![]() |
Sumber: http://cms.bisnis.com |
*Oleh : Maulia Nurul Hakim
Revolusi
teknologi keuangan yang berkembang sangat cepat direspon baik oleh masyarakat
untuk bertransaksi dengan cara baru yang menguntungkan dan memudahkan. Cryptocurrency
sepuluh tahun belakangan turut serta dalam menciptakan mata uang seperti
bitcoin dan ethereum. Animo pemanfaatan teknologi pun paralel dengan gerakan
global yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara bahkan dunia. Selain
kegiatan konsumsi dan produksi, sebuah negara bertumbuh pula dengan adanya
instrumen investasi. Dalam memilih keputusan
penanaman modal, mayoritas masyarakat muslim dipengaruhi oleh aspek keagamaan
sebagai bentuk taat terhadap agamanya dan menghindari risiko ekonomi kapitalis.
Maka tak heran, instrument investasi syariah banyak diminati sebagai bentuk
simpanan jangka panjang.
Investasi syariah
mengembangkan ekonomi Islam yang maslahah sesuai dengan kaidah maqasid
syariah. Uang dalam Islam melakukan "peran sosial," itulah sebabnya
tujuan utama keuangan Islam dalam bentuk penanaman modal bermanfaat dalam mendistribusikan kekayaan secara
efisien, mempromosikan keadilan sosial-ekonomi, dan memastikan kemakmuran dan
kesejahteraan bagi semua orang. Bitcoin atau koin digital dapat mewakili
berbagai proyek pembangunan berkelanjutan melalui skema koperasi. Dengan
berinvestasi dalam koin ini, investor dapat mendiversifikasi portofolio mereka
dengan investasi yang tidak hanya memberi mereka pengembalian tetapi juga
membuat perbedaan dalam kehidupan orang-orang.
Di tengah
kontroversi keabsahan penggunaan bitcoin, Pusat Internasional untuk Pendidikan
Keuangan Islam (INCEIF) sedang mengembangkan aplikasi blockchain untuk
investasi dengan mata uang digital bitcoin. Jika seseorang khawatir terhadap
penggunaan dana investasinya, blockchain dapat menjadi solusi dari masalah
tersebut sebab teknologi ini ibarat buku besar yang terdesentralisasi dan dapat
berkembang dalam bentuk daftar catatan serta dapat diakses melalui jaringan
peer to peer yang efisien. Keamanannya dilindungi oleh algoritma kriptografi.
Teknologi keuangan yang belum pernah ada sebelumnya ini memiliki kemampuan untuk
melacak letak transaksi pergi, tiba, dan letak dana tersebut digunakan untuk
mengatur inefisiensi dan korupsi organisasi. Artinya perhatian utama
kontributor investasi syariah dalam hal transparansi dan akuntabilitas telah
terpenuhi.
Investasi
dengan virtual currency bitcoin melalui blockchain banyak menuai antitesis
seperti telah dditulialam buku Muamalah Kontemporer karya Dr. Oni Sahroni
bitcoin belum memenuhi dua kriteria mata uang yaitu belum dapat diterima
masyarakat luas dan bukan diterbitkan oleh otoritas sebuah negara. Beberapa
cendekiawan Afrika Selatan mengatakan cryptocurrency dilarang, tetapi
salah satu cendekiawan terkemuka di dunia - Shaikh’ Abdul Sattar Abu Ghuddah -
mengatakan bahwa mata uang digital ini
duduk di perbatasan antara diizinkan dan dilarang. Larangannya terletak pada
risiko keamanan dan sarat akan spekulasi akibat tidak adanya otoritas yang
bertanggung jawab dan tidak terdapat administrator resmi .
Cendikiawan
yang menyetujui eksistensi bitcoin berpendapat bahwa adanya konsep persetujuan
sosial. Tetapi dipatahkan oleh pendapat yang mengatakan ini tidak berarti bahwa
cryptocurrency dapat diakui sebagai bentuk mata uang yang sah. Selain itu pula, ada konsep dasar yang
penting dipahami oleh investor yakni cryptocurrency diakui sebagai media
pertukaran dalam suatu komunitas dan diidentifikasi sebagai token dengan kepemilikan
digital, bukan uang kertas atau koin fisik. Dibutuhkan upaya untuk memecahkan
'crypto' atau puzzle untuk mengidentifikasi kepemilikan digital. Oleh sebab itu
sistem ini disebut cryptocurrency.
Namun, kembali
ke definisi awal. Dari perspektif syariah, mata uang adalah apa yang telah
disepakati bersama, sedangkan dari perspektif konvensional, mata uang dianggap
sebagai alat pembayaran yang sah di suatu negara. Simpulannya berakhir pada cryptocurrency
bukan bentuk mata uang yang sah kecuali dianggap sebagai alat pembayaran yang
sah di suatu negara atau sampai mereka menjadi ukuran global.
Saat ini banyak
investor institusi menempatkan miliaran dolar ke berbagai cryptocurrency,
yang secara efektif menciptakan permintaan buatan bagi mereka. Dr Ziyaad
Mahomed, Dekan Pendidikan Eksekutif Dan E-Learning di INCEIF, tidak setuju dengan para pendukung cryptocurrency
yang mengatakan token digital ini tidak dapat digunakan untuk pencucian uang
karena transparansi yang mereka berikan. Pemilik cryptocurrency adalah pseudonim
dari anonim. Satu-satunya informasi yang dimiliki seseorang adalah ID token
yang hanya berupa angka.
Pemanfaatan
teknologi baru cryptocurrency untuk memberi manfaat bagi semua pihak
dengan cara investasi yang sah dan halal belum dapat diterima. Ketidakpastian
yang berlebihan disebabkan oleh sifat spekulatif yang didorong oleh pihak
pedagang kapitalis untuk mendapatkan keuntungan dari fluktuasi mata uang. (Maulia)
*Penulis adalah
Mahasiswa Master Keuangan dan Ekonomi Islam, Kajian Timur Tengah Dan Islam di Sekolah
Kajian Statejik dan Global, Universitas Indonesia.