Mudik sejatinya menjadi tradisi lazim
masyarakat Indonesia, termasuk lingkup mahasiswa. Namun berbeda dengan situasi
saat ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menetapkan mudik haram akibat
merebaknya pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Ketetapan ini membuat
mahasiswa di perantaun dirundung dilema.
Tidak ada yang dinanti keluarga di kampung halaman sana
sebab mudik lebaran seakan menjadi hal yang mengerikan. Arus mobilisasi manusia
dari zona merah COVID-19 (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) akan mempercepat mata rantai penyebaran virus tersebut. Dilansir dari cnnindonesia.com,
Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas pun menilai haram hukumnya bagi masyarakat
yang nekat mudik di tengah situasi saat ini.
Tanggapan setuju
pun datang dari salah
seorang Dosen Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Nurul Irfan turut mengindahkan fatwa
MUI tersebut. “Ketika MUI sudah mengeluarkan fatwa, maka taatilah untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19,” ungkapnya, Senin (6/4).
Kendati demikian, tak dapat dipungkiri pilu dari mahasiswa rantau dengan adanya imbauan akan larangan
mudik tersebut. Dalam kondisi sulit seperti ini, mereka justru harus jauh dari keluarga kampung halamannya. Karena
itu, pro dan kontra terhadap mudik lebaran di masa pandemi ini tak terhindarkan.
Seperti
halnya salah seorang Mahasiswa Hukum Pidana Islam Ali Maksum Asy'ari yang justru memilih pulang kampung pada awal April silam. Asy’ari mengungkapkan, ia langsung mengisolasi diri selama dua pekan sesampainya di kampung halaman sebagai antisipasi penyebaran
COVID-19.
Menurutnya, perbedaan pendapat wajar terjadi di kalangan mahasiswa. “Tidak dipungkiri banyak pula mahasiswa yang tetap memilih pulang asalkan
konsekuen menaati protokol yang ada,
seperti isolasi
diri,” papar Ali, Senin (6/4).
Berbeda halnya dengan Asy’ari, Mahasiswa Bahasa dan Sastra
Arab Nur Senoaji lebih memilih untuk tetap berada di Ciputat. Ia mengungkapkan bahwa tentu butuh dukungan dari keluarga masing-masing
meski terpisah jarak yang jauh. Senoaji
pun turut menaati
imbauan pihak asrama akan larangan mudik. “Kalau ada larangan mudik yang telah
disepakati dari pihak asrama, hendaknya
kita patuh,” katanya, Senin (6/4).
Senoaji menambahkan, kondisi Mahasiswa UIN Jakarta saat ini yang belum mudik pun tetap aman dan
terkendali. Seperti halnya pihak kampus yang gencar memberikan bantuan seperti dari Social Trust Fund (STF) berupa sembako dan masker.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut khusus disediakan untuk mahasiswa di Ciputat yang belum mudik.
Program
tersebut berawal ketika STF melihat kebutuhan pokok yang dibutuhkan mahasiswa
saat ini, yaitu pangan. Prosedur untuk mendapat makanan jadi yang disediakan
oleh STF yaitu dengan mengisi google form
dengan kuota yang ditentukan. STF menyediakan kurang lebih tiga ratus porsi
setiap hari. Jika form sudah penuh,
mereka pun akan menutupnya sementara. “Jadi sempat ada mahasiswa yang tidak
kebagian, sebab melihat pula kapasitas kemampuan kami,” ujar Koordinator Program
Bantuan STF Dewi Maryam, Senin (6/4).
Telah
berjalan sebanyak dua sesi, Dewi juga mengatakan bahwa program bantuan berjalan lancar. Sesi
pertama berjalan mulai dari Senin (30/3) hingga Jumat (3/4), sedangkan sesi kedua
berjalan dari Senin (6/4) hingga Jumat (10/4).
Dewi pun menambahkan, program bantuan ini akan terus berjalan seiring dengan
evaluasi yang dilakukan oleh STF.
Gerakan Bantuan dari Fakultas
Selain
STF, ada pula fakultas yang secara mandiri membantu mahasiswanya yang terdampak,
salah satunya Organisasi Kemahasiswaan Fakultas Sains dan Teknologi (FST). Program
yang diinisiasi oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema), Senat Mahasiswa,
Organisasi Peminatan dan Keilmuan, serta Himpunan Mahasiswa FST tersebut juga
menggandeng pihak Dekanat FST untuk kerja sama. Untuk mewujudkan bantuan
tersebut, mereka membuka donasi pada Jumat (27/3) hingga Senin (30/3) silam.
Pendataan
kondisi mahasiswa telah didata sejak dua hari sebelumnya. Setelah mengumpulkan
hinga Rp9.360.000 donasi, mereka pun mendistribusikan bantuan hingga Selasa
(7/4). Sebanyak empat puluh mahasiswa FST mendapat bantuan berupa sembako,
vitamin, dan penyanitasi tangan. Selain itu, terdapat pula 44 keluarga
mahasiswa yang mendapat donasi karena terhambat mata pencahariannya. “Kami juga
kerja sama dengan Asosiasi Printridi untuk bantuan seratus faceshield bagi Rumah Sakit Syarif Hidayatullah dan Pusat Kesehatan
Masyarakat sekitar,” ujar Ketua Dema FST Ribbi, Kamis (9/4).
Ribbi
menambahkan, respons positif datang dari para penerima bantuan. Semua merasa
terbantu, baik dari mahasiswa yang menetap di indekos dan orang tua mahasiswa
yang terdampak. Untuk program ke depannya, civitas
academica FST tengah mengumpulkan dana kembali dengan target mahasiswa dan
karyawan FST. “Dana dikelola oleh Wakil Dekan II,” pungkas Ribbi.
Fitha
Ayun Lutvia Nitha & Muhammad Silvansyah Syahdi M.