Giat mencari
mahasiswa asing menjadi ambisi UIN Jakarta. Namun, mekanisme penyeleksian
hingga manajemen mahasiswa asing dipertanyakan.
Mahasiswa asing menjadi salah
satu indikator capaian universitas dengan label World Class University.
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam draf Rencana
Strategis (Renstra) 2017-2021 menargetkan mahasiswa asing sebanyak 500 orang.
Mahasiswa asing mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2015 dan 2016.
Hingga akhir Desember 2016, UIN Jakarta memiliki sebanyak 202 mahasiswa asing
yang berada di program S1, S2 dan S3.
Pimpinan kampus pun getol
untuk mendongkrak jumlah mahasiswa asing, salah satu upaya yang dilakukan yaitu
dengan memberikan Beasiswa Rektor (BR). Melalui BR, mahasiswa asing tidak akan
dikenakan biaya kuliah. BR juga memfasilitasi mahasiswa asing dengan asrama dan
kursus Bahasa Indonesia. Pada tahun 2017, UIN Jakarta pun menggunakan dana Badan
Layanan Umum (BLU) untuk BR sebesar Rp344.530.000.
Untuk mendapatkan BR,
serangkaian seleksi pun dilakukan. Mahasiswa asing harus memenuhi persyaratan
yang dibutuhkan. Dalam situs Pusat Layanan Kerjasama Internasional (PLKI), cic.uinjkt.ac.id,
termuat dokumen admission for international student. Mahasiswa asing harus
menyertakan ijazah SMA, transkrip nilai, sertifikat Test of English as a
Foreign Language atau International English Language Testing System, surat
rekomendasi sekolah asal dan surat keterangan sehat.
Jika pemberkasan lengkap,
UIN Jakarta pun akan memberikan Letter of Acceptance (LoA) sebagai dasar untuk
mengajukan Visa Pelajar dan Izin Tinggal Terbatas. Tak hanya itu, proses
keimigrasian pun akan segera di selesaikan dengan surat rekomendasi atas nama
Kementerian Agama.
Salah satu mahasiswa
penerima BR adalah Omar Samba. Terhitung sejak Juni lalu, Omar telah menempati Ma’had Al-Jami'ah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia mengetahui adanya beasiswa di Indonesia melalui
penjelajahan di internet. Maba asing ini pun menceritakan terkait proses
seleksinya hingga mendapat beasiswa rektor, Ia pun mengikuti prosedur penyeleksian.
Kemudian, Omar pun memenuhi syarat pemberkasan yang dibutuhkan. Setelah
pemberkasan Omar pun diwawancari pihak PLKI. Tak menunggu waktu lama, Ia pun dinyatakan lulus. Ia tak membayangkan
dapat dengan mudah dinyatakan lulus menjadi mahasiswa UIN Jakarta. “Saya senang
diterima di kampus ini,” tutur Omar, Selasa (14/11).
Hal serupa dirasakan
Mahasiswi Hubungan Internasional, Fanna. Ia pun menjelaskan, masuk di UIN
Jakarta sangat mudah. Mahasiswi asal Gambia itu pun sempat tak percaya,
mengingat teman-teman di kelasnya banyak yang menyatakan sangat sulit untuk
mendapatkan bangku kuliah di UIN Jakarta lewat jalur seleksi masuk nasional.
“Saya kuliah reguler digabung dengan mahasiswa Indonesia,” tulisnya via
WhatsApp, Rabu (15/11).
Meskipun begitu, awalnya
Fanna kecewa karena bahasa pengantar kelas menggunakan bahasa Indonesia. Hal
ini menyulitkannya sebagai mahasiswa baru untuk menyerap penyampaian dosen di
kelas. Ia pun tak menampik, Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) UIN Jakarta telah
memberikannya kursus bahasa Indonesia. Namun kursus itu tak berlangsung lama, kursus
itu berlangsung hanya tiga bulan dari enam bulan yang dijanjikan UIN Jakarta.
“Saya mendapatkan kursus Bahasa Indonesia,” jelasnya lagi.
Merespons hal ini, Wakil
Rektor Bidang Akademik Fadillah Suralaga secara gamblang mengatakan bahwa
prosedur penyeleksian mahasiswa asing masih belum baik. Sejauh ini, UIN Jakarta
mengejar target sebanyak 500 mahasiswa asing sebagaimana tujuan Renstra
2017-2021 UIN Jakarta. “Yang penting mereka tertarik,” tuturnya, Selasa (21/11) di Gedung Rektorat lantai dua.
Lebih lanjut Fadillah pun
mengatakan, UIN Jakarta tak serta merta menerima mahasiswa asing. Tetap ada
pertimbangan dari PLKI untuk menerima mereka. Pasalnya, hal ini akan berdampak
kepada mutu UIN Jakarta. ”Kita tetap harus menjaga kualitas,” ujar Guru Besar
Psikologi UIN Jakarta itu.
Di sela-sela wawancara reporter
Institut pun menanyakan perihal pencapaian
mahasiswa dalam kegiatan akademis di UIN Jakarta. Dari total 202 mahasiswa,
reporter Institut pun menanyakan jumlah yang menamatkan program
sarjananya. Fadillah kemudian menjawab, banyak mahasiswa yang keluar dan tidak
melanjutkan perkuliahan. Menurutnya, dalam mengikuti perkuliahan proses adaptasi
bahasa dan budaya menjadi kendala. “Saya kira ini bahan evaluasi bagi
institusi,” tutupnya.
Sementara itu, hingga
tulisan ini Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada belum memberikan komentar terkait
penyeleksian mahasiswa asing. Di sisi lain Ketua PLKI, Rahmat Baihaqy pun
enggan memberikan tanggapan. “Saya lagi di Yogyakarta,” tulis Baihaqy via WhatsApp.
Kemudian Ia pun kembali mengirim pesan, “Hubungi saja bu Novi di Kantor
PLKI,” tambahnya.
Berbekal pesan rekomendasi
narasumber dari Baihaqy, reporter Institut pun menyambangi Kantor PLKI
di lantai satu Gedung Rektorat untuk menemui Novi. Namun Novi berkilah Ia tidak
dapat memberikan informasi terkait penyeleksian mahasiswa asing. Pasalnya, Ia
belum dihubungi Baihaqy. “Saya tidak punya wewenang untuk bicara ini (red:
prosedur penyeleksian),” katanya, Senin (27/11).
Hal senada pun
ditunjukkan oleh Wakil Rektor Bidang Kerjasama, Murodi. Ia enggan berkomentar
terkait BR dan penyeleksian mahasiswa asing. “Hubungi Arskal Salim (red;
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Jakarta),”
katanya.
Alfarisi Maulana
*Tulisan ini pernah diterbitkan di Tabloid Institut Edisi November 2017