Lebaran
identik dengan mudik, biasa dijadikan momentum yang tepat untuk berkumpul bersama
keluarga dan kerabat di kampung
halaman. Hasrat tersebut seakan tak bisa terbendung lagi bagi setiap orang. Banyak
orang yang rela untuk merogoh kocek dalam-dalam untuk membeli tiket yang
melambung tinggi menjelang lebaran. Bukan hanya itu, sebagian orang pun rela
berdesak-desakan di dalam transportasi umum untuk bisa mudik. Tak jarang juga,
beberapa orang memilih untuk mengendarai kendaraan pribadi berpuluh-puluh hingga ratusan kilometer.
Berbeda
dari tahun-tahun sebelumnya, lebaran kali ini cukup memprihatinkan. Saat ini, Indonesia tengah dilanda pandemi Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19) yang semakin hari
semakin meningkat jumlah pasien positifnya. Dalam situasi yang genting ini,
pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk memutus rantai penyebaran
Covid-19 seperti memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), physical
dan social distancing, serta mengimbau masyarakat untuk selalu berada di dalam rumah. Semua
kebijakan yang telah diterapkan harus dipatuhi oleh masyarakat atau akan dikenakan denda hingga sanksi sosial jika melanggar.
Aturan yang telah ditetapkan
pemerintah menuai berbagai reaksi dari masyarakat, termasuk dari kalangan
mahasiswa. Ada hal unik yang terjadi menjelang lebaran ini. Salah
satu Mahasiswa
Ilmu Perpustakaan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Sarjan rela melakukan perjalanan ke kampung halaman dengan cara berjalan
kaki dari Ciputat hingga Bima, Nusa Tenggara Barat. Mahasiswa
semester 6 tersebut nekat melakukan hal itu demi dapat berkumpul dengan sanak
keluarga. Mudik dengan jalan kaki dilakukan Sarjan sejak Minggu (26/4). Ia menargetkan akan sampai
di kampung halaman sebelum
lebaran. “Saya sudah mempersiapkan bekal yang cukup sebelum mudik serta menyimpan segala keperluan lainnya,” tutur Sarjan, Sabtu (23/5).
Berbeda
dengan Sarjan, Quraish Shihab justru memilih untuk tetap berada di area Ma’had Al-Jami’ah
UIN Jakarta. Ia merayakan
Idulfitri bersama muddabir teman-teman
ma’had lainnya, menutupi sepinya jauh
dari keluarga. Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab itu memilih untuk tidak pulang kampung meskipun orang
tuanya telah menyuruh Shihab untuk segera pulang ke rumah. Hal
tersebut Shihab lakukan guna mematuhi instruksi langsung dari pemerintah Indonesia untuk
memutus rantai penyebaran Covid-19. “Risiko untuk pulang kampung sangat
besar karena kita tidak tahu apakah kita membawa virus tersebut atau tidak ke
kampung halaman,” tutur Shihab ketika diwawancarai via WhatsApp, Selasa
(19/5).
Bukan
hanya mahasiswa yang berada di Ma’had yang memilih untuk tidak mudik. Mahasiswa
lain pun yang tinggal di indekos turut memilih untuk menetap.
Seperti Mahasiswi Bahasa
dan Sastra Arab Maya Rohmayati dengan alasan yang tidak jauh beda
yaitu untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Rohmayati mengungkapkan,
alasan lain untuk untuk tetap berada di kos ialah agar menghemat ekonomi dan
beban keluarga. “Ada rasa haru dan sedih karena tidak
pulang ke Ciamis, Jawa Barat. Jadi, hanya silaturahim melalui WhatsApp,” ujarnya, Senin (25/5).
Cerita lain dari Abdurrahman Ad-Dakhil dengan pertimbangannya
untuk tidak pulang ke kampung halaman mengingat harga tiket yang meroket.
Bahkan, Abdurrahman sempat memesan tiket namun tiket yang telah dipesan justru
dibatalkan oleh pihak Kereta Api Indonesia. Menutupi kesedihan akibat tidak mudik, ia pun turut aktif mengembangkan potensi diri dengan mengikuti program di luar
perkuliahan. “Selama berada di kosan, saya menulis, mengikuti diskusi online, mengikuti program beasiswa, menjadi relawan,” pungkas Abdurrahman
yang berasal dari Lamongan, Jawa Timur tersebut, Selasa (19/5).
Amrullah