Oleh : Firda Amalia Putri*
Perseteruan antara Palestina dan Israel terus saja memanas, maka
tak heran banyak media mengulas terkait isu tersebut. Ketika mendengar konflik
Palestina dan Israel mencuat, banyak
orang yang berfikir pada konflik agama, antara Islam dengan Yahudi. Namun perlu
diketahui akar dari permasalahan ini tidak hanya tunggal disebabkan oleh agama
melainkan masih banyak faktor lain yang acap kali terabaikan karena begitu
masifnya narasi agama mendominasi dalam setiap permasalahan Palestina dan
Israel.
Terkadang banyak orang yang luput terhadap narasi kemanusiaan dan
keadilan. Dogmasisasi agama begitu kuat sehingga mereduksi narasi-narasi
kemanusiaan yang sebenarnya tidak kalah penting. Begitu banyak warga sipil yang
menjadi korban, anak-anak yang terbunuh, hinga hilangnya tempat tinggal mereka
di Palestina, bukan hanya Muslim tetapi tidak sedikit umat Kristen juga yang
menjadi korban. Palestina tidak hanya diisi oleh Islam, tetapi banyak kaum
Nasrani yang juga hidup di sana.
Begitu pun dari kubu Israel meskipun hanya segelintir dan sangat
sedikit jumlahnya tetapi tetap ada warga sipil dan anak-anak yang menjadi
korban. Disebabkan oleh saling serang
yang dilakukan oleh Pasukan Pertahanan Israel atau Israel Defense Force (IDF)
dengan Harakat al-Muqawamah al-Islamiyyah (Hamas). Harus dipahami bersama untuk
tidak menyalahkan semua orang Yahudi bertanggung jawab atas kebrutalan yang
diciptakan oleh Zionis.
Banyak masyarakat yang salah paham mengenai Yahudi, Judaisme, dan
Zionis. Bahkan lebih dari 75 % masyarakat Indonesia memiliki pandangan negatif
terhadap Yahudi yang mereka kenal. Hal ini semakin memperkuat kekeliruan yang
terjadi. Selayaknya sebuah bangsa atau suku, Yahudi memiliki perbedaan dan
keberagaman. Tidak semua Yahudi berpaham Judaisme, ada Yahudi yang Nasrani,
Yahudi yang tidak beragama, atau Yahudi yang lain-lainnya. Pada intinya Yahudi
bukanlah entitas yang homogen tetapi heterogen.
Sementara Judaisme adalah ajaran atau kepercayaan dari Yahudi itu
sendiri. Dari sini lah muncul perbedaan antara beberapa golongan Yahudi itu
sendiri. Tidak sedikit golongan Yahudi yang sangat mengecam perbuatan tidak
berperikemanusiaan Zionis Israel karena dianggap tidak sesuai dengan
nilai-nilai Judaisme yang mereka anut. Namun bagi kubu Zionis Palestina adalah
tanah yang dijanjikan Tuhan.
Salah satu golongan Yahudi yang lantang membela Palestina adalah
Neturei Karta yang biasa diartikan para penjaga kota. Neturei Karta merupakan
entitas Yahudi yang terbentuk pada tahun 1938 di Yerusalem. Tujuan utama dari
golongan Yahudi ini adalah mereduksi sikap anti-semitisme karena pembelaan
Palestina bersifat universal. Neturei Karta memiliki misi bersatu melawan
Zionisme. Sudah sangat jelas bahwa tidak semua Yahudi sepakat dengan ideologi
Zionis.
Bahas mengenai Zionis masih banyak juga masyarakat yang keliru akan
hal ini. Jadi ringkasnya Zionisme adalah ideologi atau gerakan politik yang
diinisiasi oleh bapak Zionisme yaitu Theoder Herzl untuk membuat home land
bagi umat Yahudi di seluruh dunia yang bertempat di Palestina. Dalam ideologi
Zionis percaya bahwa Palestina adalah tanah mereka dan menjadi hak mereka untuk
hidup di sana. Zionisme juga membolehkan segala cara supaya Palestina bisa
direbut secara utuh, hal ini lah yang sangat ditentang oleh masyarakat dunia
dan terkecuali golongan Yahudi yang anti terhadap Zionis.
Kekejaman dan kejahatan Zionis sudah membuat banyak masyarakat
Palestina menderita, kehilangan tempat tinggal, bahkan sampai meninggal akibat
serangan-serangan keji yang dilakukan Zionis. Dunia Internasional yang diwakili
PBB sudah sering memperingati dan mengecam perbuatan yang dilakukan Zionis Israel.
Namun hadirnya hak veto dalam PBB menjadi kendala terbitnya jalan keluar dari
permasalahan ini, karena setiap kali negara-negara yang pendukung Palestina dan
mengintervensi Israel sudah pasti Amerika dan sekutunya yang menguasai Dewan
Keamaan PBB akan memveto intervensi tersebut.
Meskipun konflik ini tidak tahu kapan usainya yang harus
diperhatikan adalah tidak semestinya narasi agama menjadi dalil tunggal dalam
melihat konflik ini. Harus pula dikedepankan narasi kemanusiaan dan keadilan.
Jangan sampai menyamaratakan orang Yahudi bersalah karena Israel tidak mewakili
Yahudi dan Judaisme. Bahkan Noah Choamsky, intelektual AS keturunan Yahudi
mengatakan bahwa mereka yang menyebut
dirinya pendukung Israel sebetulnya adalah pendukung kemerosotan moral dan
kehancuran.
Pada akhirnya perseteruan Palestina-Israel tidak melulu soal agama
tetapi juga soal kemanusiaan, kemerdekaan, keadilan, dan kebangsaan. Jangan
sampai narasi agama memecah kerukunan dan toleransi antar agama yang sudah
terbangun. Harus diutamakan narasi kemanusiaan dalam perseteruan ini karena
terlalu banyak korban yang sudah berjatuhan dalan konflik ini.
*penulis merupakan mahasiswa program studi Sejarah Peradaban Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta