Berbagai
perbincangan mengenai ideologi
akhir-akhir ini banyak bermunculan, bahkan ada juga yang tidak tahu apa itu ideologi.
Begitu juga dengan berbagai problematik yang terjadi di masyarakat. Berawal
dari itu Mufakat Budaya Indonesia (MBI) melaksanakan diskusi publik untuk
menjawab mengenai hal-hal yang terjadi di Indonesia. Diskusi diselenggarakan
di Ruang Diorama Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jumat (26/10).
Diskusi
bertema Membincang Kembali Ideologi
Indonesia; Di Mana Sebenarnya Tempat Ideologi Indonesia Dalam Kehidupan Kita?”
membahas isu-isu mutakhir yang ada di Indonesia. Dihadiri oleh empat pembicara
yaitu Guru Besar UIN Jakarta Azyumardi Azra, Budayawan Radhar Panda Dahana,
Aktivis Perempuan Musdah Mulia, dan Ahli Politik Indonesia Mochtar Pabottingi.
Azyumardi
Azra dalam diskusi ini menyinggung mengenai pembakaran bendera yang bertuliskan
kalimat tauhid yang sedang hangat diperbincangkan di masyarakat. Menurutnya,
yang dibakar itu bukanlah kalimatnya, melainkan bentuk benderanya saja. “Maka
dari itu jangan pernah menjadikan kalimat tauhid sebagai simbol dari sebuah
politik,” ucapnya.
Kemudian,
Azra menanyakan kepada audiens. “Masih relavankah pancasila?” ruang auditorium
itu pun hening sejenak. Kemudian, Azra melanjutkan dengan mengatakan pancasila
masih relavan, begitu juga dalam penggunaannya sebagai kode etik politik.
Pancasila selain sebagai dasar negara, pancasila juga dipertegas sebagai
ideologi Negara Indonesia.
Tak
hanya Azra, Mochtar Pabottingi juga menegaskan, peristiwa pembakaran bendera
merupakan perintilan kebenaran. Menurutnya, organisasi masyarakat keislaman tak
akan membakar kalimat tauhid. Ia meminta agar masyarakat harus menggunakan
kewarasan dalam menyikapi kasus tersebut. “Banser tidak mungkin membakar
tauhid,” ujarnya.
Pembicara
ketiga, Musdah Mulia membagi kondisi bangsa ke dalam tiga kelompok, yaitu
kelompok yang menerima pancasila, kelompok yang menolak pancasila, dan kelompok
yang tidak tahu pancasila. Kelompok yang menerima pancasila adalah kelompok
tahu akan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Berbeda dengan yang
menolak pancasila, mereka tahu namun tak setuju jika dijadikan sebagai ideologi
negara. Ada pun yang tidak tahu apa itu pancasila, mereka tidak kenal falsafah
bangsa. “Terlalu banyak energi bangsa ini terkuras untuk hal-hal yang tidak
bermutu,” jelasnya.
Seperti
halnya peserta dari perwakilan Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI)
Sinta. Ia mengatakan bahwa motivasi utamanya mengikuti diskusi ini untuk
menambah ilmu dan bisa mengetahui pemasalahan terkini. “Banyak di luar sana mempermasalahkan
bendera. Saya kesini supaya lebih tahu bagaimana kejelasannya,” ujarnya, Jumat
(26/10).
Diskusi
publik ini merupakan rangkaian pra-acara menuju Temu Akbar Mufakat Budaya
Indonesia 2018. Diskusi kali ini merupakan yang kedua setelah dilaksanakan di
Bantara Budaya Jakarta (18/10).
MBI
merupakan forum terbuka untuk pemufakatan gagasan-gagasan keindonesiaan sejak 2007
lalu. MBI ini merupakan kumpulan para cendikiawan, seniman, kepala adat dan budayawan
yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia.