Badut menghibur untuk sebuah profesi. Namun berbeda
halnya dengan ABI, yang menjadikan badut sebagai bentuk aksi sosial.
Badut sangat identik dengan kebahagiaan, perilaku konyol,
dan berbagai pernak-pernik perlengkapan sukses membuat siapa pun tertawa saat
melihatnya. Polesan cat warna merah di hidungnya serta sepatu besar, tak pelak
menambah kesan menghibur dari mimik wajahnya.
Banyaknya perlengkapan pementasan yang dikenakan badut,
kerap kali menimbulkan stereotip akan profesi yang remeh. Karena selain
terkesan enteng, profesi ini dapat
dilakukan oleh siapa saja tanpa keahlian khusus.
Akan tetapi, ditangan Dedy Delon dan kawan-kawan stereotip
itu diubah. Badut tidak lagi sebatas profesi yang identik semata-mata untuk
hiburan saja, justru dijadikan profesi yang kaya akan nilai sosial. Dengan
membentuk Komunitas Aku Badut Indonesia (ABI), Dedy bersama teman seprofesinya
mulai melakukan penggalangan dana dengan melakukan pertunjukan badut dengan
tarif sukarela.
Hasil dari pertunjukan didonasikan untuk membantu
anak-anak penderita kanker, yatim piatu dan bencana alam. Donasi tersebut
kemudian disalurkan kepada beberapa yayasan yang dirasa tapat, seperti Yayasan
Amarilis, Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia hingga Yayasan Pita Kuning Anak
Indonesia.
Upaya penggalangan dana tidak berhenti sampai di situ,
ABI juga menjual merchandise berupa
pin dan kalender di Car Free Day
kawasan Bundaran Hotel Indonesia. Kalender dan pin hasil produksi sendiri ini dijual
seharga 10 ribu, dengan modal yang berasal dari para donatur untuk selanjutnya dijual
kembali.
Selain itu, ABI juga menjual dan memproduksi atribut
badut, seperti sepatu dan wig badut. Hasil keuntungan nantinya disatukan dengan
agenda penggalangan dana lain. “Bisa dibilang kita shodaqoh profesi,” ucap Dedy,
Minggu (3/3).
Komunitas yang terbentuk sejak 28 Januari 2018 kini telah beranggotakan 12 badut tetap.
Salah satunya Irwan Riswara atau yang akrab dipanggil Asep. Berawal dari
partisipasi dalam pertunjukkan galang dana, kini ia bergabung dengan ABI. “Berawal
dari ajakan, akhirnya masuk komunitas,” terang Asep, Kamis (7/3).
Perjalanan awal menjadi seorang badut adalah hal yang
tidak mudah bagi Asep. Karakter Asep yang tidak acuh mulai berubah seiring
dengan keikutsertaan bersama ABI. Tetapi, seiring dengan pelatihan profesi
badut yang diajarkan ABI alhasil sedikit demi sedikit jiwa sosialnya mulai
tumbuh. Asep akhirnya bergabung dengan ABI Januari 2019, “banyak belajar
nilai-nilai sosial dari komunitas ini,” jelasnya, Kamis (7/3).
Perjalanan ABI hingga satu tahun ini tak semua
berjalan mulus. Keterbatasan dana transportasi untuk ke daerah-daerah merupakan
suatu kendala terbesar yang harus dihadapi. “Setidaknya ada media yang
memberikan sponsor,” ungkap Dedi Delon, Minggu (3/3).
Kedepannya, ABI berkeinginan untuk melatih anak-anak
gelandangan dan kolong jembatan agar memiliki keahlian sulap maupun pantomim. Tidak
tertinggal pertunjukan akrobatik yang diberikan secara cuma-cuma di 2019 ini.
“Tetapi belum mendapat sokongan dan berharap dilirik pemerintah,” ucap Asep,
Minggu (3/3).
Nurul Dwiana