Demi
memenuhi kebutuhan perkuliahan, pelbagai upaya ditempuh mahasiswa. Salah
satunya, bekerja sebagai tim survei Pemilu di pelbagai lembaga.
Tinggal
hitungan minggu Indonesia akan menghelat pesta demokrasi, tepatnya pada 17
April 2019. Masyarakat pun dengan gegap gembita menyambut pesta lima tahunan
tersebut. Bagi sebagian mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan
Legislatif (Pileg) tak ubahnya lahan rezeki.
Pelbagai
lembaga survei seperti Polmark, Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC)
dan Indikator turut
memeriahkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 kali ini. Mereka berlomba-lomba menyajikan
data Pemilu dari hasil survei. Mahasiswa pun ikut berpartisipasi bekerja
sebagai tim survei.
Sebagaimana
dialami Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Jurusan Kimia Rifki Wahyu Hidayat.
Untuk mengisi waktu luang liburan, dirinya
turut andil bekerja sebagai tim survei di beberapa lembaga. Bermula dari ajakan
teman, kurang lebih dua minggu ia menggeluti pekerjaan tersebut.
Tak
mudah bekerja sebagai tim survei, berbagai penolakan dialami Rifki. Misalnya,
ia pernah ditolak ketika mengurus perizinan tugas di Kecamatan Kebagusan,
Jakarta Selatan. Alhasil ia pun terpaksa mencari lokasi lain. “Tidak mudah
menyebarkan kuisioner begitu saja,” tegas Rifki, Rabu (6/3).
Bagi
Rifki, tujuan utama bekerja sebagai tim survei tak lebih untuk membayar biaya
kuliah. Walaupun selebihnya dapat ia gunakan untuk jajan dan keperluan lainnya.
Upah yang ia terima lumayan besar, sekitar Rp 750 ribu per lembaga survei. Jika
ditotalkan, pendapatan yang ia terima selama dua minggu bekerja di tiga lembaga
survei mencapai Rp 2 juta . “Enak sih sebenernya kalo udah dijalanin. Capek
tapi senang,” ungkapnya, Rabu (6/3).
Hal
serupa dirasakan oleh mahasiswa Fakultas Ushuluddin Jurusan Ilmu Tasawuf Bunga
(Nama samaran). Karena
kebutuhan di kampus, ia mau
bekerja sebagai tim survei. Sebagai mahasiswa, ia pun punya keinginan memperoleh
uang dari hasil jerih payah sendiri. Selain rasa penasaran yang ia alami
tentang mekanisme kerja sebagai tim survei.
Ada
banyak keuntungan yang didapat Bunga sebagai tim survei. Diantaranya menambah
rasa kepercayaan diri, melatih etika berbicara, dan tentunya dapat menjelajahi
tempat baru. Salah satu tugas tim survei adalah mewawancara warga, hal tersebutlah
yang membuat tingkat kepercayaan diri Bunga bertambah.
Bukan
hanya keuntungan, kendala pun harus Bunga dihadapi. Misalnya, saat ia ditempatkan
di daerah perkotaan, banyak warga berprasangka negatif. Tapi ia memakluminya, sebab
maraknya kasus penipuan menjadikan warga waspada. Bahkan temannya sebagai tim
survei pernah disangka penipu. “Teman saya harus menunjukkan Kartu Tanda Penduduk
(KTP) sebelum wawancara,” ujarnya, Rabu (6/3).
Menjadi
tim survei bukan pengalaman pertama bagi Bunga, sebelumnya ia pernah
ditempatkan di pelosok Kabupaten Cianjur. Jarak tempuh yang jauh, mengharuskan
Bunga berangkat dari Ciputat pagi buta untuk mengejar waktu. Untungnya, uang
transportasi yang ia dapatkan tidak sedikit. “Waktu itu saya mendapat ongkos Rp
700ribu,” tuturnya.
Bekerja
sebagai tim survei karena faktor kebutuhan hidup, tak hanya dialami Bunga.
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Jurusan Ilmu Tasawuf Muhammad Supriyadi turut
merasakannya. Ia menganggap manfaat yang diperoleh sebagai tim survei cukup
banyak, salah satunya dapat bersosialiasi dengan masyarakat.
Supriyadi
penah mengalami peristiwa menyedihkan ketika ditugaskan di perkotaan. Sifat
warga kota yang acuh membuat dirinya kesulitan mewawancarainya. Tak hanya itu,
bahkan banyak juga warga yang meremehkannya. “Ada
yang menanggap kita sebagai pengemis,” ungkapnya, Sabtu (9/3).
Menanggapi
banyaknya mahasiswa UIN Jakarta yang bekerja menjadi tim survei, Wakil Rektor
Bidang Kemahasiswaan Masri Mansoer menyambut positif kegiatan tersebut. Menurutnya andil menjadi tim
survei, mahasiswa bisa menambah
pengalaman dan melatih diri untuk membaca berbagai karakter masyarakat.
Masri berpesan, agar mahasiswa yang
bekerja sebagai tim survei dapat bertugas
dengan baik dan benar. Sebagai kaum terpelajar, mahasiswa
harus bekerja sejujur mungkin dan tidak melakukan kecurangan. “Jangan pernah
memanipulasi data,” tegas
Masri saat ditemui di ruangannya, pada Jumat (8/3).