Wacana pendidikan militer bagi mahasiswa tengah digaungkan
oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang berkerja sama dengan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Rencananya, pendidikan militer
tersebut wajib diikuti oleh mahasiswa selama satu semester. Tujuannya tidak
lain adalah adalah untuk meningkatkan kualitas mahasiswa tidak hanya kreatif
dan inovatif, melainkan juga menumbuhkan rasa cinta bagi bangsa dan negara
dalam kehidupannya sehari-hari.
Beragam reaksi dan narasi pun bermunculan dari masyarakat,
khususnya kalangan mahasiswa. Beberapa dari mereka bahkan menilai wacana
tersebut kurang efektif. Sebab di lingkup universitas sendiri, biasanya
terdapat beberapa organisasi yang menjadi wadah untuk menerapkan pendidikan
militer. Salah satu contohnya ialah Resimen Mahasiswa (Menwa).
Menanggapi wacana tersebut, Kepala Urusan Operasional Menwa
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta M. Syarif
Hidayatullah Akbar mengatakan, Kemenhan lebih baik fokus kepada Menwa yang pada
dasarnya sudah menerapkan pendidikan militer. Ia menambahkan, seandainya organisasi
yang sudah menerapkan kemiliteran tersebut lebih difokuskan dan lebih dipadai fasilitasnya,
artinya kampus pun harus memfasilitasi
dengan baik. “Ditambah jika ada dukungan moral maupun materiel, undang-undang
yang lebih jelas, serta koordinasi,” kata Akbar, Senin (21/9).
Lebih lanjut, Akbar menilai jika wacana pendidikan militer benar diterapkan, hal
tersebut akan menjadi gangguan. “Kita tidak tahu secara koordinasinya bagaimana, siapa yang tertingginya,
siapa yang dibawahnya, siapa yang bertanggung jawab, ini belum sama sekali
jelas, kemungkinan hal-hal seperti inilah yang menurut saya akan menjadi
gangguan terbesar ketika program itu diterapkan,” jelasnya.
Namun, Akbar juga menambahkan kalau pendidikan militer tentu mempunyai dampak positif dan negatif tersendiri. Dampak positifnya yaitu menambah jiwa dan rasa tanggung
jawab, kedisiplinan, dan loyalitas. Sedangkan dampak negatifnya, kebebasan berpendapat dan berpikir kritis akan terhalangi karena dalam dunia
militer itu ada yang namanya senioritas. “Di Indonesia, belum saatnya
pendidikan militer itu diterapkan pada mahasiswa. Tapi jika di suatu saat akan
muncul paham-paham radikalisme, tidak menutup kemungkinan akan adanya wajib
militer,” pungkas Akbar.
Selain Akbar, salah seorang mahasiswa aktivis Muhammad Izzuddin Al-fatih berpendapat, pendidikan militer memanglah sangat berlebihan. Menurutnya, masih ada cara lain agar bisa
menumbuhkan rasa cinta tanah air pada diri mahasiswa seperti Pendidikan Pancasila. “Pendidikan militer itu tidak
ada urgensinya sama mahasiswa. Toh, kalau mau belajar tentang negara dan rasa
cinta ke negara, ‘kan ada Pendidikan Pancasila,” ungkap Fatih, Rabu (23/9).
Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UIN Jakarta Sultan Rivandi pun juga tidak sepakat terkait wacana tersebut. Selain tidak relevan dari
segi kelembagaan, pendidikan militer juga tidak memiliki rasionalitas yang kuat
di tengah krisis ekonomi dan krisis kesehatan dari dampak wabah Covid-19 ini. “Solusinya, jangan sampai diterapkan. Bukan hanya mengganggu aktivitas mahasiswa, tetapi
mengaburkan orientasi kebangsaan. Kondisi perang kita hari ini bukanlah secara fisik, jadi harus ditolak
wacana ini,” tegas Sultan Kamis (24/9).
Menurut Sultan pribadi, cara untuk mencintai tanah air bukan hanya dengan melakukan pendidikan
militer. Dapatlah dengan cara lain seperti mengurangi produksi limbah sampah, atau menyuarakan kebenaran sebagai bentuk cinta tanah air. “Tentu, kita
sebagai mahasiswa harus mendalami betul dan melawan kontra narasi dalam gagasan
wacana ini. Penolakan yang dilakukan haruslah secara mendasar dan mendalam,” pungkasnya.
Sedikit berbeda, salah seorang Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab Ahmad Rizky Farhan mengatakan bahwa ia sangat setuju jika program
pendidikan militer ini diterapkan secara sukarela. Baginya, hal itu menjadi wadah bagi Warga Negara Indonesia terutama mahasiswa yang ingin bersama-sama menjaga
keamanan dan perdamaian di Indonesia melalui pelatihan milter. “Jadi, sifatnya bukan paksaan,” ungkap Farhan, Kamis (24/9).
Amrullah