Meskipun Aditya Widya Putri
lulus sebagai mahasiswi akuntansi, namun ia kompeten dalam bidang jurnalistik.
Tak hanya terampil, Adit juga mampu membawa pulang penghargaan bergengsi
HWPA 2019 yang diselenggarakan oleh Kementrian Luar Negeri.
Menggeluti bidang ekonomi, bukan berarti menutup peluang untuk berkarier di bidang lain. Seperti profesi yang dijalani oleh Aditya Widya Putri saat ini. Lulusan Akuntansi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta enam tahun silam, kini ia terjun di dunia jurnalis. Sebuah profesi yang justru bertolak
belakang dengan jurusan yang
diambil selama menempuh
bangku formal perkuliahan.
Wanita kelahiran
Semarang ini, mulanya menggeluti dunia jurnalistik hanya
untuk mendapatkan uang tambahan. Namun
seiring berjalannya waktu, lomba-lomba yang Aditya
ikuti memperoleh juara, dari situlah ia merasa menemukan passionnya di bidang jurnalistik. Selain
itu, menjadi seorang jurnalis merupakan kebanggaan tersendiri ketika karyanya
dihargai dan diapresiasi, “walaupun tidak besar, namun saya senang
menjalaninya,” ujar Aditya, Senin (7/9).
Kecintaan Aditya terhadap dunia jurnalistik kemudian
menghantarkannya menjadi salah satu penerima penghargaan Hassan Wirajuda Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Awward
(HWPA). HWPA adalah bentuk apresiasi yang diberikan oleh Kementrian Luar Negeri
(Kemenlu)
kepada pihak-pihak yang berperan dalam upaya perlindungan WNI.
Keahliannya sebagai penulis mild report – sejenis
laporan semi feature berbasis data jurnalistik – di media digital, Tirto.id. Adit melakukan investigasi di Entikong, di mana ia mengamati
tentang berbagai kejadian di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Indonesia di
Entikong, yakni perbatasan Kalimantan Barat dan Serawak, Malaysia. Dari
investigasi tersebut menghasilkan berita berjudul Petugas PLBN Entikong: Demi Indonesia Kami Bertaruh Nyawa
semasa melaksanakan cuti ke Entikong.
Awal mula Aditya
Widya Putri pergi ke Entikong untuk
liburan pribadi, namun pada saat mengajukan cuti ia diminta untuk melakukan riset
atau observasi lapangan tentang situasi di perbatasan Entikong. Sesampainya di
Entikong, ia mulai mengirim elektronic mail (email) ke birokrat-birokrat yang
ada di sana. Setelah melakukan observasi dan wawancara, Aditya menemukan
fakta-fakta di lapangan dan menulisnya, yang pada akhirnya tulisan tersebut
mendapat penghargaan.
Awalnya, Aditya tidak percaya ketika sebuah isi email menyatakan tulisannya tentang investigasi di perbatasan Entikong mendapatkan
penghargaan. “Saya tidak pernah merasa mengirim tulisan,” tutur Aditya, Senin (7/9). Usul punya usul, ternyata
HWPA menyeleksi para kandidat dengan melakukan penelitian dan penyaringan
tanpa sepengetahuan kandidatnya.
Penghargaan yang pernah diterima Aditya tak berhenti di
situ. Beragam penghargaan dalam berbagai kategori pun sudah pernah
Aditya raih, antara lain The Best Graduate for Health and Nutrition Journalist Academy – winner (AJI – Danone), “Bisnis Limbah Rumah Sakit” 2017, Winner
of Followship Awward Raja Ampat (SISJ-TNC)- “Perdagangan Sirip Ikan Hiu” 2018, Winner
of Followship
Participant (FAO-KBR Antara) “Penyakit Zoonosis” 2019, dan beberapa penghargaan lainnya. Tulisan-tulisan yang mendapat
penghargaan tersebut adalah tulisan jenis tulisan investigasi.
Naik jabatan dan memenangkan sebuah penghargaan diakui oleh Adit menjadi
sesuatu yang penting. Akan tetapi menurutnya proses untuk mendapatkan tujuan
itu justru jauh lebih penting. “Hal terpenting ialah prosesnya dalam
mendapatkan ilmu dan
pengalaman baru,” tutupnya.
Herlin Agustini