Penjualan makanan mahasiswa di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi (FIDIK) ditertibkan pada Jumat (13/4) dan Senin (16/4) oleh
pihak dekanat. Penertiban dilakukan bagi mahasiswa yang meletakkan dagangannya depan lift dan miniatur kakbah di lantai enam gedung fakultas tersebut.
Penertiban itu dirasakan oleh salah seorang mahasiswi yang
berjualan di lantai enam FIDIK, Ayu Nadia. Mahasiswi Program Studi Jurnalistik
itu mengatakan tidak tahu jika kegiatan berjualan yang ia lakukan melanggar
peraturan.“Aku ikut-ikutan, karena banyak yang jualan di situ,” ungkap mahasiswi
semester dua itu, Senin (16/4).
Selain Ayu, Mahasiswa FIDIK Nanda (bukan nama sebenarnya) yang
mendapat penertiban pun mengaku tak mengetahui jika berjualan yang ia lakukan
melanggar aturan. Ia mengatakan tidak pernah mendapatkan sosialisasi terkait
aturan yang melarang kegiatan tersebut. Ia pun menyayangkan sikap dekanat yang
membuang dagangannya ke tempat sampah. ”Tindakan itu tidak pantas dilakukan,”
ujarnya.
Tak hanya di FIDIK, di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) juga terlihat mahasiswa menjajakan dagangan sambil menawarkannya dari
satu kelas ke kelas lain. Nur Afifah misalnya, ia mengetahui larangan untuk
berjualan. Meski begitu, ia melihat masih banyak mahasiswa FITK yang tetap berjualan.
”Kan banyak juga yang berjualan,” ujar Mahasiswi Pendidikan Bahasa Inggris itu,
Selasa (17/4).
Lain halnya dengan FIDIK dan FITK, Mahasiswi Fakultas Dirasat
Islamiyah (FDI) Umi Kulsum mengatakan tidak ada larangan untuk berjualan di
fakultas tersebut. Malah mahasiswa FDI bisa berjualan di meja depan tangga
lantai empat fakultas. “Dagangan bisa dibiarkan di meja yang tersedia,” ujarnya
di Sekretariat Dema FDI, Kamis (19/4).
Menurut Umi, Ia mengaminkan adanya peringatan dari wakil dekan saat
petugas kebersihan mendapati tempat menjajakan dagangan tidak terjaga kebersihannya.
Namun, menurutnya, tidak ada larangan mahasiswa untuk berjualan dengan syarat
tertentu. “Jadi boleh boleh saja berdagang di FDI,” tambahnya.
Menanggapi penertiban di FIDIK, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni
dan Kerja Sama Suhaimi mengaku sudah lebih dari tiga tahun melakukan
upaya penertiban. Mulai dari memberikan peringatan, memberitahukan kepada orang
tua mahasiswa, hingga merampas Kartu Tanda Mahasiswa. Namun, ia merasa tindakan tersebut
tidak membuahkan hasil. Hingga akhirnya, tindakan yang ia lakukan yaitu membuang dagangan
mahasiswa ke tempat sampah. “Dengan berat hati saya buang,” pungkas Suhaimi
saat ditemui di ruangannya, Selasa (17/4).
Suhaimi berpedoman pada Surat
Keputusan (SK) Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 469 Tahun 2016
Tentang Kode Etik Mahasiswa Bab IV Bentuk Pelanggaran Pasal lima nomor lima
yang tertulis “melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban, kebersihan,
keindahan, keamanan, dan kenyamanan kampus sesuai peraturan universitas”. Menurut
Suhaimi, berjualan termasuk melanggar
kode etik tersebut yang mengganggu kegiatan belajar mengajar.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Yusron Razak tak
ingin berkomentar banyak terkait penjualan makanan. Menurutnya permasalahan
tersebut adalah urusan teritorial fakultas. Pihak dekanat seharusnya membuka dialog dengan
mahasiswa yang berjualan agar menemukan solusi yang baik. “Ketertiban dan
kebersihan terjaga, mahasiswa pun tetap bisa mencari uang,” ucap Yusron di
ruang kerjanya di lantai dua Gedung Kemahasiswaan, Rabu (18/4).
Lebih lanjut, Ia mendukung positif kegiatan berwiraswasta selama
memperhatikan aspek kebersihan dan ketertiban. Namun, ia tidak setuju jika
dagangan dibiarkan berjejer tanpa pengawasan dari penjual. “Mahasiswa didorong
untuk berwiraswasta selama tidak menyalahi aturan,” ungkapnya.
Senada dengan Yusran, Ketua Senat
Universitas Atho Muzhar pun menolak memberikan tanggapan. Ia hanya menjelaskan
perihal tugas Senat Universitas yang hanya mengusulkan pembuatan peraturan
akademik dan mengesahkan SK. Terkait sosialisasi dan penerapan kode etik adalah
tugas dari masing-masing dekan.
Kasus pelanggaran kode etik akan diselesaikan
oleh Senat Universitas jika tidak dapat diselesaikan oleh pihak dekanat dan
rektorat. Ia juga menyimpulkan dengan tidak adanya laporan terkait kasus
mahasiswa berjualan, berarti pelanggaran kode etik ini masih bisa diselesaikan
di tingkat fakultas. “Yang melaporkan
tidak harus dekan, mahasiswa yang melihat pelanggaran pun harus melaporkan,”
pungkasnya, Kamis (20/4).
WI