Suasana gelap menyambut penonton yang kian memadati
ruangan. Kursi ditata mengelilingi panggung ceper di tengahnya. Terlihat beberapa
baju oblong bertuliskan penggalan puisi Ana Bunga karya Sutardji Calzoum Bachri
tergantung di langit-langit ruangan. Di tengah remangnya pencahayaan, terus
diputar suara aneh hasil manipulasi elektronik yang menambah kesan tegang.
Lima belas menit penonton menunggu, tiga pemain mulai
masuk ke area panggung. Mereka duduk di kursi dan seakan membaca partitur ada
terpampang. Tak bernyanyi, mereka malah mengeluhkan soal tubuh mereka. Mulai
dari bentuknya, hingga bulu di tubuh mereka yang ‘seakan tak ingin dicukur’. Para
pemain terus mengeluh dengan tempo yang tidak beraturan sehingga penonton harus
berkonsentrasi untuk menangkap maknanya.
Bersamaan dengan mulai redupnya pencahayaan, ketiga
pemain tersebut turun dari panggung dan berganti sang Komposer Tubuh, Bunyi dan
Kata (TUBUKA) Gema Swaratyagita. Gema lantas membacakan puisi yang tertulis
pada baju oblong, sembari menjepitkan beberapa catatan dengan tagar #TellSomethingtoYourBody
yang ditulis penonton sebelum memasuki ruangan.
Para pemain kembali masuk dan berkumpul di tengah
panggung. Mereka mulai menggosok serta menepuk kedua tangan mereka. Seiring
meredupnya lampu, suara tubuh mereka juga berhenti. Saat lampu kembali hidup, suara
tamparan sekujur tubuh mereka, kecupan, serdawa, nafas tersengal-sengal dan
suara aneh lainnya semakin gaduh. Dengan kata lain, pencahayaan mengatur
dinamika para pemain.
Pada babak inti, para pemain mulai bernyanyi dengan suara
sopran sembari seorang pemain lainnya melakukan perkusi tubuh di tengah
panggung. Lirik yang mereka nyanyikan berasal dari penggalan puisi Anu Bunga dan
keluhan-keluhan mengenai tubuh. Begitu nyanyian selesai, mereka semua berkumpul
kembali dan terkapar di tengah panggung.
Penampilan TUBUKA menjadi suatu hal yang baru bagi Gema.
Ia menggunakan medium dan konsep dasar dari tubuh, bunyi dan kata untuk dasar
proses karya hasil kolaborasi Laring Project dengan Rumah Millenials ini. Gema
berpikir untuk membuat musik tanpa menggunakan instrumen musik pada umumnya. Unuk
itu, ia pun bertemu dengan banyak orang puisi, teater, tari maupun penampilan
seni lainnya. “Saya juga melakukan banyak brainstorming untuk
menghasilkan karya TUBUKA ini,” ujar Gema, Jumat (26/10).
Karya yang menggunakan tubuh ini menjadi salah satu
‘inventaris’ ide Gema. Refleksi awal Gema menggarap pertunjukkan TUBUKA tidak
lain adalah seberapa jauh dirinya berkomunikasi dengan tubuhnya sendiri. Ia juga
mengajak siapa pun yang ingin berpartisipasi dalam pembuatan karya ini untuk mengirim
audio bunyi-bunyi tubuh mereka. Audio tersebutlah suara-suara aneh yang disetel
di awal pertunjukkan. Selain itu, mereka juga mengirim kisah-kisah berkomunikasi
dengan tubuh mereka.
Gema juga mengolah bunyi dan kata tersebut menjadi sebuah
‘tubuh’ tersendiri. Jika biasanya seorang komposer hanya membuat sebuah
partitur yang akan dimainkan, TUBUKA berbeda. Gema tidak hanya menggunakan
unsur musikal, tetapi juga unsur teatrikal dan puitis. “Saya merasa bahwa harus
ada unsur-unsur pendukung selain musik pada pertunjukkan TUBUKA ini,” ungkap
Gema.
Di balik pertunjukkan ini, terdapat fakta bahwa para
pemain, komposer dan semua orang yang terlibat pada karya ini tidak ada yang berasal
dari latar teatrikal. Contohnya Thressia, salah satu pemain yang merupakan
seorang pemain alat musik perkusi. Pada TUBUKA, ia dituntut untuk melakukan
perkusi tubuh tanpa instrumen musik apa pun. “Tanpa ada kemampuan teater dan
tari, TUBUKA menjadi tantangan tersendiri bagi saya,” ujar Thressia, Jumat
(26/10).
Kesan pun disampaikan oleh pemain lainnya, Tessa
Priyanka. Ia mengatakan, proses persiapan TUBUKA sangat dinamis. Gema harus
mempelajari setiap karakter suara dan tubuh para pemain. Di samping itu, target
Gema untuk mengajak kita untuk lebih mengenali apa yang ada pada diri kita harus
tersampaikan. Kita sibuk mendengar ‘kata’ dan ‘bunyi’ orang lain, tetapi lupa
akan ‘kata’ dan ‘bunyi’ milik sendiri. “Kenali dan hargai tubuh kita
masing-masing, itulah fakta yang jujur,” pungkas Tessa, Jumat (26/10).
MSSM