Judul : Boven Digoel
Genre :
Biografi, drama, dokumenter
Durassi : 93 menit
Tahun : 2017
John
merupakan seorang dokter yang mengabdikan dirinya di daerah pelosok. Dalam
perjalanannya John dihadapkan dengan berbagai macam persoalan terkait dengan
layanan kesehatan di sana.
John Manangsang (Joshua
Matulessy) adalah seorang pemuda asli Papua, Sentani, Irian Jaya. Sebagai
pemuda desa, kesehariannya dihabiskan untuk berkebun. Sebagai anak tertua dari
ibu tunggal, John mempunyai tanggung jawab besar yaitu mencukupi kebutuhan
keluarga dan menyekolahkan adik-adiknya.
Terlahir di desa yang
sangat jauh dari hiruk-piruk perkotaan tak membuatnya minder. John tetap yakin
suatu saat akan menjadi seorang pilot sesuai dengan impiannya sedari kecil.
Profesi pilot terbesit karena keinginannya mengelilingi dunia.
Akan tetapi, mewujudkan
impiannya bukanlah hal mudah. Meskipun berusaha dengan keras John tetap harus
menerima kenyataan pahit. Ternyata tinggi badannya tidak sesuai kriteria yang
disyaratkan sekolah pilot milik pemerintah di wilayahnya.
Untuk mengobati
kegagalannya John pun berinisiatif mendaftar di perusahaan penerbangan dan
diterima dibagian air traffic control (yang
berkomunikasi dengan pilot). Namun, obsesinya menjadi pilot masih terus
diperjuangkan. . Hingga John memutuskan melakukan berlayar selama 10 hari ke
Jakarta untuk mencari dokter yang bisa menaikan tinggi badan.
Setelah
terluntang-lantung selama berhari-hari di Jakarta. Jhon tiba-tiba teringat dengan
kejadian yang pernah ia saksikan pada saat bekerja di bandara. Beberapa warga
di daerahnya meninggal akibat terlambatnya penanganan medis. Ia merasa prihatin
dikarenakan pasien tersebut meninggal karena tak ada dokter di daerahnya,
sehingga banyak dari pasien yang terlambat diselamatkan.
Hal ini membuat John
terganggu, rasa gelisah bayang-bayang kematian pasien dari pedalaman. Situasi
ini mengubah pendirian John untuk menjadi dokter sebagai pekerjaan mulia dan
menolong orang yang membutuhkan. Kabar tersebut disambut baik oleh mama Jhon.
Sebagai orang tua, Mama John tetap membiarkan anaknya mengambil keputusan.
Sementara itu, keinginan
menjadi dokter mendapat respon pro dan kontra dari kampung halamannya. Para
tetangga meremehkan Jhon dikarenakan bukan rahasia umum lagi masuk sekolah
kedokteran sulit dan mahal sementara ekonomi keluaraganya pun sendiri susah. Mama
John sama sekali tak menghiraukan guncingan warga dan tetap memberi dukungan
pada anaknya.
Berkat doa orang tua,
John diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI). Setelah lulus
dari UI, John yang telah berkeluarga kembali ke Distrik Boven Digoel (Tanah
Merah), Merauke mewujudkan impian lama. Impian untuk menjadi dokter agar tidak
ada nyawa melayang dalam perjalanan dari pedalaman ke pusat kota karena jarak
ditempuh sangat jauh. Konstribusi John melalui profesinya dimulai di Tanah
Merah dan sekitarnya.
Pengabdian John bersama
para suster dari Tanah Merah dimulai dari Kampung Mariam dan disambut dengan
baik. Perihal pemeriksaan ini terdengar luas hingga ada lelaki paruh baya
menghampiri John untuk melakukan pengecekan kondisi anaknya yang bernama
Bretha. Ternyata Bretha kekurangan gizi yang membuat tidak bisa berjalan dan
harus diberikan perawatan secara intensif. Dikarenakan klinik Digoel tidak
memiliki ruang inap Bretha dirawat di kediaman John.
Di sisi lain, profesinya
sebagai dokter menjadi tantang bagi John dan para suster. Tak di setiap kampung
yang dikunjunginya disambut dengah hangat. Seperti halnya di Kampung Mouh,
masyarakatnya tak peduli dengan dokter yang akan melakukan layanan kesehatan.
Mereka masih percaya dengan dukun serta dengan cara pengobatannya.
Di sisi lain, profesinya
sebagai dokter menjadi tantang bagi John dan para suster. Tak di setiap kampung
yang dikunjunginya disambut dengah hangat. Seperti halnya di Kampung Mouh,
masyarakatnya tak peduli dengan dokter yang akan melakukan layanan kesehatan.
Mereka masih percaya dengan dukun serta dengan cara pengobatannya. Kepercayaan
masih dianut hingga proses persalinan menggunakan dukun serta dibawa ke hutan.
Pasalnya, bukan hanya
polemik itu saja yang terjadi. Lantaran di bagian wilayah pedalaman dan
terpencil alat medis menjadi persoalan utama harus ditangani. Saat persalinan
seorang wanita bernama Agustina harus melakukan operasi sesar. Sementara itu,
alat untuk melalukan operasi tidak memadai. Sebagai seorang dokter yang ingin
menyelamatkan nyawa pasien, John dalam terpaksa mengambil keputusan operasi
dilakukan menggunakan silet dikarenakan alat operasi menjadi kendala.
Dengan sumber daya alam
yang melimpah Digoel (Tanah Merah) masih mempunyai kekurangan dalam sumber daya
manusianya. Dalam Film berjudul Boven Digoel menunjukkan bahwa wilayah
pedalaman dan terpencil membutuhkan uluran tangan pemerintah untuk layanan
kesehatan juga mensejahterakan rakyatnya. Film ini juga sebagai cerminan bahwa
pemerintah masih belum menjangkau daerah-daerah pelosok.
NURUL DWIANA
NURUL DWIANA