Mahasiswa
Aqidah dan Filsafat Islam dikagetkan kebijakan baru. Pemangkasan Sistem Kredit
Semester hingga penambahan mata kuliah pilihan dinilai merugikan.
Mahasiswa
Aqidah dan Filsafat Islam (AFI) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2014 merasa kaget saat masa pengisian Kartu
Rencana Studi. Pasalnya, dalam portal Academic Information System (AIS) tertera
satu mata kuliah pilihan yang harus diambil. Lazimnya, mata kuliah pilihan
diambil pada semester 5, 6 dan 7. Namun, kini mahasiswa yang telah menginjak
semester 8 diwajibkan mengambil satu
mata kuliah pilihan lagi.
Salah
seorang Mahasiswa AFI Ahmad Hujaeri merasa keberatan dengan kebijakan
tersebut. Pasalnya, mahasiswa semester 8 itu diwajibkan mengambil satu mata
kuliah pilihan lagi tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. “Kebijakannya baru
ditetapkan pihak jurusan AFI,” ungkapnya di ruangan Kajur AFI, Selasa (6/2).
Tak
hanya Ahmad, hal yang sama juga dirasakan oleh Zainuddin. Ia mengeluhkan
kebijakan jurusan yang tidak memihak kepada mahasiswa. “Seharusnya saya sudah
bisa fokus ke skripsi semester ini, tapi saya harus mengambil satu mata kuliah
pilihan lagi,” ucapnya saat ditemui di depan Student Center, Selasa (6/2).
Kebijakan
itu dikeluarkan oleh Kepala Jurusan (Kajur) AFI Tien Rohmatin. Ia mengubah
kebijakan mata kuliah pilihan. Menurut aturan mata kuliah pilihan yang
diumumkan sebelumnya, mahasiswa jurusan AFI hanya diwajibkan mengambil 2 mata
kuliah pilihan. Kini, mahasiswa AFI diwajibkan mengambil 3 mata kuliah pilihan.
Tak
sampai di situ, mahasiswa AFI yang lainnya, Sadad Muhammad mengaku adanya
pemangkasan Sistem Kredit Semester (SKS) dari mata kuliah diambil di semester
sebelumnya. Sosialisasi kebijakan dari Kajur AFI itu dinilai kurang yang
menimbulkan banyak persepsi di kalangan mahasiswa. “Ada bobot SKS dari mata kuliah
yang dikurangi,” ucapnya saat dihubungi Institut via Whatts App, Rabu (13/2).
Terkait
kejadian ini, mahasiswa AFI pun melakukan audiensi di ruangan Kajur AFI pada
Selasa (6/2). Audiensi itu dihadiri oleh Tien Rohmatin. Menurut keterangan
Kajur AFI Tien, jika mahasiswa tetap mengambil 162 sks akan menyalahi aturan
yang tertera pada Surat Keputusan Rektor UIN Jakarta Nomor 791 Tahun 2017
tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Sarjana UIN Jakarta. SK Rektor tersebut
menyatakan jumlah SKS maksimal yang diambil mahasiswa UIN Jakarta sejumlah 150 SKS.
“Kalau tidak dipangkas maka akan menyalahi aturan,” katanya saat ditemui di
ruangannya, Rabu (7/2).
Lebih
lanjut, jumlah SKS 144 belum termasuk 2 mata kuliah yang nilainya belum
dimasukkan dalam AIS. Belum lagi nilai Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang juga belum
dimasukkan dalam AIS. “Jika dikalkulasi saya sudah mengambil sekitar 160 sks,
lalu kenapa saya harus mengambil satu mata kuliah pilihan lagi?,” keluh
Zainuddin, Selasa (6/2).
Menanggapi
hal ini, Institut menemui Wakil Rektor I Bidang Akademik Fadhilah
Suralaga menyatakan, kurikulum itu disesuaikan per angkatan sejak kurikulum
tersebut diberlakukan. Seperti kurikulum terbaru tahun 2015. “Agar tidak
terlalu berat maka kita menetapkan maksimal 150 sks,” kata Fadhilah saat
ditemui di ruangannya, Jum’at (10/2).
Fadhilah
juga menuturkan, jumlah maksimal 150 sks tersebut diberlakukan untuk mahasiswa
angkatan 2015, 2016, dan 2017. Kendati demikian, Fadhilah menyatakan jika belum
menerima laporan terkait kasus di prodi AFI. “Kalau kurikulum lama memang ada
yang mencapai 160 SKS lebih. Tidak masalah jika jumlah SKS tersebut
tetap digunakan mahasiswa 2014,” tuturnya, Jum’at (10/2).
Sementara
itu, Kepala Subdirektorat Pengembangan Akademik Direktorat Pendidikan Tinggi Islam
Mamat Salamet menyatakan dalam kasus AFI, kebijakan yang terjadi bukanlah
pemangkasan SKS. Namun kasus ini adalah penyesuaian untuk regulasi SKS. “Dari
pemerintah hanya memberi aturan umum. Namun kewenangannya tetap diserahkan pada
perguruan tinggi masing-masing,” katanya saat ditemui di Kantor Kementerian
Agama, Kamis, (14/2).
Siti Heni Rohamna