Pemilwa menjadi agenda tahunan mahasiswa yang cukup krusial.
Kentalnya praktik politik kampus di UIN Jakarta membuat Sema-U kerap dinilai
cacat melaksanakan prosedur pra-Pemilwa.
Pada Senin (9/11) silam, Aliansi Mahasiswa
Peduli Demokrasi melakukan aksi “Usut Tuntas Pelanggaran Kode Etik Kampus UIN”.
Gerakan tersebut mengkritik ketiadaan transparasi Senat Mahasiswa Universitas
(Sema-U) dalam membentuk Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM) dan Badan Pengawas Pemilihan
Mahasiswa (BPPM). Pada kondisi pandemi saat ini, Sema-U dinilai cacat dalam
melakukan seleksi anggota KPM dan BPPM.
Menurut salah seorang Anggota Aliansi
Mahasiswa Peduli Demokrasi Rendro Prastyan Winanta, banyak tuntutan yang
diajukan terkait kinerja Sema-U, salah satunya kecacatan prosedur pembentukan
KPM dan BPPM. Mereka menentang keras jika terjadi pencideraan terhadap agenda
tahunan Pemilihan Mahasiswa ini. Selain itu, jadwal pembentukan KPPM dan BPPM Rendro
katakan mendadak. Pemberkasan dan penilaian calon anggota pun tidak ada
indikator yang valid. “Tiba-tiba lulus, tidak lulus, atau lulus bersyarat. Tentunya
hal itu patut dipertanyakan,” tegas Mahasiswa Hukum Tata Negara tersebut, Jumat
(20/11).
Tuntutan lainnya ialah terkait Sema-U yang
dianggap terlalu ikut campur dalam Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa). Seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang (UU) Mahasiswa Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pemilihan
Mahasiswa, hanya ada garis koordinasi antara KPM dan Sema-U. Dengan demikian, KPM
merupakan lembaga independen yang tidak diintervensi pihak manapun, termasuk
Sema-U.
Namun, gugatan-gugatan
tersebut tak pihak Sema-U indahkan. Bahkan hingga Pemilwa berjalan, masih tak
ada jawaban atas kejelasan kriteria kelolosan anggta KPM dan BPPM. Satu hal
lagi yang Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi rasa melampaui batas, Ketua Sema-U
Jamsari tak melakukan koordinasi dengan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan
terkait pembentukan Tim Independen Pemilwa 2020 yang terdiri dari beberapa
dosen perwakilan masing-masing fakultas. “Pembuatan Surat Keputusan terkait tim
independen ini pun tidak melalui sepengetahuan rektor maupun dekan fakultas asal
dosen-dosen tersebut,” jelas Rendro, Jumat (20/11).
Rendro juga mengkritik proses
pembentukan pembentukan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) oleh
Sema-U. Peranan mahasiwa untuk turut andil dalam Musyawarah Perwakilan
Mahasiswa Universitas (MPMU) sangat dibatasi. Menjadi kesalahan besar Sema-U
ketika melaksanakan MPMU setelah ditetapkannya AD/ART. “Seharusnya, AD/ART
dibahas saat MPMU. Dengan tidak adanya keterlibatan perwakilan mahasiswa, jelas
terdapat indikasi politik internal terselubung di dalamnya,” pungkas Rendro.
Mahasiswa Menanggapi Gugatan
Salah seorang Mahasiswa Pendidikan
Fisika Firman Harris Saputra menyetujui poin-poin gugatan Aliansi Mahasiswa
Peduli Demokrasi. Pasalnya memang, ia merasakan Pemilwa kali ini sangat jauh
dari kata transparan bagi pihak mahasiswa. Hal tersebut Firman lihat dari jadwal
yang maju mundur hingga kriteria pencalonan yang tak gamblang.
Sama halnya dengan tanggapan Mahasiswa
Perbankan Syariah Muhamad Rangkai Trengginas, ia mengatakan bahwa jadwal
Pemilwa tahun ini tidaklah transparan, tanggal yang ditentukan pun dadakan dan
masih sering terjadi perubahan. “Banyak mahasiswa yang belum mengetahui
kejelasan terkait jadwal Pemilwa, saya sendiri jujur tidak paham kesalahan ini
terjadi karena pihak mana,” terang Rangkai, Jumat (20/11).
Tak hanya itu, Mahasiswa Bimbingan dan
Penyuluhan Islam Aqsa Putra Sukmara merasa belum paham betul terakit
perkembangan Pemilwa tahun ini, baik dari kinerja Sema-U maupun prosedur
Pemilwa sendiri. “Entah saya yang kurang mencari informasi mengenai Pemilwa
atau memang dikarenakan keterbatasan komunikasi kala pandemi ini,” pungkas Aqsa,
Jumat (20/11).
Pergantian Ketua KPM dan Tanggapan Ketua Sema-U
Salah satu persyaratan untuk menjadi Ketua
KPM ialah tidak boleh terlibat sebagai Badan Pangurus Harian (BPH) dalam
organisasi intrakampus. Salah seorang Anggota Sema-U Mahbubi mengakui adanya
ketidaktransparanan dalam pemilihan Ketua KPM. Ia menjelaskan, permasalahan
berawal ketika Mahasiswa Hukum Tata Negara (HTN) Diaz Parawansa terpilih
menjadi Ketua KPM ketika Diaz sendiri terlibat dalam BPH Himpunan Mahasiswa
Program Studi (HMPS) HTN.
Akan tetapi setelah terdapat beberapa
mahasiswa yang menggugat, posisi Diaz sebagai Ketua KPM digantikan oleh Mahasiswi
Elita. “Seharusnya dari awal, Diaz tidak boleh menjadi ketua karena persyaratan
yang tercantum,” tegas Mahbubi, Selasa (24/11).
Ketua Sema-U Jamsari pun mengklarifikasi
terkait penggantian Ketua KPM. Ia mengatakan, Diaz mengaku lagi menjabat
sebagai BPH HMPS HTN sehingga boleh menjadi Ketua KPM. Pada akhirnya, Diaz
mengundurkan diri sebagai Ketua KPM. Dilihat dari nilai fit and proper test tertinggi kedua, Mahasiswi Bahasa dan Sastra
Arab Elita Yulistia Imanina kemudian menggantikan posisi Diaz.
Menanggapi banyaknya aduan dan tuntutan
dari para mahasiswa, Jamsari mengaku telah menjawab setiap pertanyaan dan
keluhan mahasiswa melalui e-mail
Sema-U. “Bukti tidak transparannya Sema-U berasal dari mana? Disalahkan karena
apa?” Elak Jamsari, Kamis (26/11).
Jamsari mengatakan, pembentukan KPM dan BPPM
sendiri terdapat pada UU Mahasiswa Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pemilihan
Mahasiswa. Sedangkan untuk setiap agenda rapat, semuanya sudah jelas
dikoordinasikan melalui grup. Bahkan sampai penerimaan, pemberkasan, dan
verifikasi berkas beserta keputusannya dilaksanakan secara langsung, bukan secara
online.
Fitha Ayun Lutvia Nitha, Nurlailati Qodariah