Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) juga berdampak cukup besar ke sektor pendidikan.
Mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi harus melaksanakan perkuliahan
secara dalam jaringan (daring) untuk mewujudkan salah satu protokol pencegahan
penyebaran COVID-19, social and physical
distancing. Pimipinan universitas sterilisasi kampus, mahasiswa pun pulang
ke daerah asal.
Mengkaji
hal tersebut, Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta menerbitkan surat edaran yang menuntut pihak kampus
terkait evaluasi perkuliahan daring sejak Kamis, (26/3). Surat edaran tersebut berisi
lima tuntutan, salah
satunya melakukan evaluasi
pembelajaran dengan menimbang aspek psikologis dan ekonomi mahasiswa. Tak
tinggal diam, Sultan juga ikut menyebarkan gerakan mahasiswa bersatu dalam
meminta fasilitas kuota internet gratis bersama kampus-kampus lain.
Hingga
saat ini, belum ada jawaban atau perkembangan dari Rektor UIN Jakarta Amany
Burhanuddin Umar Lubis
terkait surat yang Dema-U edarkan. Saat
Institut bertanya tanggapan Rektor UIN Jakarta terkait surat edaran dari
Dema-U, Amany mengatakan bahwa ia belum mengetahui surat edaran tersebut. “Saya
belum terima surat dari Dema-U,” tegasnya, Sabtu (28/3).
Pernyataan Amany Lubis
bertentangan dengan Ketua
Dema-U Sultan Rivandy. Menurut
Sultan, surat tersebut sudah
diberikan kepada Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan. Surat edaran tersebut
juga telah dititipkan ke staf rektorat. “Saya bingung kalau rektor sampai merasa tidak
tahu apa-apa,” ungkap Sultan, Senin (30/3). Sampai saat ini, Sultan mengatakan bahwa masih menunggu tanggapan
dari pihak rektorat.
Paket Ilmupedia Telkomsel 30 Gigabyte Gratis: Undangan Tindak Ilegal
Pada Jumat (27/3) silam, Pusat Teknologi Informasi dan
Pangkalan Data (Pustipanda) UIN Jakarta mengumumkan kerja sama antara Telkomsel
dalam hal dukungan pendidikan untuk perkuliahan daring. Pada akun Instagram-nya, Pustipanda menuliskan
bahwa akses Paket Ilmupedia 30 Gigabyte
gratis hanya bisa untuk akses Academic Information System (AIS). Paket tersebut
tidak bisa untuk akses Zoom, Google Classroom, maupun Meet yang notabene banyak digunakan oleh
mahasiswa. Hal tersebut senada dengan tanggapan salah seorang Mahasiswa UIN
Jakarta dengan akun Instagram @ajipangest_u.
“Buat apa buka AIS kalau kuliah pakai Zoom
dan Google Classroom,” tulisnya di
kolom komentar akun Instagram
@lpminstitut.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Pustipanda Muhammad Qomarul
Huda mengatakan, perkuliahan daring secara interaktif menggunakan panggilan
video hanya dibutuhkan untuk memastikan kehadiran mahasiswa. Untuk pengumpulan
tugas dan pembagian materi, dapat dilakukan lewat AIS. “Pimpinan UIN Jakarta
belum ada keputusan untuk menyediakan akses internet gratis selain untuk AIS,”
pungkas Qomarul, Senin (30/3).
Tak habis akal, seorang Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi (FDIK) mendapat informasi dari Whatsapp
untuk mengubah paket gratis 30 gigabyte
menjadi kuota reguler. Dalam hal ini, ia mengubah Kuota Edukasi Indosat 30 gigabyte menggunakan aplikasi Psiphon. “Tapi temanku ada yang sudah
coba untuk ubah Paket Ilmupedia Telkomsel dan berhasil juga,” ujarnya, Senin
(30/3).
Padahal, tindakan tersebut merupakan tindakan ilegal
berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Dilansir dari gizmologi.id,
hal itu bisa disebut sebagai tindak pencurian karena ada pihak yang dirugikan
dan pelaku bisa dijerat pasal 362 juncto 30, 32. “Tau kalau ilegal, daripada
mengeluh dan teriak-teriak ke kampus untuk kasih kuota gratis,” pungkas
Mahasiswi FDIK tersebut saat menyatakan
imbas dari pihak kampus yang tidak menyediakan akses internet secara
menyeluruh.
Sefi Rafiani & Muhammad Silvansyah Syahdi M.