Bingkai-bingkai
foto penuhi ruang pameran Museum Nasional Indonesia. Dalam bingkai tersebut, tampak
potret desain busana kebaya serta sajak di sampingnya. Selain itu, terdapat berbagai
pose maneken berbalut desain
kebaya yang dimodifikasi. Bagian tersebut dicahayai lebih,
seakan menjadi pusat pameran. Pencahayaan sisi ruang lainnya redup, menonjolkan
kesan klasik serta keindahan karya.
Letak
pameran tersebut berada di lantai dasar Museum Nasional Indonesia. Ketika memasuki
ruang pameran, berbagai pajangan foto perempuan berbusana kebaya menyambut para
pengunjung. Dalam potret itu, terlihat jelas keelokan sang perempuan. Sebuah
sajak berbunyi pada salah satu potret, Perempuan itu tak bisa dieja
kecantikannya; Ia adalah kalimat utuh yang tak cukup sekedar dilisankan.
Puisi
yang menemani setiap bingkai pada pameran Perempuan yang Tak Bisa Dieja
ini merupakan karya pujangga dan satrawan Sapardi Djoko Damono. Suasana pameran
terasa tenang karena ketakjuban para pengunjung terhadap karya-karya yang
dipamerkan. Tak hanya dapat memanjakan mata dengan visual yang ada, pengunjung juga
dapat berbincang langsung dengan sang seniman.
Ialah
Vera Anggraini, seorang perancang busana kebaya yang dipamerkan. Vera
mengatakan, setiap perempuan itu cantik dan penuh misteri. Ia ingin
menggambarkan keindahan perempuan melalui busana kebaya tradisional. “Karena
kebaya itu, kan, tentang perempuan,” tutur wanita yang juga menjadi kurator pada
pameran tersebut, Jumat (13/3).
Keindahan
perempuan dengan busana kebaya ini diabadikan dengan nuansa Indonesia oleh
seorang fotografer glamor dan fesyen Darwis Triadi. Seluruh foto potretan
Darwis melengkapi pameran hasil kolaborasi tiga generasi. “Saya merasa
terhormat ketika diajak kolaborasi dalam pameran ini,” tukas Darwis, Jumat (13/03).
Pameran
ini ialah yang pertama kali dan khusus kolaborasi antara perancang busana,
fotografer, dan sastrawan. Maneken busana kebaya menjadi salah satu karya yang
paling diminati para pengunjung. Selain itu, berbagai acara turut digelar sejak
Kamis (20/2) hingga Jumat (20/3). Di antaranya adalah kompetisi foto dan puisi,
workshop fotografi, serta perayaan ulang
tahun Sapardi Djoko Damono.
Pelaksanaan
pameran ini bertujuan untuk membangkitkan kecintaan masyarakat Indonesia
terhadap kebaya sebagai warisan budaya. Seiring dengan berkembangnya zaman,
Vera pun ingin menunjukkan bahwa kebaya juga bisa dimodifikasi agar dapat lebih
diterima oleh kalangan luas. “Kain kebaya bisa disandingkan dengan kain apa pun dari Indonesia,” ungkapnya.
Ayodya—salah
satu pengunjung pameran—menuturkan, ia memang sudah lama tertarik dengan potretan Darwis. Kemudian saat Darwis turut berpartisipasi dalam
sebuah pameran, ia tidak ingin melewatkannya. Ayodya menambahkan, ia sangat
menyukai keseluruhan tata letak serta pencahayaan yang ada. “Khususnya ketika
objek potret Darwis seakan menyatu dengan puisi Sapardi di sebelahnya,” tutur
Ayodya, Jumart (13/3).
Lain
halnya dengan teman Ayodya bernama Dwi Keisyha. Ia awalnya tertarik dari tema
pameran yang berkaitan dengan perempuan. Ketika Dwi mengetahui Vera Anggraini
turut serta dalam pameran tersebut, ia menjadi lebih tertarik lagi untuk
datang. Dwi sudah mengetahui desain busana kebaya oleh Vera sejak dulu. “Kebaya
rancangannya pada 2020 ini lebih beda dari yang sebelum-sebelumnya,” ungkapnya.
Roshiifah Bil Haq