Berbagai
hambatan dialami kelompok KKN Internasional. Mulai dari proses administrasi
hingga nihilnya anggaran KKN Internasional.
Demi
menyempurnakan pendidikan di perguruan tinggi, sudah menjadi kewajiban mahasiswa
agar Tri Dharma Perguruan Tinggi dilaksanakan sesempurna mungkin. Setelah
pendidikan dan penelitian terwujud, pengabdian kepada masyarakat merupakan hal
yang tak boleh dikesampingkan.
Keinginan
mengabdi masyarakat tak terbatas dalam negeri saja, tetapi berskala global.
Seperti Akhir Maret 2017 silam, Pusat
Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) Universitas Islam
Negeri (UIN) Jakarta mengeluarkan informasi terkait proses pendaftaran Kuliah Kerja Nyata (KKN) Internasional. Mengetahui hal ini, mahasiswa
Jurusan Ilmu Hukum Nana Supena segera menyiapkan berbagai persyaratan yang dibutuhkan.
Dalam memenuhi
semua persyaratan, Nana
Supena menjelaskan bahwa kelompoknya mengalami kendala dalam hal mengurus
administrasi. Lebih lanjut menurutnya untuk mendapatkan perizinan dari PPM
butuh proses lama. Ia lebih dulu mengirim surat kepada Kedutaan Besar Republik
Indonesia (KBRI) di Malaysia. Setelah mendapat
izin dari KBRI, baru pihak kampus dan PPM memberi dukungan. ”Persiapan kita
dari Desember 2016 untuk KKN Internasional 2017”
ucap mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum ini, Senin (16/4).
Tak
berhenti di situ, kendala juga terjadi dalam pencarian anggota kelompok Internasional. Ini dikarenakan pihak PPM hanya membuka pendaftaran
jika ada permintaan. Hal ini membuat Nana harus menjaring anggota demi KKN
Internasional tetap terlaksana. Menurut
Nana, minimnya informasi
mengenai KKN Internasional menjadi faktor utama peminat KKN Internasional sedikit.
Permasalahan
dana juga menjadi pelik karena UIN Jakarta tak menyiapkan dana untuk KKN
Internasional sepeser pun. Nana mengaku setiap orang harus merogoh kocek
sendiri, setiap orang iuran Rp3 juta. “Beruntung, ada bantuan dari provider
komunikasi sebesasar Rp.20 jt,” tutur mahasiswa yang mengikuti KKN
Internasional di Sabah, Malaysia.
Terkait
penyelenggaraan KKN Internasional, Kepala PPM Djaka Badranaya memberikan
tanggapan. Menurutnya KKN Internasional yang dilaksanakan pada tahun lalu
melalui banyak pertimbangan, salah satunya aspek keamanan tempat KKN dan kesiapan
kelompok yang diberangkatkan.
Djaka
menuturkan alasan tetap terselenggaranya KKN Internasional pada tahun kemarin
adalah kesiapan kelompok sudah matang. “Sudah siap dalam berbagai aspek, akhirnya
kita setujui saja keberangkatan mereka—kelompok KKN Internasional,” tutur pria
yang juga Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis ini, Senin (16/4).
Perihal dana, lebih lanjut Djaka menjelaskan
anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan KKN Internasional diserahkan kepada
kelompok masing-masing. Menurut Djaka dari PPM tidak ada anggaran untuk
keberangkatan kelompok KKN Internasional. Sehingga pada tahun 2018 ini, PPM
mengubah KKN Internasional menjadi KKN Internasional Mandiri. “Kita menamakan KKN Internsioanal Mandiri,
karena semuanya mandiri,” ujarnya saat ditemui di Hotel Soll Marina
Serpong.
Menanggapi
hal tersebut, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UIN Jakarta Ali Muhanif pun ikut memberikan
tanggapan. Pria yang dilantik menggantikan
Arsjkal Salim ini berkeinginan
agar pelaksanaan KKN Internasional tidak memberatkan mahasiswa maupun keluarga.
Menurutnya, permintaan KKN Internasional banyak sekali, sehingga ia menyarankan hal semacam ini harus ada dalam pendanaan kampus.
Selain itu, tambah Ali untuk pemilihan tempat KKN
Internasional juga harus didasari pada relasi yang dimiliki UIN Jakarta dengan
pihak di luar negeri. Seperti berkerjasama dengan tokoh masyarakat maupun
organisasi di negara tujuan. Namun, dirinya mengakui
bahwa kerjasama
penempatan KKN Internasional belum berbasis Government
to government. “Kami lebih fokus kepada jaringan antara kampus khususnya
LP2M dengan tokoh masyarakat di sana,” katanya
saat ditemui di ruang kerjanya Gedung Rektorat lantai 3, Selasa (17/4).
Salah
satu anggota KKN Internasional Muhammad Hasbi Hilmi menuturkan tetarik
mengikuti KKN
Internasional. Menurutnya KKN Internasional merupakan program
PPM, sehingga tak menyia-nyiakan hal tersebut dan
berinisiatif mendaftar.
“Ini juga ajakan
dari teman yang ingin melaksanakan KKN Internasional,” ujar mahasiswa jurusan
Sistem Informasi Fakultas Sains dan Teknologi, Kamis (12/4).
Salah
satu anggota KKN Internasional Muhammad Hasbi Hilmi menuturkan tetarik
mengikuti KKN Internasional.
Menurutnya KKN Internasional mempermudah
dirinya mengenalkan budaya Indonesia, sebab banyak yang tak tahu. Ia
menceritakan bahwa di Malaysia orang Indonesia banyak yang tak tahu kebudayaan
Indonesia. “Mereka tidak hafal Lagu Indonesia Raya,” tutur Hasbi, Kamis (12/4).
Sementara itu, untuk pengawasan KKN Internasional sendiri, pihak PPM
menjelaskan bahwa pengawasan dilakukan oleh dosen pembimbing. Sedangkan
anggaran sang dosen dibebankan kepada kelompok. “Dosen pembimbing disediakan
oleh PPM, namun dananya dari mereka,” tutupnya.