Siang dan malam
kini berlalu seperti biasanya lagi bagi Septiara Anugrah (15). Namun, sesekali
pikirannya menerawang ke hari dua bulan silam, ketika gempa M 7,0 mengguncang
Lombok Utara selepas isya, Ahad (5/8). Gelap, gemuruh bangunan rubuh, dan
teriakan kepanikan mengiringi langkahnya sampai ke pengungsian. Sejak kala itu,
malam bagi Septiara–dan mungkin juga ribuan warga Lombok lain–selalu menyimpan
kengerian.
Satu per satu
hari-hari berat dilalui. Kini, malam sudah kembali seperti sediakala, menjadi
penghantar lelah menjadi rebah. Septiara yakin akan hari esok yang lebih baik.
Seperti pagi, Rabu (17/10), ia sudah bersiap diri sejak pagi untuk berangkat
sekolah di MTs Nurul Jihad. Walau masih harus belajar di tenda, semangatnya
tetap menggebu untuk menuntut ilmu. “Ya, Kak, harus semangat karena sebentar
lagi mid semester,” akunya saat kami hubungi, Selasa (16/10).
Septiara dan
keluarganya adalah penyintas gempa di Desa Sambik Jengkel, Kayangan, Lombok
Utara. Ia menjadi salah satu penerima manfaat Family Shelter Aksi Cepat Tanggap
(ACT). Sejak akhir September lalu, ia telah tinggal di rumah barunya itu.
Tempat tinggal
memang menjadi kebutuhan yang sangat diharapkan bagi masyarakat terdampak
gempa. Rumah menjadi salah satu sumber semangat bagi mereka untuk bangkit
kembali setelah tidak punya apa-apa. Hal itu mengingatkan kepada pernyataan
Masrur, salah satu penyintas gempa yang kini tinggal di kompleks hunian
terintegrasi (Integrated Community Shelter/ICS) Gondang, Kecamatan Gangga,
Lombok Utara.
“Tidak bisa
tidak. Kita, (para pemuka agama dan pimpinan desa) sudah menyerukan sejak awal.
Masyarakat harus bangkit, tidak boleh apatis dengan keadaan ini, kita harus
mulai dari nol lagi. Anak-anak sudah harus sekolah, suami-suami harus
berkegiatan sebagaimana kepala rumah tangga. Nah, untuk memulai itu semua harus
nyaman, dan kalau mau nyaman ya di hunian sementara itu," jelasnya, Jumat
(7/9) silam.
Pendampingan pemulihan Lombok berkelanjutan
Di masa pemulihan
yang telah berlangsung selama lebih dari sebulan, ikhtiar untuk membangun
kembali Lombok masih berlanjut. ACT telah menyediakan ribuan hunian dan
fasilitas umum bagi masyarakat terdampak gempa di Lombok. Hunian pertama
diwujudkan dalam kompleks ICS yang diresmikan 18 September silam. Menyusul itu,
ACT juga tanggap menyediakan family shelter dan knockdown shelter di Lombok
Utara dan Lombok Timur.
Aghny Fitriany
selaku Koordinator Program Pemulihan ACT untuk Lombok melaporkan, pengerjaan
lanjutan hunian terintegrasi di ICS Gondang sudah mencapai 90 persen. Pekerjaan
kini pada tahap penyelesaian 80 unit terbaru. Begitu pun penyelesaian family
shelter di Dusun Sambik Jengkel Barat, Desa Slengen, Kayangan, dari 149 unit
yang direncanakan, 130 di antaranya dalam pengerjaan. Sementara itu,
pembangunan family shelter di dusun tetangganya, Dompo Indah, telah mencapai 70
persen dari total 152 unit.
“Yang sudah
selesai penuh adalah pendirian knockdown shelter (hunian bongkar pasang) di
sembilan titik daerah yang tersebar di Kabupaten Lombok Utara dan Lombok
Timur,” terang Aghny.
Namun, Ahgny
menjelaskan, masih banyak masyarakat terdampak gempa di daerah tertentu yang
membutuhkan shelter. “Salah satunya Dusun Ketapang, Desa Madayin, Sambelia,
Lombok Timur yang terdampak gempa sejak 29 Juli lalu,” ujarnya.
Selain hunian,
pada tahap pemulihan, ACT juga melakukan pembangunan sejumlah masjid, sekolah,
dan MCK. Masjid Nur Solihin di kompleks ICS menjadi masjid yang pertama kali
diselesaikan. Pada Jumat (8/9) silam, masjid Nur Solihin digunakan untuk
melaksanakan salat Jumat pertama kali. Tidak lama, menyusul masjid Al Amin di
Dusun Sambik Jengkel Barat, Desa Slengen, Kayangan.
Per Rabu
(17/10), ACT tengah membangun 12 masjid dan musala di Lombok Utara, sepuluh di
antaranya sempurna dirampungkan. Dua lainnya masih sampai tahap 50 persen,
yakni di Kecamatan Gangga, Masjid Haqqul Yaqin di Dusun Pandanan dan Masjid
Islahul Ummah di Dusun Sebaro. Serupa, Masjid Darussalam di Dusun Medana, Desa
Madayin, Sambelia juga masih di tahap 50 persen.
Fasilitas
sanitasi pun turut dibangun dalam mendukung fase pemulihan. Sembilan dari
sebelas titik pembangunan sudah diselesaikan, dua lainnya sedang disiapkan
untuk mendukung MCK Masjid Al Ikhlas di Dusun Karang Jurang, Gangga, dan Masjid
Baroq di Desa Samaguna, Tanjung.
Menilik lagi dua
bulan silam, masyarakat penyintas gempa Lombok melalui fase tanggap darurat
dengan keterbatasan, di tengah duka yang masih menggelayut. Kini Lombok bangkit
perlahan, dengan kepedulian yang tiada henti mendampingi.
Upaya-upaya
dalam memulihkan Lombok bukanlah kinerja satu pihak semata, melainkan kerja
sama dan uluran bantuan seluruh masyarakat Indonesia. Begitu pula doa semua:
Lombok bisa pulih seperti sedia kala.