Peralihan zaman yang diiringi dengan pesatnya kemajuan teknologi di era 4.0 tidak memupuskan semangat pergerakan mahasiswa. Hal tersebut terbukti dengan adanya aksi mahasiswa turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi rakyat.
Sebagai kaum intelektual, mahasiswa memiliki beberapa peran sebagai
kontrol sosial. Salah satunya adalah pro terhadap kepentingan rakyat. Aksi
mahasiswa yang turun ke jalan pada 23-24 September di depan Gedung Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) sebagai bukti mahasiswa memiliki nilai idealisme yang tinggi.
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa mengajukan tujuh tuntutan Aksi
Reformasi Dikorupsi. Salah satu tuntutan mahasiswa yang sampai sekarang masih
disuarakan yaitu pembatalan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
Gerakan mahasiswa tersebut tentunya
bertujuan untuk terciptanya berbagai kondisi yang ideal di masyarakat.
Wakil Ketua Dewan
Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Syarif Hidayatullah, Riski Ari Wibowo turut
memberi tanggapan mengenai relevansi aksi mahasiswa di depan Gedung DPR di
tengah era revolusi industri 4.0. Menurut pandangannya, aksi tersebut selaras
dengan zaman di era 4.0. Selain itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh mahasiswa di antaranya selektif dalam memilih berita yang beredar. “Dalam era teknologi seperti sekarang ini kita juga harus pintar
untuk memilah-milah berita-berita yang beredar di sosial media,” Ucap Ari Pada
Jumat (18/10)
Mahasiswa juga berperan sebagai kekuatan moral yang memiliki sikap
kritis dalam menilai kebijakan di jajaran pemerintah. Kekuatan moral dalam hal
ini menjadi poin penting yang harus diperhatikan oleh mahasiswa. Selain itu,
penuangan ide dan gagasan mahasiswa adalah pokok utama dalam peranannya di era
revolusi industri 4.0 (four point zero). Hal tersebut diungkapkan Ketua Jurusan
Program Studi Ilmu Politik, Iding Rosyidin “ Ide dan gagasan bisa dituangkan baik
melalui tulisan atau forum-forum yang lebih luas” Ujar Iding, Pada Senin
(21/10)
Dengan peralihan zaman menuju ke era revolusi industri 4.0, memberikan
perubahan sangat cepat terkait dengan segala dimensi kehidupan
dengan wujud adanya sebuah digitalisasi sektor kehidupan. Revolusi ini tentunya
juga menjadi tantangan mahasiswa dalam menentukan arah
baru pergerakan. Terdapat
beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh mahasiswa salah satunya adalah
menjaga idealisme dan daya nalar kritis.
Menanggapi
hal tersebut, Wakil Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Walisongo
Semarang, M. Eka Gusti Agung Pratama
mengatakan dalam era ini mahasiswa dihadapkan oleh berbagai persaingan global. Di
sisi lain, mahasiswa juga turut berperan dalam mengawasi
dan mengkritisi pemerintah sebagai representasi dari masyarakat. “Pembangunan
daya nalar kritis itu penting,” ungkapnya saat diwawancarai via
WhatsApp pada Jumat (11/10)
Sementara itu, Ketua Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM), Nizar
Surya Isadono, menambahkan bahwa mahasiswa pada era ini masih identik dengan
aksi turun ke jalan, gerakan yang masih terebak romantisme 1998. Banyak orang
mengatakan bahwa gerakan yang demikian itu sudah tidak pada zamannya atau sudah
tidak efektif dilakukan di zaman yang serba
canggih dan serba digital ini. Baginya gerakan mahasiswa yang berkiblat
pada 1998 sampai saat ini tetap relevan dan dibutuhkan oleh negara ini, ungkap
Nizar saat diwawancarai via WhatsApp pada Jumat (18/10)
Wakil
Rektor Bidang Kemahasiswaan, Masri Mansoer pun turut memberikan tanggapan mengenai
pergerakan mahasiswa di era revolusi industri 4.0. Masri mengungkapkan salah
satu yang dibutuhkan oleh mahasiswa era 4.0 adalah mahasiswa yang kritis
terhadap kondisi di sekitar, terutama di sektor pemerintahan. Selain daya
kritis, mahasiswa juga harus selektif dalam memandang sebuah berita yang
beredar. “ Ciri mahasiswa era ini harus bisa memilah-memilah, bisa
menganalisis, dan bisa mengkritisi berita-berita yang tersebar,” jelasnya Pada
Kamis, (10/10).
Ika Titi Hidayati