Judul : Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat
Penulis : Mark Manson
Penerbit : Grasindo
Tahun Terbit : Februari 2018
Cetakan : Cetakan 1
Jumlah halaman : 243
Charles
Bukowski dulunya adalah seorang pecandu alkohol, pemain perempuan, pejudi,
kasar, kikir, dan hal-hal buruk yang ada dalam dirinya, tapi dia juga seorang
penyair. Bukowski bercita-cita menjadi seorang penulis. Namun, hasil karyanya
terus menerus ditolak oleh hampir seluruh majalah, surat kabar, jurnal, dan
semua penerbitan yang sudah dihubunginya. Dengan semua yang terjadi padanya, penolakan
akan karyanya membuat Bukowski depresi, dan kebiasaan kebiasaan buruknya makin
menjadi. (hal: 1)
Setelah
tiga puluh tahun ia merasa hidupnya tidak ada artinya, saat ia berumur 50 tahun
salah seorang editor di sebuah penerbitan menaruh minat padanya. Bukowski sadar
mungkin itu adalah kesempatan baginya, dan menjawab tantangan sang editor.
Setelah menandatangani kontrak, ia menyelesaikan buku pertamanya yang berjudul Post Office Selama tiga minggu, ia
menjadi penulis novel dan puisi yang sukses. Namun dengan kesuksesan yang telah
dicapainya, ia tidak malu untuk menceritakan masa lalunya.
Dari
realitas itulah yang menjadi awal dari buku ini. Mark Manson mengambil contoh
hidup Charles Bukowski dalam ulasan
buku Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat.
Buku ini adalah buku pertamanya yang ia tulis, dan sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia oleh F. Wicakso.
Masa bodoh di sini bukan berarti menjadi acuh tak acuh, melainkan masa bodoh yang
dimaksud adalah merasa nyaman saat menjadi berbeda. Masa bodoh dengan hal-hal
yang menghalangi tujuan kita untuk mencapai sesuatu. Inilah yang disebut sang
penulis sebagai sebuah seni untuk bersikap masa bodoh. (hal: 16)
Sebenarnya
isi dalam buku ini menggambarkan tentang cara pandang mayoritas manusia dalam
menjalani kehidupannya, baik pada permasalahan yang dihadapi sampai cara
pandang untuk meraih sebuah kesuksesan dalam hidup. Mark akan membantu untuk
lebih cuek pada hal-hal yang kurang penting melalui tiga seni.
Seni
pertama adalah masa bodoh terhadap segala halangan dan perjuangan demi mencapi
sesuatu yang kita inginkan. Seni selanjutnya yaitu, menemukan hal-hal yang
lebih penting sehingga bersikap masa bodoh pada hal-hal yang sepele. Begitu pun
seni yang terakhir yakni bagaimana kita mampu menentukan/ memilih keputusan mana
yang lebih penting dalam kehidupan.
Ada
salah satu pembahasan pada halaman 10 disebutkan “Bagaimana menjadi bahagia.”
Dalam buku ini dijelaskan bahwa menginginkan pengalaman positif adalah sebuah
pengalaman negatif; menerima pengalaman negatif adalah sebuah pengalaman
positif. Artinya, di saat seseorang terus selalu berusaha berada di posisi
tertinggi setiap saat, maka semakin merasa tidak puas. Semakin berusaha untuk
menjadi seseorang yang dihargai, maka akan merasa tidak berharga, terlepas dari
posisi yang sesungguhnya.
Di
dalam buku Mark Manson ini akan membantu berpikir sedikit lebih jelas untuk
memilih mana yang penting dalam kehidupan dan mana yang sebaiknya. Cuek dan
masa bodoh adalah cara yang sederhana untuk mengarahkan kembali ekspektasi
hidup dan memilih apa yang penting dan tidak penting dalam kehidupan. Mark
dalam sikap ini menilai sebagai kedewasaan.
Mark
menegaskan dalam bukunya, Ia mengatakan bahwa dia tidak akan mengajari
bagaimana mendapat atau mencapai sesuatu, namun Mark lebih kepada memberikan
solusi bagaimana cara berlapang dada dan membiarkan sesuatu yang telah pergi.
Begitu pun dengan mengubah rasa sakit menjadi sebuah petunjuk, trauma menjadi
kekuatan, dan problem menjadi lebih baik.
Buku
tentang pengembangan diri ini cukup
mudah untuk pahami. Karena dalam pembahasannya Mark Manson mendeskripsikan
kisah-kisah menarik tentang dirinya dan beberapa kisah lain yang menginspirasi
hidupnya. Mark Manson dalam buku ini
cukup banyak memberikan contoh kasus dalam pembahasan yang penting. Dengan
contoh-contoh tersebut memudahkan dalam memahami maksud dari buku ini.
Buku
dengan judul asli The Subtle Art of Not
Giving A F*ck merupakan karya pertama dari seorang blogger Mark Manson yang
terbit pada tahun 2016. Buku terjemahan ini sudah mencapai cetakan VII, dan
merupakan buku terlaris versi New York
Times dan Globe Mail.
Herlin Agustini
Herlin Agustini