Oleh: M. Alfaridzi & Safrianto
Surau Tuo Institute Yogyakarta
Judul buku : Tuhan dan
Negara
Nama pegarang : Mikhai Bakunin
Nama penerbit
: Parabel
Ketebalan Buku : 179 halaman
Edisi
Pertama : Juli 2017
Nomor edisi : ISBN978-602-61719-0-0
Permasalahan kemanusiaan yang dihadapi dari zaman ke zaman adalah bagaimana
cara mengatur tatanan kehidupan dan
siapa yang berperan dalam menata kehidupan tersebut. Kita sering
menjadikan agama dan
negara sebagai tolak ukur tatanan
kehidupan. Agama adalah sistem
terpadu, terdiri dari kepercayaan, dan praktik yang
berhubungan dengan hal-hal suci. Sedangkan negara adalah suatu wilayah yang
memiliki aturan bertingkah laku masyarakat
yang tinggal di dalamnya. Meskipun keduanya acap dijadikan tolak
ukur, tak jarang dari keduanyalah, pertentangan dalam kehidupan terjadi.
Pada
dasarnya agama menganjuran kemaslahatan dan tidak menyusahkan orang lain. Agama memberikan pesan untuk
meningkatkan nilai kemanusiaan seseorang, dengan adanya perintah dan larangan. Agama dan negara, pada prinsipnnya, memiliki
kesamaan tujuan dalam meningkatkan nilai kemanusiaan.
Pertemuan
agama dan negara kadang tak selalu baik.
Kita dapat belajar dari pengalaman sejarah pada abad XVIII di Rusia. Pada saat itu, agama dan negara selalu
sejalan. Tetapi sejalannya agama dan negara pada masa itu, menjadi ancaman bagi umat manusia. Kaum agamawan seringkali menggunakan dalih tuhan untuk memaksa manusia
menjalani kebijakan yang dilahirkan para politisi. Tak jarang, agamawan dan
politisi kongkalikong dalam menerapkan hukuman.
Dalam
membongkar hubungan picik antara dua golongan tersebut, Mikhail Bakunin adalah
tokoh terdepan. Bakunin adalah seorang anarkis revolusioner Rusia. Ia adalah seorang Aktivis
yang berpengaruh, sekaligus
pendiri filsafat
anarkisme. Aktivitas Bakunin membuatnya
menjadi seorang ideolog paling terkenal
di Eropa ketika itu.
Kisah
heraoisme tokoh ini berawal dari pelariannya ke Eropa Barat karena aksi protesnya pada Tzar Russia. Ia
tetap melakukan protes dan perlawanan kepada pemerintah di tempat pelarian itu.
Meski memiliki tujuan perlawanan yang sama dengan Karl Marx, Bakunin berbeda
dengan tokoh komunis itu. Filsafat anarkismenya memiliki keunikan dalam
aksi-aksinya.
Kongkalikong
Agama dan Negara
Bakunin mengkritisi padangan
umum penciptaan umat manusia. Pandangan umum penciptaan mengindikasikan tuhan
yang kesepiaan. Pandangan umum
penciptaan manusia, dalam pandangan Bakunin, mengarah pada rencana tuhan yang
menciptakan manusia untuk menjadi budak, ketika manusia tidak diizinkan mendekati
pohon larangan, yang menjadi sebab hadirnya manusia di bumi.
Larangan tuhan untuk tidak memakan buah pohon larangan, berarti penjauhan manusia dari pengetahuan. Demikian membuat manusia selalu miskin ilmu, tunduk, dan patuh kepada Tuhan. Kemudian munculah pemberontakan manusia, dengan memakan buah pengetahuan.
Pemberontakan tersebut adalah upaya
berpikir pertama umat manusia. Cara berpikir di atas berbeda
dengan pandangan umum ketika itu, yang mengatakan penciptaan manusia adalah
keadilan tuhan.
Cara
berpikir kebanyakan tersebut, menurut Bakunin, adalah salah satu upaya agamawan membodohi manusia demi kepentingan mereka.
Seiring itu pula, Bakunin mengkritisi negara. Pengalaman sejarah menunjukkan, para penguasa agama dan negara sering kali memanfaatkan
kekuasaannya untuk memperbudak dan menipu masyarakat. Para agamawan dan pemerintah
terus menanamkan keyakinan-keyakinan mereka kepada masyarakat, sehingga terbangun nilai-nilai
yang melemahkan akal sehat. Pikiran masyarakat terkekang oleh keyakinan agamawan dan penguasa negara.
Dalam buku Tuhan
dan Negara, Bakunin menolak segala bentuk otoritas
dan penindasan. Bakunin mengkritisi
agama dan negara yang menjadi penyiksa, penindas, dan pengeksploitasi umat manusia. Bakunin
melihat, negara menjadi
instrumen oleh segelintir orang yang
berkuasa, untuk memanfaatkan
mayoritas rakyat. Dalam memanfaatkan rakyat, tak jarang agama menjadi sekutu. Agama
menjadikan penghambaan umat
manusia kepada Tuhan sebagai
bentuk penundukan.
Bakunin
Membongkar Persekutuan Agama dan Negara
Bakunin menyatakan perang total melawan agama dan negara. Bakunin menyerukan, jika manusia ingin merdeka, mereka harus melepaskan kekang penindasan ganda dari
otoritas spiritual (agama) dan negara. Dalam melaksanakan
tugas ini, manusia harus memanfaatkan dua kualitas berharga yang telah diberikan
kepada mereka, yaitu, kekuatan untuk 1) berpikir, dan 2) pemberontakan. Kedua kualitas itu yang harus diarahkan untuk melawan “Tuhan dan Negara”. Ketika mereka telah
mengarahkannya pada pemberontakan,
maka muncullah Eden
(surga) baru bagi umat manusia. Surga dalam era kebebasan dan kebahagiaan.
Lebih
lanjut, dalam buku Tuhan dan Negara ini Bakunin menunjukkan tiga jalan
keluar manusia dari kongkalikong yang merusak kesenjangan sosial yaitu 1) gereja,
2) bar, dan 3) revolusi sosial. Dua yang pertama bersifat fantasi dan yang
terakhir bersifat rill. Melalui Gereja dan Bar manusia dapat menghilangkan kesenjangan sosial
mereka.Bakunin
lebih memilih cara yang ketiga sebagai jalan keluar dari kongkalikong agamawan
dan politisi negara.
Revolusi sosial
adalah suatu cara yang ampuh untuk keluar dari kepercayaan agama yang menindas. Melalui revolusi sosial, dua jalan keluar lain yang bersifat fantasi dapat
dihilangkan. Revolusi sosial membuat masyarakat menjadi satu kesatuan yang utuh, yang tidak memiliki kepercayaan pada tuhan yang memperbudak manusia. Maka tak heran,
Bakunin dikenal dengan selogannya yang khas, “Jika Tuhan ada, maka manusia
adalah budak. Artinya, jika manusia ingin bebas, maka Tuhan tidak boleh ada.” Tidak boleh lagi ada “tuhan yang memperbudak.”
Seiring itu, Bakunin berkeinginan mewujudkan konsep liberty, yang menjunjung tinggi kebebasan sosial. Liberty berarti setiap
orang mempunyai hak asasi yang sama dan terlibat dalam proses produksi yang
sama. Liberty berkonsekuensi pada akses yang sama
pada semua fasilitas pendidikan, pelayanan, dan lain-lain. Liberty adalah
perlawanan atas segala bentuk otoritas yang dimiliki oleh segelintir orang.