Kemenangan Joe
Biden dinilai membawa angin segar bagi Mahasiswa internasional. Hal ini memicu
semangat mereka yang hendak berburu peluang melancong ke Negeri Paman Sam.
Rizfa hampir tak
pernah berhenti menatap layar laptop kesayangannya. Di sela-sela kesibukannya
menjalani perkuliahan jarak jauh, ia kerap memanfaatkan waktu luangnya dengan berburu
peluang beasiswa ke luar negeri. Kelak setelah menamatkan studi S1-nya di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, mahasiswi asal
Jambi ini berencana melanjutkan studinya ke Negeri Paman Sam—Amerika Serikat
(AS).
Setiap harinya,
pemilik nama lengkap Rizfa Putri Khainayya ini setia mengikuti kegiatan magang
maupun seminar online. Ia pun kerap membagi
waktunya dengan kegiatan organisasi di luar perkuliahan. Sebab, selain dituntut
memiliki kemampuan berbahasa asing, menurutnya, pengalaman magang dan
berorganisasi adalah bekal yang wajib dimiliki seorang pemburu beasiswa.
Di luar faktor
itu, kemenangan Joe Biden atas Presiden Donald Trump di Pemilihan Presiden (Pilpres)
AS Oktober lalu memicu semangat dan ambisinya. Rizfa mengatakan, di bawah
pemerintahan Biden, Amerika diprediksi akan lebih ramah terhadap pendatang dari
luar—khususnya dari negara mayoritas muslim. “(Kemenangan Biden) banyak
menguntungkan, apalagi buat Indonesia yang negara mayoritas muslim,” ujarnya
saat dihubungi Institut via saluran WhatsApp,
Sabtu (21/10).
Biden memang kerap
menarik simpati dari para pemilih muslim. Dalam kampanyenya, ia berjanji akan
merangkul sekaligus memberikan rasa aman bagi umat Islam di Amerika. Perbedaan
sikap ini amat kontras jika dibandingkan dengan gaya kampanye kubu petahana
Donald Trump di Pilpres 2016 lalu. Saat itu, Trump dikenal hobi mengangkat isu
sentimental yang kerap menyinggung umat Islam dan kaum imigran. Di bawah
kendali Trump, Amerika berubah menjadi negara yang sensitif terhadap kaum
pendatang.
Seperti yang dialami
Savanna Odelia, mahasiswi asal Indonesia ini turut menjadi saksi atas ketatnya
regulasi yang ia rasakan selama pemerintahan Trump. Salah satunya adalah
larangan menetap di AS bagi mahasiswa internasional yang kampusnya menerapkan
sistem pembelajaran online. Belum
lagi, kebijakannya itu sering kali diumumkan secara mendadak. “Sering kali
tindakannya dilakukan mendadak dan tanpa pemberitahuan,” keluh mahasiswi
Pepperdine University, California ini, Jumat (20/10).
Savanna juga
terkejut lantaran apa yang dipikirkannya tentang Amerika selama ini ternyata
jauh dari ekspektasi. Awalnya, ia mengira bahwa Amerika adalah negara yang
canggih. Namun, nyatanya mereka pun cukup kelimpungan dalam menghadapi pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Buruknya
penanganan Covid-19 pemerintahan Trump turut berimbas pada kehidupan mahasiswa
internasional. “Di lain sisi sudah ada negara yang aman (dari Covid-19),” tuturnya,
Jumat (20/10).
Meski begitu,
kemenangan Biden di Pilpres lalu nampaknya membawa angin segar. Sebab, menurut
Savanna, pemerintahan Biden diprediksi akan lebih menguntungkan bagi mahasiswa
internasional, maupun mereka yang berniat melanjutkan studinya ke Amerika. “Kalau
kita bandingkan dengan Trump (pemerintahan Joe Biden) akan jauh lebih
menguntungkan banyak orang, termasuk mahasiswa internasional,” ucapnya, Jumat (20/10).
Hal itu pun memicu
lahirnya wacana perubahan kebijakan antara pemerintahan Trump dan Biden, yang
mana telah diprediksi pakar hubungan internasional. Salah satu alasannya adalah
karena terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara Partai Demokrat—pengusung
Joe Biden, dan Partai Republik—pengusung Donald Trump. Sejauh ini Partai
Demokrat memiliki sikap yang lebih diplomatis ketimbang rivalnya Partai
Republik yang represif. Hal ini sebagaimana diungkapkan Pakar Hubungan Internasional
UIN Jakarta, Nazaruddin Nasution.
Mantan Wakil Duta
Besar Republik Indonesia (RI) untuk Amerika Serikat ini memprediksi, nantinya Presiden
Joe Biden juga akan mengikuti garis kebijakan pendahulunya dari Partai
Demokrat—Barrack Obama dan Bil Clinton. Mengingat kebijakan Demokrat biasanya
lebih cenderung fokus terhadap topik mengenai masalah Hak Asasi Manusia dan
demokrasi. “Partai Demokrat lebih mengedepankan soft power—pendekatan
secara diplomasi,” sebut Nazaruddin via saluran WhatsApp, Selasa
(24/10).
Nazaruddin juga menyoroti
pernyataan Joe Biden dalam pidatonya di depan Council on Foreign Relations,
yang menyebut Indonesia sebagai mitra Amerika di kawasan Asia-Pasifik. Langkah
politik Biden itu dinilai akan menguntungkan bagi dunia muslim terlebih Indonesia.
“Amerika Serikat melihat faktor bahwa Indonesia adalah penting,” pungkasnya,
Selasa (24/10).
Maulana Ali Firdaus