Perjalanan tak biasa
dilakukan tujuh santri yang berasal dari Guyangan Pati Jawa Tengah. Dengan bermodalkan barang seadanya, mereka
nekat menempuh perjalana dari Pati Jawa Tengah sampai Madura dengan berjalan
kaki.
Spiritualitas identik
dengan perjalanan seseorang menuju Tuhan. Perjalanan yang dilakukan ketujuh santri
ini merupakan sesuatu hal yang baru bagi mereka. Persiapan dan perlengkapan
yang ala kadarnya membuat mereka nekat melakukan perjalanan spiritual. Berbagai
kesulitan pun sempat mereka alami, namun itu semua tidak membuat perjalanan
spiritual mereka terganggu.
Buku karya Ibil Ar Rambany
yang berjudul Wali Bonek ini bercerita tentang rekam jejak perjalanan spiritual
tujuh orang santri. Tujuh santri yang tanpa bekal nekat mengunjungi makam-makan
wali yang berada di Jawa Timur. Santri itu dikenal dengan
Bondo Nekat (Bonek). Mereka merupakan tujuh santri asal Guyangan Pati Jawa
Tengah. Ketujuh santri tersebut melakukan perjalanan spiritual kelima Wali yang
ada di Jawa Timur dan makam Syekh Kholil Bangkalan. Santri yang bernama Ibil,
Fuadi, Edi, Rasyid, Aji, Masluchi, dan Firdaus. Mereka menyebut dengan nama kelompoknya
Ashabul Ghuroba.
Seusai melaksanakan ujian
akhir, mereka berencana melakukan perjalanan spiritual untuk menguji seberapa kuat
mereka melakukan perjalanan spiritualnya. Perjalanan dari Pati sampai Madura nekat
meraka lakukan dengan persiapan yang cukup sederhana, dari bermodalkan uang 50
ribu hingga barang-barang yang dibawa ala kadarnya.
Alhasil beragam kendala mereka
temui dari berjalan kaki, menumpangi truk hingga menumpang ke salah seorang beragama
Kristen. Selain itu, Masjid juga menjadi tempat peristirahatan kala melepas lelah
selama perjalanan.
Tempat yang pertama mereka
tuju makam Syekh Kholil Bangkalan, namun tidak sesuai dengan yang direncanakan.
Mereka menumpangi truk pengangkut semen dan tidak sengaja tertidur, tanpa di
sadari mereka berada di pabrik semen yang jalurnya bukan ke arah Madura. Karena
sudah terlanjur salah jalur, akhirnya mereka memutuskan untuk mengunjungi Sunan
Bonang dan kemudian melanjutkan perjalanannya ke Madura.
Dari situ, Aji mulai kehilangan
semangat untuk melanjutkan perjalanan spiritualnya. Ia merasa tidak sanggup lagi
dan bilang bahwa ia ingin kembali ke Pati. Aji mengatakan kepada teman-temannya
kalau dia ingin kembali ke Pati. Hal tersebut membuat kaget dan tidak percaya dengan
ucapan Aji. Karena dari awal mereka berkomitmen bersama untuk melakukan perjalanan
spiritual tersebut.
Tak kalah mengecewakannya,
Aji juga bilangtelah menyembunyikan uang 50 ribu untuk ongkos pulang. Sontak hal itu membuat yang lain pada
kaget dan tak percaya. Teman-teman Aji mencoba untuk membujuk supaya Aji tidak
kembali ke Pati, namun Aji tetap ingin kembali ke Pati. Mendengar pernyataan Aji,
Masluchi member pilihan bahwa dia bisa kembali ke Pati setelah mengunjungi makam
Syekh Kholil Bangkalan. Aji menerima tawaran dari temannya itu, namun setelah berkunjung
ke makam Syekh Kholil Bangkalan Aji tetap dengan keputusannya kembali ke Pati.
Hanya tinggal berenam,
namun mereka tetap melanjutkan perjalanan. Tujuan selanjutnya adalah Sunan Ampel
Surabaya, Sunan Giri, Sunan Gresik dan Sunan Drajat adalah tujuan terakhir mereka.
Namun sayang, mereka tidak sempat menyelesaikan perjalanannya sampai akhir karena
salah satu dari mereka kakinya terluka.
Dari situlah kemudian terjadi
silang pendapat anatara kembali atau melanjutkan perjalanan. Malsuchi mencoba menengahi
“karena kita berangkat bersama begitu juga kembali,” tuturnya. Mendengar penjelasan
Malsuchi, semua sepakat untuk kembali ke Pati, Firdaus dan Fuadi yang awalnya kekeh
melanjutkan perjalanan juga menyetujuinya.
Berbagai lika-liku mereka
hadapi, seperti bentrok sama preman saat mereka ngamen di jalan untuk bisa makan
karena sudah tidak punya uang sepeser pun. Buku ini tak hanya menceritakan kisah
perjalanan spiritual santri Bonek, melainkan buku ini juga menceritakan sejarah-sejarah
para wali yang sudah mereka kunjungi. Bahasa yang digunakan dalam buku ini lebih
menonjolkan bahasa sastra, tapi ada juga bahasa lain seperti bahasa Jawa.
HERLIN AGUSTINI
HERLIN AGUSTINI