiskusi dan mendapat pelajaran, jika tidak boleh
sembarangan memberi nomor ponsel,” ucapnya, Minggu (12/9).
Usai berdiskusi,
Tiara bersama para korban lainnya lantas berbondong-bondong melaporkan kasus
pelecehan seksual ini kepada pihak HMPS Pendidikan Fisika sembari menyodorkan
pelbagai bukti dari kejadian itu. Dari pihak HMPS, kemudian dilanjutkan
laporannya ke Wakil Ketua Dema FITK.
***
Ketua Departemen
Kemahasiswaan Dema FITK Muhammad Fikri, mengatakan bila pihaknya mendapat aduan
kasus pada 8 September lalu. Adapun aduannya: beberapa mahasiswi FITK mengaku
dikirimkan gambar cabul dari pelaku yang tidak bertanggung jawab lewat aplikasi
pesan alias Cyber Flashing. Kendati sudah memblokir nomor gawai pelaku, mereka
tetap diburu lewat panggilan nomor yang lain.
Keesokan harinya,
pihak Dema FITK langsung membuka formulir pengaduan Lapor Cyber
Flashing. Hal ini sebagai tindak tegas dan serius untuk menyelesaikan kasus
yang masuk ke dalam lingkaran pelecehan seksual ini. “Kami akan kawal kasus itu
hingga tuntas. Sekaligus memberikan pendampingan kepada
pihak korban.” tutur Fikri, Kamis (9/9). Per tanggal 9 September, sudah ada 8
aduan yang masuk. Tetapi, baru sebagian dari mereka yang mengisi formulir
tersebut.
Kasus Cyber
Flashing ini, turut terdengar hingga ke telinga jajaran Dekanat FITK.
Oleh karenanya, pada 9 September lalu, mereka langsung melakukan
pertemuan guna membahas kasus tersebut. Pertemuan itu mengundang pelbagai
jajaran: kepala program studi, Dema dan HMPS di seluruh FITK.
Berdasarkan
keterangan dari Wakil Dekan Kemahasiswaan FITK Khalimi, dari pertemuan itu
menghasilkan satu suara: kasus tersebut tidak bisa diremehkan dan harus diusut
tuntas. “Selanjutnya, kami akan membentuk tim Information Technology (IT) guna
mengincar identitas pelaku,” ucapnya, Jumat (10/9).
Syifa Nur Layla,
Haya Nadhira Zikri, Nadhifah Qothrunnada