Meski banyak mahasiswa menentang, Amany tetap
bersikeras hati mempertahankan kebijakannya. Ia berprinsip semua
kebijakan kembali kepada aturan yang berlaku.
Belum genap setahun, lebih tepatnya 256 hari
sejak berita ini ditulis masa kepemimpinan Amany Burhanuddin Umar Lubis sebagai
Rektor Universitas Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengundang perhatian
khalayak ramai. Sebagai rektor perempuan pertama, Amany mengawali debut
kariernya dengan menetapkan batas kegiatan mahasiswa. Selain itu, perubahan
sistem pemilihan umum mahasiswa menjadi prahara tersendiri di awal kepemimpinan
Amany.
Dengan slogan “Memimpin dengan integritas tinggi
dan transparasi dalam takwa dan amanah,” Amany memacu visi kepemimpinannya.
Jika visi itu wawasan untuk meneropong ke depan, maka Amany meramu visi
tersebut untuk mencapai misi unggulannya. Otonomi kampus dalam bidang
organisasi, keuangan, kemahasiswaan, ketenagaan, dan sarana/prasarana menjadi
bidikan utama Amany. Tak hanya itu, ia pun mengidamkan UIN Jakarta menjadi Perguruan
Tinggi Negeri Berbadan Hukum sebagai misinya.
Namun di balik konsepsi yang ingin dicapai UIN
Jakarta, kepemimpinan Amany masih menaggung pekerjaan rumah yang belum
terselesaikan. Sarana dan prasarana masih menjadi momok utama yang mesti
secepatnya dibenahi, terutama yang menunjang potensi mahasiswa. Hal ini
dibenarkan Ketua Kelompok Studi Mahasiswa (KSU) Fatahillah Researchers Science and
Humanity (FRESH), Muna Nur Faizah.
Bagi Muna, Sejak awal berdirinya di tahun 2015,
KSU FRESH telah banyak menorehkan prestasi. Misalnya, KSU FRESH pernah
menjuarai beragai perlombaan dalam bidang penulisan essai maupun karya tulis
ilmiah di tinggkat nasional. Bahkan, KSU FRESH pernah menorehkan namanya
menjadi salah satu pembicara di konferensi internasional memaparkarkan
karyanya.
Dibalik sumbangsih prestasi KSU FRESH untuk UIN
Jakarta, namun tak berbalik dengan pembinaan yang mereka terima. Pasalnya,
dalam hal pelatihan, pendanaan, sarana dan prasarana masih diupayakan sendiri,
UIN Jakarta terkesan mengabaikan. “KSU FRESH sendiri masih kurang terfasilitasi
oleh UIN Jakarta,” tuturnya, Jumat (13/9).
Kenyataan-kenyataan di atas tidak berbanding
lurus dengan program kerja (Proker) yang Amany canangkan sejak awal. Sedangkan
memperbanyak penerbitan jurnal mahasiswa menjadi salah satu Proker unggulan
Amany dalam kepemimpinannya lima tahun kedepan. Selain itu, peningkatan
kemampuan meneliti mahasiswa baik program sarjana, magister dan doktoral juga menjadi
fokus kepemimpinan Amany.
Menanggapi pentingnya jurnal mahasiswa, Ketua
Senat Universitas UIN Jakarta, Abuddin Nata memberikan statement. Ia mengatakan
bahwa karya ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi tak hanya sebagi
formalitas. Melainkan, karya-karya tersebut diolah kembali dan dimuat ulang dalam
bentuk jurnal. “Tak hanya untuk mendapat gelar, tetapi juga untuk lembaga,”
ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (11/9).
Fungsionaris Regulasi Semata
Amany tipikal pemimpin yang segala tindakan dan
kebijakan selalu berpaku pada aturan. Akan tetapi sikap formalistis dan
prosedural tersebut tak semuanya diterima publik, khususnya mahasiswa UIN
Jakarta. “Karena prinsip saya di sini semuanya harus mengikuti aturan,” tegas Amany
saat dimintai keterangan mengenai perubahan warna jas almamater dan perubahan
sistem pemilihan umum mahasiswa, Kamis (19/9).
Tak semua yang patuh dan berpegang teguh pada
aturan dapat diterima baik, pun demikian dengan gaya kepemimpinan Amany. Dengan
dalih berlandaskan Statuta UIN Jakarta, ia sambut mahasiswa baru tahun ajaran
2019 dengan mengubah warna jas almamater dari biru dongker menjadi biru terang.
Dalam statuta tertulis, “Jaket resmi mahasiswa universitas berwana biru terang,
pada bagian dada sebelah kiri tedapat logo Universitas,” Amany pun
menetapkannya.
Bak aksi melahirkan reaksi, khitah Amany menuai
huru-hara di kalangan mahasiswa. Bahkan, sempat beredar video penolakan dari
sekelompok mahasiswa saat pembukaan Perkenalan Budaya Akademik dan
Kemahasiswaan 2019. Disinyalir, konten dalam video tersebut bermuatan rasisme
karena mencatut salah satu nama perguruan tinggi swasta di Pamulang dan menuai protes
dari mahasiswa lembaga terkait.
Atas dasar aturan pula, Amany pun kekeh ingin
mengubah sistem pemilihan umum mahasiswa dari pemilihan umum ke sistem
perwakilan. Hal ini disandarkan pada Keputusan Jenderal Pendidikan Islam Nomor
4961 Tahun 2016 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Pada Perguruan
Tinggi Keagamaan Islam. Di mana dalam surat keputusan ini pemilihan struktur
mahasiswa menggunakan sistem perwakilan.
Perubahan sistem Pemilihan Umum Raya ke sistem
perwakilan mendapat respon negatif dari mahasiswa. Seperti yang diungkapkan
Ketua Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U) Jamhari, ia merasa keberatan dengan
adanya peraturan tersebut “Sejujurya sangat disayangkan dengan kultur di UIN
Jakarta yang menggunakan sistem demokrasi,” tuturnya, Senin (23/9).
Untuk memuluskan niatnya, Rektor UIN Jakarta
meminta Sema-U dan Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas untuk segera merevisi
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sesuai SK Dirjen Pendis Nomor 4961
Tahun 2016. Hingga dilaksanakan Musyawarah Perwakilan Mahasiswa Universitas
pada 19-21 September 2019. Namun sayangnya keputusan sidang tersebut ditunda
hingga Selasa (24/9).
Pada saat ditemui di Gedung Rektorat pada 19
September 2019 lalu, Rektor UIN Jakarta Amany memberikan hak jawab atas
bantahan-bantahan yang ditamatkannya. Bahwasanya segala kebijakan dan perubahan
sistem yang ia lakukan tidak serta merta, melainkan itu semua berasaskan pada
aturan yang berlaku. “Jika menganggap sistem perwakilan mengurangi demokrasi,
saya kira tidak,” ucapnya, Kamis (19/9).
Herlin Agustini