Kekerasan terhadap
pers mahasiwa kembali menimpa dua anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Siar
Universitas Negeri Malang saat sedang meliput aksi damai bertema Roma Agreement
Ilegal. Aksi tersebut dilakukan oleh Massa aksi Front Rakyat Indonesia Untuk
West Papua (FRI-WP) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) yang berlangsung di Alun-alun
Kota Malang pada Minggu, (30/9).
Peristiwa berawal saat
AMP sedang berorasi namun tiba-tiba segerombolan Ormas Pemuda Pancasila (PP)
dan Haris Budi Kuncahyo (HKB) datang menghampiri kerumunan massa aksi. Mereka
yang menolak aksi ini kemudian melakukan tindakan represif kepada massa aksi
FRI-WP dan AMP.
Sambil berteriak dan
mengumpat, gerombolan PP-HKB mendatangi kerumunan aksi dan melakukan tindakan
represif kepada massa aksi. Massa aksi mencoba melingkar dan melindungi anggota
yang dihujami pukulan bahkan tendangan. Gerombolan PP-HKB berdalih merepresi
karena ingin menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Aksi yang tadinya
berlangsung damai menjadi ricuh dan tidak kondusif. Ahmad Kevin Alfirdaus dan
Achmad Fitron Fernandha—dua anggota LPM Siar yang sedang meliput—juga terkena
tindakan represif tersebut. Padahal saat kejadian mereka sedang bertugas untuk
mendokumentasikan aksi tersebut.
Kevin juga diintimidasi
oleh oknum ormas saat sedang merekam kerusuhan. Ia didatangi kemudian diteriaki
dan disuruh memilih Indonesia atau
Papua, namun ia tidak menjawabnya.
Ormas PP-HKB juga
meminta Kevin untuk menunjukkan kartu pers. Namun ia belum memilikinya karena masih
berstatus anggota baru. Sejatinya ia memiliki surat tugas, tapi belum sempat
menunjukannya ia sudah terlanjur dipukuli.
Akhirnya, Kevin
melangkah mundur menjauhi kerumunan Ormas dan berhasil ditarik keluar oleh
polisi dari gerombolan pengeroyok. Ia sangat menyesalkan kejadian tersebut. Menurutnya,
walau tidak memiliki kartu pers bukan menjadi alasan untuk mendapat kekerasan
fisik saat meliput.
Kevin mendapat pukulan
di kening bagian kanan, pipi kiri, rahang kanan, dada, tempurung, dan lecet di
bagian telinga. Fitron, salah satu teman Kevin dari LPM Siar juga mengalami
kekerasan fisik saat berusaha melindungi Kevin. Fitron terkena pukulan di
punggung.
Menanggapi kasus tersebut, Perhimpunan Pers Mahasiswa
Indonesia (PPMI) Kota Malang mengeluarkan press release pernyataan sikap pada
Rabu (3/10). Dalam pers release tersebut disebutkan:
1.
Mengecam
keras tindakan pengeroyokan terhadap jurnalis pers mahasiswa LPM Siar UKMP UM
yang diduga dilakukan oleh gerombolan Haris Budi Kuncahyo dan Ormas Pemuda
Pancasila
2.
Menuntut
gerombolan HBK dan ormas PP untuk tidak lagi melakukan tindakan intimidasi dan
kekerasan terhadap jurnalis yang tengah melakukan tugas jurnalistik sesuai
dengan Undang-Undang dan kode etik yang berlaku
3.
Menuntut
pihak kepolisian agar lebih tegas dan professional dalam menjalankan tugasnya
mengawal penyampaian aspirasi masyarakat di muka umum
4.
Menuntut Dewan Pers untuk memberikan jaminan
perlindungan terhadap jurnalis pers mahasiswa
5.
Menghimbau
kepada masyarakat untuk mendukung pers dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik
6.
Mengajak
seluruh elemen masyarakat pro-demokrasi untuk bersolidaritas bersatu melawan
pemberangusan ruang demokrasi dan persekusi terhadap masyarakat.
Fitron—sebagai salah satu korban—sangat mengapresiasi
sikap PPMI yang responsif atas kekerasan yang dialaminya. PPMI sendiri langsung menerbitkan pernyataan sikap dan
tuntutan terhadap kasus yang dialami Jurnalis LPM Siar. “Untuk saat ini kita menuntut
mereka dengan tujuan edukasi terkait kebebasan pers,” ujarnya saat dihubungi via
Whats App pada Kamis (11/10).
Lebih lanjut, Wakil Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat
dan Penegakan Etika Pers, Hendry Ch Bangun menyatakan, Dewan Pers mengecam
tindak kekerasan terhadap wartawan yang bertugas. Karena pada prinsipnya,
wartawan meliput untuk memberi informasi kepada masyarakat.
Menurutnya, seorang wartawan dalam bertugas harus
membawa identitas yang jelas serta mudah dilihat petugas keamanan. Apalagi saat
meliput peristiwa yang berpotensi menimbulkan kericuhan. Ia juga mengungkapkan
regulasi tentang pers mahasiswa pada dasarnya bukan wewenang Dewan Pers.
“Seharusnya korban membuat visum dan segera lapor ke polisi,” pungkasnya saat
di hubungi via Whats App, Kamis
(11/10).