Salah
satu kemunduran sebuah bangsa ditandai ketika masyarakatnya tidak mengenal
warisan budayanya sendiri. Demikian pendahuluan yang ditulis oleh staf dosen Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPI, Yulianeta dalam papernya
yang disampaikan dalam Seminar Internasional Pernaskahan Nusantara IV di
Perpustakaan Nasional, Senin (17/9).
Seperti diketahui bahwa Bangsa Indonesia memiliki koleksi
manuskrip Naskah Nusantara berjumlah sekitar 11.300 yang tersimpan di
Perpustakaan Nasional. Naskah kuno tersebut menjadi bukti kekayaan intelektual
dan termasuk budaya Indonesia. Naskah Nusantara ini sangat melimpah, karena tersebar
di hampir seluruh kepulauan di Nusantara.
Namun pada kenyataannya, Naskah Nusantara sendiri
tidak dikenal oleh masyarakat. Apalagi di kalangan anak muda jaman sekarang
atau yang biasa disebut generasi milenial. Padahal isi dari naskah nusantara sarat
akan makna dan memiliki kandungan nilai luhur tentang jati diri bangsa.
Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang
Pembangunan Karakter, Arie Budhiman mengungkapkan bahwa Naskah Nusantara dapat
menjadi sumber budaya yang strategis bagi pendidikan serta kebudayaan. Karena
dapat membentuk jati diri bangsa dan juga terkandung nilai karakter yang
berbasis kearifan lokal yang mampu melampaui zaman.
Namun, dalam mengaktualisasikannya terdapat beberapa
tantangan, salah satunya ialah akses penyebaran yang terbatas. Sebab, ribuan
naskah tersebar di berbagai etnis dan suku yang ada di Indonesia. Sumber daya
manusia (SDM) milenial juga merupakan suatu tantangan tersendiri karena
generasi milenial sangat lekat dengan perangkat teknologi digital atau gawai,
tidak bisa membaca naskah kuno yang banyak menggunakan bahasa Arab, Jawa Kuno
dan bahasa-bahasa daerah.
Dengan adanya tantangan-tantangan tersebut Arie
menjelaskan bahwa aktualisasi naskah nusantara harus dapat dilaksanakan. Naskah
nusantara mempunyai nilai yang penting bagi kebudayaan nasional dan tentu
anugerah ini perlu dilestarikan dan diperkenalkan. “Sekarang era digital dengan
konteks televisi, film dan buku elektronik. Inilah media yang dapat kita
manfaatkan untuk melakukan distribusi naskah nusantara,” paparnya saat menjadi pemateri
Seminar Internasional di Perpustakaan Nasional, Senin (17/9).
Di sisi lain, menurut Yulianeta yang
juga seorang peneliti Naskah Nusantara, mengatakan fenomena Naskah Nusantara saat
ini ialah banyak tersimpan di museum atau perpustakaan namun tidak tersentuh
oleh anak-anak dan remaja. “Sangat memprihatinkan apabila Naskah Nusantara
hanya tersimpan sebagai warisan tapi generasi sekarang tidak tahu isinya,” katanya.
Selanjutnya Yulianeta memaparkan bahwa menyampaikan
isi Naskah Nusantara ke generasi milenial dapat dilakukan dengan cara kekinian.
Seperti dengan menjadikan ke dalam cerita yang bersumber dari Naskah Nusantara
dan dibuat animasi. “Saya membuat naskah kuno agar bisa terbaca oleh generasi
milenial dengan ditransformasikan ke dalam bentuk yang kekinian,” tegasnya.
Dalam simpulannya ia berharap agar naskah nusantara
dapat dimasukan ke dalam kurikulum
pendidikan. Apalagi sekarang dibutuhkan media untuk menyampaikan nilai-nilai
luhur masa lalu kepada anak-anak dan remaja. Sebab isi dari naskah nusantara
dapat dijadikan sumber pendidikan karakter bagi anak bangsa.
Mantan
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudi Latief menuturkan bahwa
hampir seluruh masalah Indonesia ialah ketidakmampuan untuk mengembangkan dan
merawat warisan-warisan nenek moyang. Selain itu, ia menambahkan bahwa mendorong pendidikan karakter dapat dikaitkan
dengan sesuatu yang sudah riil dalam naskah-naskah kuno. “Kita punya kesempatan
dengan kekayaan kultural yang ada. Untuk kembali menghidupkan ulang narasi
Naskah Nusantara dalam kehidupan sekarang,” tutupnya.
RDA