Indonesia sedang dirundung pelbagai permasalahan yang
memicu banyak kontra. Mulai dari polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dinilai kontroversial, kebakaran hutan di
Kalimantan dan Sumatera yang asapnya mengepul hingga Singapura dan Malaysia.
Kemudian konflik di Papua yang tak kunjung putus akar permasalahannya.
Akibatnya, segenap elemen masyarakat menggelar aksi protes kepada pemerintah
agar segera menuntaskan ragam persoalan yang melanda negara.
Seperti halnya yang dilakukan para mahasiswa, mereka
melakukan serangkaian aksi unjuk rasa. Mulai dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta,
Surabaya, Sulawesi hingga Sumatera, dan wilayah-wilayah lainnya yang tersebar
di seluruh Indonesia. Puncak dari unjuk rasa tersebut terjadi pada tanggal 24
September 2019. Di mana, para mahasiswa melakukan demonstrasi di depan gedung
pemerintahan masing-masing kota tempat kampus mereka berasal. Di beberapa
tempat, seperti di Jakarta dan Sulawesi Tenggara, aksi tersebut menimbulkan
kerusuhan yang memakan korban luka hingga korban jiwa.
Di Kendari, Sulawesi Tenggara, dua orang mahasiswa
Universitas Halu Oleo meninggal dunia. Mereka adalah Himawan Randy yang tewas tertembak
peluru tajam dan Yusuf Kardawi yang meninggal dalam perawatan di rumah sakit.
Sementara itu di Jakarta, banyak mahasiswa yang dilarikan ke rumah sakit akibat
terluka maupun sesak karena tembakan gas air mata. Di antara korban-korban
tersebut, banyak yang merupakan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Seperti yang dialami mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan (FITK) UIN Jakarta Amelia Putri, dirinya menceritakan pengalaman
pahitnya ketika mengikuti aksi unjuk rasa. Amelia telah lama mengidap penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Nahas, penyakitnya tersebut kambuh
karena paparan gas air mata. Akibatnya, ia pun terpaksa mendapatkan perawatan
medis. “Saat terkena gas air mata aku kambuh penyakitnya,” jelas Amelia, Kamis
(3/10).
Hal serupa juga dialami oleh mahasiswa Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi Muhammad Ibrar Putra, dirinya terpaksa dievakuasi oleh
rekan-rekannya akibat mengalami sesak nafas. Mulanya Ibrar sedang mencoba
menolong rekan-rekannya yang kesakitan akibat terpapar gas air mata. Sayangnya
ia juga ikut terkena paparan gas air mata sehingga terpaksa dievakuasi oleh
rekan-rekannya. “Saya tidak tahu gas air mata bisa separah itu ke dalam tubuh,”
imbuhnya, Jumat (4/10).
Terkait penanganan korban dalam aksi unjuk rasa, salah
seorang mahasiswi Fakultas Adab dan Humaniora Nurul Fadilah mengeluhkan
minimnya tenaga medis dari UIN Jakarta yang terjun di lapangan. Kendati
demikian, Fadilah tetap mengapresiasi kinerja tim kesehatan tersebut karena
telah sigap dalam memberikan penanganan. “Kurang banyak petugas medisnya. Tapi kalau
soal penanganan lumayan cepat,” ujar Fadilah, Jumat (4/10).
Menanggapi hal tersebut, Dekan Fakultas Kedokteran UIN
Jakarta Hari Hendarto menegaskan bahwa secara resmi dirinya tidak mengirimkan
tim khusus untuk menangani para korban di lapangan. Ia juga mengingatkan
mahasiswa yang hendak mengikuti unjuk rasa agar terlebih dahulu mempersiapkan
kesehatan mental dan fisiknya. “Supaya tidak sampai jatuh sakit atau terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan,” tegas Hari usai melaksanakan salat Jumat
(4/10).
Dekan FK UIN Jakarta tersebut juga berpesan agar
mahasiswa lebih berhati-hati ketika melakukan demonstrasi. Hari menghimbau agar
mahasiswa segera menjauh dari tempat unjuk rasa jika timbul kerusuhan atau
situasi yang membahayakan. Ia juga meminta agar mahasiswa menginformasikan
kepada keluarga atau kerabatnya serta menitipkan kontak temannya yang juga
turut menjadi peserta aksi. “Agar bisa dihubungi seandainya putus kontak,”
jelas Hari, Jumat (4/10).
MAF