Daerah Asmat merupakan bagian dari World Heritage Site
(Situs Warisan Dunia) yang diakui United Nation Educationan Scientific and
Culture Organization. Kesenian dan kebudayaan Asmat sudah terkenal di dunia, artefaknya
hadir di beberapa negara maju seperti Amerika, Perancis, dan Belanda.
Namun saat ini, khususnya di Indonesia, kebudayaannya
cenderung kalah melawan modernisasi, terpinggirkan, dan mulai terlupakan. Hal
itulah yang mendasari Yayasan Widya Cahaya Nusantara (YWCaN) dan Yayasan Rumah
Asuh untuk mengenalkan kembali budaya Asmat. Salah satu caranya ialah
mengadakan Pameran Ukiran Asmat, bertempat di Han Awal & Partners, Serua Poncol,
Bintaro Sektor 9, Tangerang.
Pameran dibagi menjadi enam area, yang pertama adalah People
Area. Koleksi ukiran patung-patung yang berbentuk manusia. Ukiran patung
terbuat dari kayu hitam yang sudah tidak terpakai dipahat dengan alat seadanya.
Salah satu bentuk ukiran patung berukuran 63 sentimeter menggambarkan seorang
manusia Asmat yang sedang memegang tombak panjang. Dengan posisi tegak, di
ujung tombak bertengger seorang manusia Asmat dengan tubuh yang lebih kecil.
Dalam area kedua, Home & Culture Area,
terdapat replika Rumah Jeuw. Rumah Suku Asmat yang sakral ini dikenal dengan
‘rumah bujang’, diperuntukkan bagi kaum laki-laki Asmat yang belum menikah. Selain
itu, Jeuw menjadi tempat berkumpul bagi para
pemuka adat, untuk mengadakan rapat desa, pesta adat, serta penyambutan tamu. Bukan hanya rumah, terdapat juga alat musik
khas Papua yaitu Tifa, alat yang menyerupai kendang ini dihiasi ukiran-ukiran cantik
ala Suku Asmat.
Adapula di area ketiga, Warrior Area. Senjata
Kesatria milik laki-laki Asmat. Bagian ini tempat di mana tombak, perisai,
busur, dan panah khas Suku Asmat ditampilkan. Area keempat, Asmat & Modern
Approach menampilkan langkah baru pengukir Asmat dalam kemajuan zaman. Menghadirkan
ukiran ciamik dengan bahan kayu putih yang lebih lembut dipadukan dengan lampu,
memadukan budaya dengan kemodernan.
Tepat di lantai tiga, area kelima, Tree
Area. Pohon kehidupan Asmat, pohon itu
menjadi refleksi dalam hidup mereka
dan mewakili pedoman hidup Asmat yang bertumpu
pada alam yang asri. Pohon-pohon tersebut bentuknya beraneka ragam, mulai dari
memiliki banyak cabang hingga tanpa ada daun sama sekali. Pelbagai macam ukiran
berbentuk pohon dipajang yang dibuat dari kayu hitam, diwarnai hitam karena
menyelaraskan dengan warna kulit suku Asmat.
Turun ke bagian bawah, area kelima, Water Area. Menampilkan
keseharian suku Asmat di pesisir laut. Terdapat ukiran-ukiran kayu membentuk
perahu kecil, beserta manusia Asmat di atasnya. Adapula ukiran manusia Asmat yang
menangkap buaya dan ikan yang berukuran besar. Perahu ini melambangkan bahwasanya
perahu merupakan kendaraan para leluhur Asmat menuju surga.
Pada bagian belakang pameran, terdapat Shop Area. Tempat
pembelian aksesoris dari pameran ini, seperti ukiran-ukiran kayu berbentuk
manusia Asmat, tas-tas khas Asmat, Tifa dan lain-lain. Konsumen pun tak hanya
dari dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Salah satunya dari Jerman, “Kemarin
orang Jerman ada yang beli,” ungkap Tim Pengawas YWCaN Robet Sutoyo, Senin
(21/5).
Tujuan dihadirkannya pameran ini tak terlepas dari keinginan
untuk melestarikan kembali Kebudayaan Asmat yang kurang dihargai dan diminati.
Padahal di luar negeri sangat terkenal dan diminati masyarakatnya. “Budaya
ukiran Asmat di luar negeri sangat dihargai, kalau di Indonesia kurang. Di sini
kami kasih ruang untuk melihatnya supaya bisa dihargai,” tanggap Sutoyo.
Pameran yang bertemakan ‘Asmat Melihat Dunia’ dikemas sedemikian
rupa dengan konsep yang modern. Ukiran-ukiran patung berjejer rapi dengan
pencahayaan ala museum yang enak dipandang. Sehingga dapat memunculkan seni dan
budaya Asmat menjadi lebih menarik. Pameran ini diselenggarakan mulai dari tanggal
4 Mei sampai 8 Juni 2018 dan terbuka untuk umum tanpa dipungut biaya apapun.