Langkah awal memasuki
ruangan, pengunjung disuguhkan foto profil para kontributor yang menampilkan hasil
jepretan mereka. Foto yang dipamerkan dipajang dalam kertas abu-abu yang sudah dipotong
sesuai ukuran karya, kemudian ditempelkan ke papan yang dilapisi cat bewarna
putih. Lampu yang terdapat pada bagian atas papan seakan menambah hidup karya
kontributor. Pada bagian tengah langit-langit ruangan, tergantung hiasan
origami berbentuk burung-burung.
Melangkah ke kanan
ruangan, terpampang lima foto karya Faizah Azizah yang bertajuk “melihat
pesantren untuk tunanetra”. Foto milik Faizah menunjukkan Pondok Pesantren
Raudatul Makfufin yang menjadi wadah pembinaan bagi penyandang tunanetra. Salah
satu foto itu menunjukkan seorang guru yang sedang mengajarkan santrinya
membaca Alquran braille.
Tiga langkah ke kanan, terdapat
foto karya Farihatun Nasriyah. Berbeda dengan Faizah, karya yang dipamerkan
Farihatun berjumlah tujuh foto dengan judul “Slaughterhouse to Culinary”.
Foto tersebut menampakkan penjagalan babi yang bertempat di Rumah Pemotongan
Hewan, daerah Cililitan. Fari memamerkan jepretan fotonya mulai dari
penyembelihan babi hitam yang terlihat jelas moncongnya, lalu ada bagian babi
sedang dikuliti, hingga bagian bapak tua yang mencuci bagian dalam daging babi
yang telah disembelih.
Beralih ke sisi kiri
ruang pameran terdapat karya Khairayanni yang memamerkan empat foto bertajuk “Modifikasi
sepeda”. Foto yang ditampilkan berupa sepeda yang dimodifikasi untuk bekerja
sehari-hari. Seperti sepeda tukang jahit keliling, sepeda odong-odong, dan
sepeda tukang becak.
Samping kanan karya
Khairiyanni, terpampang foto karya Arya Andriansyah yang berjudul “kudapan
unik”. Dalam fotonya, Arya ingin mengungkapkan kesukaannya pada makanan. Arya
sekaligus ingin mengungkapkan kegelisahannya saat makanan tradisional kini
sulit ditemukan.
Di seberang karya Arya,
dipamerkan karya Hardi Yuantoro yang bertajuk “China Benteng”. Ia
menunjukkan kehidupan masyarakat China yang tinggal di desa Cicarab, Tangerang.
Foto yang dipamerkan Hardi berupa bagian dalam benteng, kehidupan masyarakat,
dan lingkungan sekitar benteng. Hardi juga mengungkapkan tujuan dalam karyanya agar
generasi muda lebih mengenal sejarah, karena banyak yang tidak mengetahuinya.
Salah satu pengunjung,
Putri Irawana menyukai foto karya Arya Ardiansyah yang menampilkan kuliner. Menurutnya
semua foto yang bertemakan kuliner seperti jajanan tradisional, makanan khas
daerah, hingga makanan sejenis pasta bagus. dan ia tergugah untuk memakannya. “cantik-cantik
foto makanannya,” pujinya, Selasa (1/5).
Lain halnya dengan Putri,
pengunjung lain bernama Nabila lebih menyukai karya Farisyah yang bertemakan penjagalan
babi. Nabila mengungkapkan hasil jepretan Farisyah unik, menurutnya, karya farisyah
berhasil menunjukan cara penyembelihan babi yang belum ia ketahui. “fotonya berbeda
dari yang lain, keren,” Ungkapnya, Kamis (26/4).
Pameran foto Udar Rasa
merupakan serangkaian acara karya mahasiswa Jurnalistik 2015 UIN Jakarta yang
berlangsung pada tanggal 23 sampai 27 April 2018. kontributor dalam pameran
adalah mahasiswa jurnalistik 2015, pameran ini diadakan untuk memenuhi tugas akhir mata
kuliah fotografi jurnalistik.
39 foto karya kontributor
yang dipamerkan memiliki tema yang berbeda. Seperti kehidupan para pekerja tua
hingga pekerja bawah umur, kehidupan lingkungan pondok pesantren, kehidupan
pelajar yang kurang mampu, kuliner, hingga kehidupan hewan-hewan laut.
Faisal Akbar selaku ketua
pelaksana pameran mengatakan bahwa Udar Rasa berarti mengudar rasa, artinya
dapat mengungkap rasa, karena para kontributor yang notabene mahasiswa ingin
melepaskan keresahan yang mereka alami dalam kehidupan bermasyarakat. Pameran
ini bertujuan untuk mencapai tugas mata kuliah foto jurnalistik. “Pameran ini
rutin digelar setiap tahun untuk tugas akhir mata kuliah fotografi
jurnalistik,” tutupnya, Kamis (26/4).
SR