Oleh : Muhammad Teguh Saputro*
Pengenalan Budaya Akademik Kampus atau yang lazim
dikenal dengan PBAK merupakan budaya atau kegiatan wajib yang dilaksanakan
pihak kampus UIN Jakarta sebagai kegiatan awal serta pengenalan budaya kampus
kepada mahasiswa baru. Sehingga tidak heran persiapan untuk mensukseskan
kegiatan PBAK ini dilakukan secara matang dan maksimal, mulai dari pihak
Universitas dalam hal ini adalah Dema Universitas, Fakultas dalam hal ini
adalah Dema Fakultas sebagai pemegang dan penanggung jawab acara hingga tingkat
jurusan.
Namun PBAK yang sejatinya memperkenalkan budaya,
mempromosikan keunikan serta keunggulan UIN Jakarta ini sedikit ternodai dengan
adanya kabar atau keluhan dari mahasiswa baru terkait waktu salat yang begitu ngaret. Diperparah lagi adanya halangan
atau larangan dari pihak panitia – Dema
FITK UIN Jakarta - kepada mahasiswa
baru yang berinisiatif meminta izin melakukan salat ditengah padatnya materi
atau jadwal kegiatan PBAK itu sendiri.
Tidak berhenti di situ, tangggapan dari panitia PBAK
sendiri terkait hal ini sangatlah mengecewakan, sebagai kakak tingkat atau yang
lebih populer dikenal dengan gelar senior,
menyuruh mahasiswa baru untuk menjama’
salat yang seharusnya masih bisa dilakukan juga kekeliruan yang luar biasa.
sebagai senior, panitia, sekaligus
pengurus Dema FITK melakukan perbuatan semacam itu dapat mengotori marwah PBAK
sendiri, juga dapat mencoreng nama besar Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan –
sebagai fakultas yang terkenal dengan melahirkan generasi-generasi pendidik –
lebih umum lagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai
kampus Islam terbaik di Indonesia.
Kembali ke persoalan PBAK FITK UIN Jakarta, sesuai
dengan pengakuan mahasiswa baru FITK dari jurusan Pendidikan Agama Islam yang
enggan disebutkan namanya. Dia nampak kecewa besar dengan manajemen waktu PBAK
yang tidak mendahulukan atau memprioritaskan mahasiswanya untuk salat terlebih
dahulu sebelum melanjutkan materi.
Meski sempat dijanjikan oleh pihak panitia terkait
mobilisasi salat berjamaah, hal itu tidak pernah terealisasi sampai waktu
menunjukkan pukul 17.00 lebih. Bahkan dia bersama teman-teman mahasiswa barunya
sampai nekat salat sendiri di Lobi Barat FITK hanya dengan beralas kardus,
sebuah pemandangan yang sangat mengelus dada bagi yang melihatnya. Pengakuan
lain juga didapat dari mahasiswi baru dari jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang hanya diberikan izin dari panitia untuk melakukan salat di
selasar samping audit Harun Nasution di tengah acara yang masih berlangsung.
Ironi. Kesuksesan dan kelancaran PBAK memanglah
penting, namun meninggalkan atau mengesampingkan kewajiban salat sebagai
mahasiswa muslim juga merupakan kesalahan fatal. Kesalahan yang seharusnya
tidak dilakukan oleh panitia – Dema FITK – sebagai sosok-sosok pilihan yang
dipercaya untuk mensukseskan pesta sepekan tersebut. Juga merupakan evaluasi
bagi Sema FITK dan Pengawas PBAK yang sampai luput dengan perkara yang
kelihatannya sepele ini. Mengambil dari salah satu poin slogan yang digaungkan
oleh Dema FITK di PBAK edisi 2018, berslogan Agamis, nyatanya miris.
*Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
*Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia