Sejak 18 April 2018 lalu, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta melakukan perombakan terkait penambahan kelompok Uang
Kuliah Tunggal (UKT). Awalnya, UKT hanya ada 5 kelompok, kini menjadi 7
kelompok. Hal tersebut menuai keresahan di kalangan mahasiswa. Merespon
permasalahan tersebut, Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Jakarta (Dema-U)
mengadakan Konser UKT.
Sebenarnya sistem ketentuan UKT ini sudah termuat dalam Keputusan Menteri
Agama Nomor 211 Tahun 2018 Tentang UKT pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri.
Keputusan ini sudah diberlakukan sejak ditetapkan pada 18 April 2018 lalu.
Pasal itu tertulis dalam Diktum Kelima, penetapan mahasiswa berdasarkan
kelompok UKT.
Penambahan kelompok UKT tersebut berdasar atas SK Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Nomor 259 Tahun
2018. Dalam SK tersebut disebutkan dalam
Diktum Ketiga: penetapan Mahasiswa dalam kelompok UKT ditetapkan oleh Rektor. Pernyataan
ini kemudian menjadi landasan Rektor yang mempunyai wewenang dalam menentukan
jumlah kelompok tentu dengan perhitungan yang saksama.
Acara yang dilaksanakan di Aula Student Center tersebut menggaet beberapa
pemantik dan narasumber dari berbagai organ ekstra. Salah satunya Andikey
Kristianto ia memaparkan, UKT menerapkan sistem subsidi silang yang dinilai
mampu menangani perbedaan taraf ekonomi mahasiswa. “Secermat apa kita tehadap UKT, memangnya apa
yang kita dapatkan dari uang yang telah kita bayarkan,” jelas Andikey yang
pernah bekerja di bagian kemahasiswaan UIN Jakarta, Senin (30/4).
Menurut Andikey, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
ingin bertransformasi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Jika
UIN Jakarta telah menjadi PTN-BH, maka pihak UIN Jakarta lebih mudah mengelola
keuangan secara efisien dan tanpa campur tangan pemerintah. Langkah ini
dilakukan demi menuju World Class University.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 88
Tahun 2014 tentang Perubahan PTN menjadi PTN-BH dijelaskan, salah satu
persyaratan harus memenuhi standar minimum kelayakan finansial. Menurut
Andikey, setelah menerapkan sistem UKT pada tahun lalu, UIN Jakarta mengalami
kerugian sebesar 1 milyar. “Wajar jika UIN Jakarta merombak golongan UKT
menjadi tujuh golongan,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Cabang Ciputat Khaidir Ali menolak berlakunya sistem UKT. Penolakan tersebut
beralasan tidak adanya transparansi siapa yang menentukan pengelompokan UKT.
“Penerapan subsidi silang masih dipertanyakan, sebab tidak ada transparansi,”
jelasnya dalam forum tersebut.
Senada dengan Khaidir, Aktivis dari GPPI, Muhammad Zalfa juga melontarkan penolakan
yang sama. Penolakan ini ia sampaikan berdasarkan data lapangan. Seorang
mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi (FIDK) yang mengajukan banding,
namun ditolak mentah-mentah oleh Dekan dengan alasan yang tidak logis. “ Jika
klarifikasi saya diterima maka mahasiswa lainpun akan ikut pula dalam
mengajukan klarifikasi, repot saya,”ujarnya sambil meniru gaya bahasa Dekan FIDK
tersebut.
Terkait minimnya wadah konsultasi UKT, Dema-U berusaha menampung aspirasi
mahasiswa untuk mengungkapkan keluh kesah mereka tentang UKT. Menurut Tim
Koordinator UKT Azmi Fathoni, Konser UKT ini digelar agar mahasiswa bisa memiliki
pemahaman yang baik terkait sistem UKT. “Terkait keluhan mahasiswa tentang UKT
nanti akan kami suarakan ke pihak Rektorat,” jelas Azmi yang juga Mahasiswa
Hukum dan Tata Negara UIN Jakarta, Senin (30/4).
MI