Salah satu fasilitas di luar
perkuliahan yang disediakan oleh pihak Universitas Islam Negeri (UIN) Syarf
Hidayatullah Jakarta adalah Ma’had
(asrama). Tingginya animo
mahasiswa untuk merasakan kehidupan mahasantri layaknya di pondok membuat pihak
yang bersangkutan menyediakan enam Mabna (bangunan) yang dinamakan Ma’had Al-Jami’ah UIN Jakarta. Dalam pelaksanaannya, Ma’had Al-Jami’ah menerapkan sistem
yang sedikit berbeda karena pandemi yang masih merebak.
Mahasantri angkatan 2019 terpaksa
harus dipulangkan pada semester keduanya. Seperti yang diungkapkan Irma, pembelajaran asrama kemudian berlanjut secara dalam jaringan untuk semester
berikutnya. Walau demikian, tak ada pengurangan atau pengembalian biaya asrama
meski ia tak menempati asrama satu tahun penuh. “Hal
tersebut sudah menjadi keputusan bersama
oleh para pihak tertinggi di asrama maupun universitas,” ungkap
Irma yang pernah menjadi Mahasantri Mabna
Syarifah Mudaim, Selasa (17/11).
Pada tahun ajaran baru 2020/2021, pihak Ma’had Al-Jami’ah meniadakan
tes seleksi yang biasanya dilaksanakan secara luar jaringan. Biaya yang harus dikeluarkan oleh mahasantri baru pun tetap sama dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp3.500.000. Meskipun
nantinya mahasantri tidak menempati asrama dan hanya mengikuti
kegiatan secara dalam jaringan, lagi-lagi tak ada pengurangan biaya tersebut.
Bahkan, terdapat beberapa kegiatan yang diurungkan seperti pembinaan kepribadian, pengembangan kemampuan
kepimpinan, dan bakat.
Akan tetapi menurut salah Mahasantri Baru Mabna Syekh Nawawi
Ridho Hatmanto, ia dapat
menunda pembayaran biaya asrama dengan mengajukan
surat perjanjian yang disetujui oleh pihak Mabna-nya. “Jadi, tidak harus langsung bayar setelah daftar,” ungkapnya, Selasa (17/11). Namun tampaknya, kebijakan Mabna
Syekh Nawawi tersebut tak dirasakan oleh semua mahasantrinya.
Restu Kurniawan Albana—yang juga merupakan Mahasantri Mabna Syekh Mawawi—mengungkapkan, ia harus membayar biaya asrama terlebih dahulu untuk resmi menjadi mahasantri. “Jika belum bayar,
tidak bisa jadi mahasantri baru,” ujar mahasiswa
asal Jambi tersebut, Selasa (17/11).
Menanggapi hal tersebut, Mudabbir (mahasantri
senior) Mabna Syekh Nawawi Hafizh
berpendapat, dana
digunakan untuk kegiatan
dalam haringan di hari-hari tertentu. Seperti halnya
Masa Orientasi Mahasantri, Halfah At-Takharuj (wisuda mahasantri), serta peringatan hari-hari besar Islam memerlukan
dana guna
dekorasi, biaya profesional pertemuan virtual,
dan kebutuhan lainnya.
“Ada
pula karyawan dari masing-masing Mabna yang bekerja penuh selama pandemi seperti petugas keamanan,
petugas kebersihan, pengajar pada kegiatan pembinaan malam,” imbuh
Hafizh, Rabu (18/11). Menurutnya, perlu adanya pengertian dan pemakluman
dari para mahasantri terkait
keadaan pandemi ini.
Terkait biaya penuh tanpa pemotongan,
Kepala Pusat Ma’had Al-Jami’ah Akhmad Sodiq menjelaskan, pembayaran dilakukan
sesuai aturan yang ada dan ia tak berwenang untuk mengubahnya. Ketidakpastian Pembelajaran Jarak Jauh akan berlanjut atau tidak membuat calon
mahasantri diharuskan tetap membayar penuh biaya asrama. “Dengan asumsi, sewaktu-waktu mahasiswa bisa menempati asrama di
masa seperti ini,”
ungkap Sodiq, Rabu (25/11). Ia pun menambahkan, seharusnya biaya asrama mengalami kenaikan sejak 2016 sehingga hal
tersebut dianggap sebagai bentuk
pemotongan biaya asrama
di masa pandemi.
Memanfaatkan kekosongan Mabna,
alokasi dana digunakan untuk renovasi gedung dan perbaikan fasilitas. Terutama,
terdapat renovasi besar di Mabna
Syarifah Mudaim dan pembangunan pagar Mabna Rusunawa. Berdasarkan informasi dari Sodiq, biaya asrama tahun ini pun langsung dibayarkan
ke rekening rektor karena penurunan jumlah mahasantri. “Hanya 235
mahasantri yang mendaftar pada tahun
ini, biasanya mencapai 800,”
pungkasnya.