Terbitnya surat perintah dari Staf Khusus Presiden untuk
Dema PTKIN memicu pelbagai polemik. Menyangkal tuduhan itu, Koordinator Pusat
mengaku tak pernah menerima surat tersebut.
Surat
Perintah yang dikeluarkan oleh Staf Khusus (Stafsus) Presiden Republik
Indonesia Aminuddin Ma’ruf menjadi polemik di masyarakat khususnya kalangan
mahasiswa. Di dalam Surat Perintah tersebut, Stafsus Presiden Aminuddin Ma’ruf memerintahkan Dewan Eksekutif Mahasiswa
(Dema) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) Se-Indonesia untuk
menghadiri pertemuan di Gedung Wisma Negara, Jakarta dalam rangka penyerahan
rekomendasi sikap terkait Omnibus Law.
Hanya terdapat sembilan perwakilan dari
Dema PTKIN yang diundang, di antaranya adalah Kordinator Pusat (Korpus) Dema
PTKIN Se-Indonesia, Ketua Dema Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Ketua
Dema UIN Yogyakarta, Ketua Dema UIN Semarang, Ketua Dema UIN Banten, Ketua Dema
UIN Makasar, Ketua Dema Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro Lampung, Ketua
Dema IAIN Jayapura Papua, serta
Ketua Dema IAIN Samarinda.
Korpus
Dema PTKIN Se-Indonesia Onky Fachrur Rozie menyangkal hal tersebut, ia
mengaku tidak mengetahui adanya
surat perintah. Menurut Onky kedatangannya ke Istana
merupakan balasan dari surat terbuka tantangan dialog kepada pemerintah pusat. Di dalam dialog
tersebut,
Dema PTKIN secara tegas menolak Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 dan pasal
bermasalah di Undang-Undang Cipta Kerja. “Kita tidak pernah menerima wujud
surat tersebut, bahkan kita mengetahui dari rekan-rekan media,” terang Onky pada Rabu (11/11).
Kordinator
Tim Pusat Advokasi dan Gerakan Dema PTKIN Ahmad Rivaldi membenarkan bahwa
terkait penunjukan sembilan perwakilan, dirinya menyarankan agar diambil dari
setiap perwakilan daerah. Terkait mekanismenya, ia mendiskusikan dengan kordinator pusat
yang dirasa mewakili setiap pulau di Indonesia “Karena dibatasi jumlahnya dan
dengan beberapa pertimbangan, akhirnya sembilan orang inilah yang kemudian
mewakili Dema PTKIN,”
Tutur Ahmad Rivaldi, Minggu (22/11).
Pelaksana
Tugas (Plt) Ketua Dema UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ari Wibowo secara tegas
menolak isi dari surat tersebut. menurutnya surat tersebut merendahkan harkat
martabat mahasiswa. “Sejatinya sebagai mahasiswa kita adalah mitra kritis bukan
sebagai atas bawah seperti halnya organisasi,” ujar Ari, Rabu (11/11). Ari juga menambahkan
bahwa pihaknya, akan membawa surat tersebut ke Ombudsman karena surat tersebut
salah dari segi formil. Pihaknya juga menuntut Korpus Dema PTKIN untuk
bertanggung jawab akan hal tersebut.
Ketua
Dema UIN Sunan Gunung Djati Bandung Malik Fajar Ramadhan mengecam tindakan Dema
PTKIN yang menghadiri dan memenuhi surat perintah tersebut. Ia juga menambahkan
bahwa secara substansial surat tersebut sudah salah. Pihaknya dengan tegas menyatakan
bahwa UIN Bandung tidak terlibat dalam agenda yang dilakukan oleh Dema PTKIN.
Ia juga menuturkan bahwa pihaknya tidak merasa diwakili oleh sembilan
perwakilan dari Dema PTKIN tersebut.
Menanggapi hal tersebut salah satu Mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh Dede Adistira angkat bicara, menurutnya pihak internal PTKIN
tidak melakukan
koordinasi dan komunikasi secara keseluruhan bersama kawan kawan Dema PTKIN yang lain. Ia mengaku pihak UIN Arraniry juga tidak mengetahui secara persis adanya pertemuan tersebut. “Untuk saat ini kami mencoba berprasangka baik
dulu sebelum memang ada jawaban yang pasti daripada pihak-pihak yang terlibat
dalam pertemuan tersebut,” ungkap Dede, Selasa (17/11).
Mahasiswa jurusan Perbandingan Mazhab UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Alif Fachrul Rachman mengungkapkan bahwa ada beberapa
kekeliruan dengan asas legalitas wewenang dalam
hukum administrasi negara. Menurutnya surat perintah yang dikeluarkan oleh stafsus tidak memiliki
dasar hukum. Dalam hal pengeluaran surat perintah hanya dapat dilakukan
oleh seorang atasan terhadap bawahannya, bukan dari Stafsus
Presiden
yang tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Dema PTKIN di
Indonesia. “Hal ini sangat bertentangan secara administrative,” jelasnya, Sabtu (21/11).
Terkait unsur politis mengenai surat perintah tersebut, Alif menuturkan bahwa jika ditilik secara rasional masyarakat awam akan berspekulasi bahwa surat yang dikeluarkan
tersebut bersifat politis. Mengingat dalam surat perintah tersebut perwakilan Dema PTKIN
yang dipanggil memiliki latar belakang organisasi yang sama
dengan Wakil Presiden Aminuddin Ma’ruf. Menurutnya hal tersebut memiliki kepentingan tertentu, kendati
tidak secara terang-terangan namun hal tersebut diumbar. “Potensi
terdapat politik praktis dimungkinkan,” ungkapnya, Sabtu (21/11).
Adapun Mahasiswa UIN
Alauddin Makassar Muhammad Fathurahman Pratama turut menyatakan tidak setuju dengan apa yang terjadi, seharusnya Stafsus
milenial
mengeluarkan surat yang berisi undangan agar proses jalannya demokrasi
berlangsung baik bukan malah
surat perintah. “Jika itu surat undangan, dengan begitu kita dapat memberikan saran atau masukan maupun dukungan kepada
pemangku kebijakan,” pungkasnya, Senin (16/11).
Aldy Rahman, Amrullah