Kesetiaan
untuk tidak mengkhianati tanah kelahiran merupakan bukti nasionalisme
seseorang. Namun kesetiaan juga bisa dibuktikan dengan menampilkan identitas peduli
kemanusiaan tanah leluhur.
Ibarat makan buah
Simalakama, serba salah. Keadaan itulah yang cocok menggambarkan kehidupan
pengacara James B. Donovan (Tom Hanks) ketika diminta menjadi pendamping seorang
mata-mata.
Keadaan semakin rumit
tatkala mengetahui terdakwa yang akan dibelanya merupakan mata-mata Uni Soviet
Rudolf Abel (Mark Rylance). Donovan berpikir, jika ia mendampingi Abel di
pengadilan, maka rakyat AS akan membencinya karena telah membela musuh
bebututan AS dalam Perang Dingin.
Seperti diketahui, Perang
Dingin merupakan sebutan bagi periode terjadinya ketegangan antara negara-negara Barat yang dipimpin AS dengan
negara Timur yang dinahkodai Uni Soviet. Peristiwa
ini dimulai setelah keberhasilan Sekutu mengalahkan
Nazi, Jerman di Perang
Dunia II, yang kemudian menyisakan Amerika
Serikat dan Uni
Soviet sebagai dua negara
adidaya.
Disebut Perang
Dingin karena kedua belah pihak—AS dan Uni Soviet— tidak pernah terlibat dalam
aksi militer secara langsung, namun masing-masing pihak memiliki senjata
nuklir yang dapat menyebabkan
kehancuran besar. Hal inilah yang menyebabkan Uni Soviet mengirimkan
mata-matanya untuk mencari informasi tentang senjata nuklir AS.
Pada 1972 Uni Soviet
mengirim Rudolf Abel sebagai mata-mata dengan misi mencari informasi tentang
senjata nuklir AS. Apes bagi Abel, ia tertangkap CIA di apartemennya sesaat
setelah mengambil pesan dalam koin di sebuah taman. Atas penangkapan tersebut,
Abel terancam hukuman mati.
Seperti di pengadilan
pada umumnya, seorang terdakwa berhak mendapatkan pembelaan hukum atas apa yang
telah dilakukannya dan hal itu merupakan tugas pengacara. CIA, melalui agennya
Hoffman (Schod Shepherd) meminta James
B. Donovan untuk mendampingi Abel di pengadilan, namun Donovan menolak dengan
beberapa alasan yang telah saya kemukakan diatas.
Posisi Donovan sangat
dilematis. Satu sisi ia ingin setia pada tanah leluhur dengan tidak membela
lawan AS. Namun di sisi lain ia seorang pengacara yang mempunyai prinsip
memproteksi seseorang ketika berada dalam posisi benar atau salah. Awalnya
Donovan menolak, namun ia menerimanya saat diberi alasan hanya sebagai
formalitas. Lebih lanjut agar Abel mau memberi AS informasi tentang nuklir Uni
Soviet, sehingga hukumannya bisa dikurangi.
Keesokan harinya, Donovan
menemui Abel di penjara. Sebagai pengacara ia ingin mengetahui apa yang telah
dilakukan Abel selama di Amerika dan membagi informasi tentang nuklir Uni
Soviet. Sehingga hal tersebut dapat mengurangi hukumannya.
Abel menolak tawaran
tersebut dengan alasan setia pada negara asal. Ia tak ingin dianggap sebagai
seorang pecundang yang berkhianat pada tanah leluhur. Mengetahui sikap Abel kekeuh, CIA memerintahkan Donovan untuk
tidak mati-matian membelanya. Namun perintah ini tak diindahkan Donovan.
Donovan menganggap ini kesempatan bagi AS untuk memenangkan perang
dengan cara menampilkan ideologinya sebagai negara adi kuasa yang menerapkan
keadilan dan demokrasi terbaik. Ia mengusulkan kepada hakim agar hukuman
mati Abel diganti dengan kurungan tahanan. Dengan pembelaan, apabila nanti ada
tentara perang Amerika yang ditahan oleh pihak Uni Soviet, bisa dilakukan pertukaran
tahanan.
Tak lama
setelah kasus Abel jatuh vonis, kejadian yang diprediksi Donovan terjadi. Pilot mata-mata AS Francais Gary Powers (Austin
Spowell) ditembak jatuh saat mengambil gambar di atas udara wilayah Uni Soviet.
Mengetahui hal ini, maka CIA meminta Donovan untuk membebaskan Powers dan
melakukan negosiasi pertukarannya.
Ini saat
yang tepat bagi Donovan memulihkan nama baiknya. Tapi tak mudah, karena warga
Amerika lain bernama Frederic Pryor (Will Rodgers), mahasiswa Ekonomi di
Berlin juga ditahan karena berada di sisi tembok yang salah saat pemisahan
Jerman Barat dan Jerman Timur berlangsung.
Usaha
tak menghianati hasil. Setelah negosiasi dilakukan, pertukaran tahanan pun
terjadi di Jembatan Glienicke. Namun sebelum pertukaran Abel dengan Powers,
perasaan Donovan dilingkupi kecemasan lantaran di sisi lain, Donovan juga
menunggu Pryor untuk dibebaskan.
Demikian
ulasan film Bridge of Spies karya sutradara Steven Spielberg yang diadaptasi
dari kisah nyata sang diplomat ulung James B. Donovan. Banyak pesan moral yang
diberikan seperti kepercayaan bahwa usaha yang dilakukan sebanding dengan hasil
yang akan dicapai.
Eli Murtiana
*Tulisan ini pernah dipublikasikan di Tabloid Institut Edisi November 2017