Menyikapi segala keterbatasan dan kekurangan kampus selama pandemi Covid-19, seorang mahasiswa berinisiatif mengirimkan surat terbuka kepada Rektor UIN Jakarta.
Sejak kali pertama didaulat
sebagai Rektor Perempuan Pertama Universitas Islam Negeri (UIN) di Indonesia,
nama Amany Burhanuddin Umar Lubis tak pernah lepas dari sorotan civitas academica
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beragam reaksi dan kritik telah mewarnai dua
tahun masa kepemimpinannya. Semasa pandemi Covid-19 ini, Amany kembali menyulut
reaksi mahasiswa karena kebijakannya yang sarat kontroversi.
Hal tersebut memicu Mahasiswa
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Farid Abdullah Lubis mengutarakan segala
keluh kesahnya perkara kepemimpinan Amany, serta kondisi kampus yang menurutnya
masih perlu dibenahi. Melalui perangkat gawai yang dimilikinya, untaian kata
demi kata ia rangkai dalam sebuah pesan bertajuk “Surat Terbuka kepada Rektor
UIN Jakarta”, yang ditulis pada 21 Agustus 2020.
Dalam suratnya, kebijakan
Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi salah satu poin yang paling banyak disinggung
Farid. Menurutnya, UKT menjadi persoalan mendasar mahasiswa yang mestinya dijadikan
perhatian utama. Dalam hal ini, kebijakan UKT yang dikeluarkan Amany belum
sepenuhnya menjawab aspirasi mahasiswa. Ditambah dengan prosedur pengajuannya
yang rumit hanya semakin mempersulit mereka yang terdampak. “Keputusan itu
masih membuat kami kesulitan,” tulis Farid dalam suratnya, Jumat (21/8).
Ketua Himpunan Mahasiswa
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) ini juga memandang, bahwa sarana
dan prasarana yang kini dimiliki kampus nyatanya berbanding lurus dengan
nominal UKT yang mesti dibayarkan. Hal ini nampak pada fasilitas kampus yang jauh
dari kata standar, seperti pendingin ruangan dan proyektor yang tak berfungsi,
pintu toilet yang rusak, serta jaringan internet nirkabel—Wi-Fi—yang
sering kali bermasalah. Menurut Farid, demi menunjang proses perkuliahan, pihak
kampus seharusnya meningkatkan mutu fasilitas tersebut.
Tak lupa, Farid juga
menyinggung persoalan kuliah daring yang kerap kali mengundang prahara di
kalangan mahasiswa. Di tengah kondisi krisis, kampus harusnya dapat memberikan
solusi konkret untuk mengantisipasi segala kendala yang akan menghambat mahasiswanya,
salah satunya dengan memberikan tunjangan kuota internet. Farid juga mempertanyakan
sikap UIN Jakarta yang enggan meniru kampus lain dalam memberikan subsidi biaya
UKT. “Misal UIN Bandung yang memberikan potongan walau cuma sepuluh persen,”
keluh Farid dalam suratnya, Jumat (21/8).
Farid pun turut menyinggung
sikap kampus yang dinilainya belum begitu tegas dalam memberantas kejahatan pelecehan
seksual. Menurutnya, kasus ini barang kali tak hanya terjadi dalam sekali atau
pun dua kali di lingkungan kampus. Ia pun berharap agar pihak rektorat tidak
menutup mata dalam persoalan ini. “Semoga pihak rektorat hari ini tidak
mencontoh DPR yang seakan menutup mata dengan kasus pelecehan seksual dengan
menghapus RUU PKS,” tegasnya, Jumat (21/8).
Berkat sikapnya itu, Farid
berhasil menarik banyak simpati, khususnya di kalangan kolega mahasiswa KPI. Pada
mulanya, Farid memposting surat tersebut lewat unggahan media sosial miliknya,
baik di saluran WhatsApp maupun di Instagram. Namun, hingga kini—setelah kurang lebih dua
bulan berselang—pihak rektorat sendiri belum memberikan tanggapan apapun terkait
surat itu. Farid mengonfirmasi langsung ketika dimintai keterangan oleh
Institut. “Terkait surat itu, respon dari rektorat belum ada,” terangnya via
saluran WhatsApp, Selasa (6/10).
Sebelumnya, surat tersebut
memang tak hanya disebar Farid seorang diri. Salah seorang rekanan seniornya
Sabir Laluhu juga turut andil dalam menyebarluaskan surat tersebut. Sabir
bahkan membantu Farid meneruskan suratnya—langsung ke nomor pribadi Amany.
Namun hingga berita ini ditulis, Amany belum memberi respons apapun ihwal surat
tersebut. “Sabtu itu juga, 22 Agustus, pukul 16.54 WIB, saya teruskan surat
terbuka Farid ke nomor WhatsApp Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,”
jelasnya via pesan Twitter, Rabu (7/10).
Salah seorang Staf Pengelola
Surat Bagian Tata Usaha, Yudi. Mengenai perkembangan surat itu, nampaknya belum
ada respons apapun dari pihak rektorat. Ia bahkan tak tahu menahu perihal surat
yang dikirimkan Farid kepada Amany itu. “Kalau dikirim langsung ke beliau, kami
tidak tahu,” ungkapnya ketika ditanya Institut via saluran WhatsApp, Selasa
(13/10).
Di samping pernyataan
rektorat yang hingga kini masih simpang siur, Kepala Lembaga Penjamin Mutu
(LPM) UIN Jakarta Muhammad Zuhdi memberikan pandangannya mengenai pengembangan
mutu di kampus UIN Jakarta. Menurut Zuhdi, menilai mutu suatu perguruan tinggi
tak bisa dilihat dalam waktu yang singkat, apalagi jika mengingat dampak yang kini
diakibatkan oleh pandemi.
Zuhdi juga mengatakan, mahasiswa
dapat melaporkan spot-spot fasilitas kampus yang rusak kepada dekan fakultasnya
masing-masing atau kepala bagian umum. Bahkan menurutnya, pimpinan kampus juga
tengah menyisir lokasi sarana-sarana di lingkungan kampus yang nantinya akan
diperbaiki. Ihwal pembagian kuota internet, mahasiswa juga dapat melapor kepada
wakil dekan (wadek) bidang kemahasiswaan di fakultasnya masing-masing. “Setahu
saya beberapa fakultas sudah memberikan kuota,” ujar Zuhdi via saluran WhatsApp,
Rabu (14/10).
Namun, hal demikian tak
berlaku bagi Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora Fauzi Rivai. Dirinya justru menyoal
pemberlakuan kuota subsidi yang terkesan tak begitu maksimal. Ia merasa kecewa
lantaran subsidi kuota tersebut hanya bisa diakses oleh layanan tertentu,
misalnya Academic Information System (AIS). Terakhir, Fauzi juga
menyoroti absennya subsidi biaya UKT. “Kita kan tidak pakai fasilitas yang ada
di kampus,” protesnya saat ditanya via saluran WhatsApp, Rabu (14/10).
Setali tiga uang, Wakil Ketua
Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UIN Jakarta Riski Ari Bowo juga tak luput
memberikan pandangan. Menurutnya, mahasiswa jangan hanya kritis mengenai
persoalan kampus, melainkan juga harus memperhatikan kinerja dosen. Namun ia
juga menambahkan, dirinya beserta Dema-U senantiasa mendukung tulisan-tulisan
kritis mahasiswa untuk kampus yang sifatnya membangun dan menginspirasi. “Harus
menjadi pelajaran agar kita punya rasa empati terhadap teman-teman,” tutur pria
yang akrab disapa Bowo ini, Sabtu (17/10).