Karya seni teknologi berbeda dari karya-karya
seni lainnya. Tak hanya menyuguhkan keindahan, pengunjung juga diberi
pengetahuan perkembangan teknologi dari masa ke masa.
Robot kuning berdiri nan gagah seolah menyapa selamat
datang bagi para pengunjung saat menginjakkan kaki di depan gedung. Alih-alih
segera melanjutkan perjalanan masuk, langkah kaki berhenti dan kembali
memerhatikan sang robot. Tubuh kuning nan kokoh itu seakan meminta pengunjung
tuk memotret dirinya. ‘Cekrek,’ seketika potret robot berhasil memenuhi
layar gawai seorang pengunjung.
Sedikit demi sedikit menjauh dari sang robot, pengunjung
dihadapkan dengan jembatan unik penghubung antara ruang gelap dengan lobi
gedung. Jembatan kayu itu kembali menyita langkah kaki pengunjung tuk berhenti
berjalan. Dihiasi dengan tiang-tiang penyangga, jembatan tersebut juga berhasil
menjadi spot foto yang cantik.
Foto seseorang yang sedang memakai seragam astronout
dipampang dalam pigura vertikal tepat di depan jembatan. Alunan instrumen
tiba-tiba mengejutkan telinga pengunjung tatkala memerhatikan sang astronout,
dan suara tersebut berasal dari layar besar yang dipasang beberapa langkah dari
pigura. Warna merah muda menghiasi layar dalam vidio gedung-gedung tinggi yang
diputar.
Instrumen lain memekakkan telinga, suara orang berbicara
dalam vidio membuat pengunjung segera ingin mengetahui dari mana sumber suara
berasal. Suara tersebut berasal dari ruangan gelap yang memutar vidio berupa
kartun orang-orang Indian. Cuplikan dalam vidio The Peacemakers Return
menampilkan seorang perempuan muda menjelajahi angkasa untuk bertemu dengan
sosok Peacemakers. Hal itu ia lakukan
demi memberantas ketidakadilan di dunia ditemani oleh diplomat.
Usai menonton vidio, pengunjung disuguhkan karya
instalasi ‘Berpikir Secara Magis’ yang menghadirkan rangkaian gambar, teks,
beserta audio yang bertemakan agama, sains dan teknologi. Besar dalam keluarga
pemeluk agama Islam, membuat sang kolektif seniman ini menelusuri keterhubungan
antara kisah para nabi, dan penemuan ilmuan muslim di zaman keemasan.
Dihadirkan dalam hibrida museum-pasar loak, setiap artefak yang dipamerkan
dalam rak, berkesinambungan.
Saat kaki melangkah lebih jauh dalam pusaran gedung,
terlihat kurator tengah menjelaskan karya agung seniman asal Australia Stelarc
yang kerap kali melakukan eksperimen dengan tubuh manusia. Stelarc berhasil mencangkok sel
daun telinga manusia pada lengannya dengan mikrofon yang tersambung internet.
Pengunjung terheran-heran mendengar penjelasan sang kurator. “Itu ia lakukan
agar orang lain bisa mendengar apa yang ia dengar,” sambung kurator yang tengah
mengutarakan karya Ear on Arm milik Stelarc, Minggu (3/11).
Seniman Stelarc memodifikasi tubuhnya sedemikian rupa
sehingga ia bisa melampaui batasan hukum alam. Selain karya Ear on Arm, ia juga
berhasil membuat karya bernama Stickman. Dalam karya Stickman, Stelarc
menyambung tubuhnya dengan kerangka baja yang dikendalikan dalam algoritma.
Dalam dirinya batasan antara fiksi dan non-fiksi menjadi lebur, ini memberi
pesan pada kita bahwa masa depan sudah terjadi.
Tak kalah dengan seniman asal Australia tersebut, karya
kolaborasi seniman Indonesia Rega Rahman dan Bandu Darmawan juga menakjubkan
pengunjung. Pasalnya karya kolaborasi mereka berangkat dari riset tentang
Sudjana Kerton seorang pelukis Indonesia yang mengaku pernah diculik alien.
Dalam kertas yang memuat berita Sudjana Kerton, ketika kertas tersebut discan
oleh suatu alat, alat berhasil menangkap teks, namun tidak berhasil memuat gambar
Sudjana Kerton. Hal ini membuat pengunjung seakan percaya bahwa berita Sudjana
kerton diculik alien memang benar adanya.
Direktorat
Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan
festival seni media berskala Internasional bertajuk “Instrumenta #2 Machine/Magic” yang
berlangsung pada 23 Oktober hingga 19 November 2019 di Gedung Galeri
Nasional, Jakarta. Tujuan utama festival seni ini untuk memajukan seni media, sehingga
masyarakat mengapresiasi perkembangan mutakahir seni media dalam konteks lokal
maupun internasional.
Salah seorang pengunjung begitu terpukau dengan pameran
Instrumenta #2 ini. Menurutnya antara karya seni dan teknologi di pameran yang
berlangsung begitu seimbang. “ini
berbeda dari yang lain, karena para seniman di pameran ini mampu
mengimajinasikan teknologi melalui karya seni," ujar Tsania Mawaddah saat
ditemui di Gedung A Galeri Nasional, Minggu (3/11).
Sefi Rafiani