Oleh: Prof. Dr. Yusron Razak, MA
UKT adalah
singakatan dari Uang Kuliah Tunggal. UKT adalah biaya kuliah tunggal yang
ditanggung setiap mahasiswa per semester, yang sudah disubsidi oleh pemerintah.
UKT dibayarkan setiap semester. Dengan kebijakan ini, maka tidak ada lagi
pungutan lain selain yang terdapat dalam UKT tersebut. Contoh pungutan di luar
tersebut adalah uang pangkal, biaya wisuda, dan sebagainya
Dasar hukum
pelaksanaan atau pemberlakuan UKT untuk semua Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
adalah UU tentang Perguruan Tinggi Nomor 12 tahun 2012 dan beberapa aturan
Iainnya. Khusus untuk Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, dasar pemberlakuannya
adalah Keputusan Kementerian Agama Nomor 157. Di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta lahir SK Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 287 tahun 2017
tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk program sarjana dan profesi.
Sebenarnya UKT
yang diterapkan di UIN Jakarta merupakan bagian dari kebijakan nasional secara
umum. Sebab itu, kebijakan ini memang harus dilaksakan. Dibandingkan dengan PTN
lainnya, UIN Jakarta tergolong yang terlambat menerapkan aturan ini.
Pro dan Kontra
Setiap
kebijakan acapkali melahirkan kontroversi. Ketika UIN Jakarta baru akan mulai
menerapkan sistem UKT ini tahun 2017 untuk mahasiswa baru, seperti halnya di
beberapa PTN lainnya, selalu diawali dengan "perdebatan" panas, baik
di kalangan pimpinan maupun di kalangan aktivis mahasiswa. Tak jarang mucul juga
demontrasi dari kalangan mahasiswa. Di era demokrasi seperti saat ini, hal
tersebut wajar. Pada Rabu, 10 Mei 2017 Pukul 13.00, para aktivis dari lembaga
kemahasiswaan, mulai dari DEMA/SEMA Universitas dan Fakultas melakukan aksi
demontrasi dan unjuk rasa untuk menolak pemberlakuan sistem UKT di UIN Jakarta.
Menyadari
pentingnya mendengar dan memahami aspirasi mahasiswa tersebut, saya dan
beberapa teman lainnya, datang menemui mahasiswa pengunjuk rasa yang telah
berkumpul di pintu gerbang rektorat. Dihadapan para pengunjuk rasa, saya
diminta berbicara, merespon tuntutan penolakan sistem UKT. Dalam suasana
crowded seperti itu, tentu tidak efektif menyampaikan penjelasan. Akhirnya,
dihadapan mahasiswa pengunjuk rasa itu, saya memilih untuk menyampaikan satu
hal saja. Saya katakan, "Sejauh ini sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) ini
adalah sistem terbaik yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah pembiayaan
perkuliahan mahasiswa di Indonesia untuk Perguruan Tinggi Negeri."
Karena jawaban
saya tidak mampu memuaskan mahasiswa pengunjuk rasa, akhirnya pembicaraan
dilajutkan dengan sistem perwakilan di ruang sidang utama. Dialog di ruang
sidang, tidak kalah panasnya dengan yang di lapangan. Didampingi
kepala biro, wadek bidang kemahasiswaan dan tim UKT, saya pimpin dialog secara
langsung. Saya persilahkan masing-masing perwakilan mahasiswa manyampaikan
pandangan dan tuntutannya. Pembicaraan dimulai oleh ketua Senat Mahasiswa
Universitas dan dilanjutkan oleh perwakilan mahasiswa lainnya. Inti pembicaraan
menyangkut, aspek kebijakan dan kelemahan sistem penyelenggaraan UKT.
Kemudian
pimpinan memberikan tanggapan dan penjelasan, mengenai aspek yang dipersoalkan
dari berbagai perspektif. Dialog ini pun menemui jalan buntu, tidak dapat
meyakinkan perwakilan mahasiswa pengunjuk rasa. Akhirnya disepakati penjadwalan
ulang pertemuan dengan Rektor. Sebab, pada saat itu bersama para rektor
perguruan tinggi lainnya, Rektor tengah berada di Spanyol untuk menjalin
berbagai bentuk kerja sama untuk kebaikan UIN Jakarta.
Pertemuan
antara perwakilan mahasiswa dari Dema/Sema tingkat Universitas dan Fakultas
dengan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA,
terlaksana, Senin, tanggal 15 Mei 2015, pukul 14.00 di ruang rektor. Inti
penjelasannya, rektor hanya melaksanakan penyelenggaraan Perguruan Tinggi
Negeri sesuai dengan aturan, sistem dan mekanisme yang sudah ditentukan. Berkaitan dengan kelemahan sistem pengisian
UKT akan diperbaiki dengan melibatkan mahasiswa. Oleh sebab itu, Wakil Rektor
Bidang Kemahasiswaan diminta menindaklanjutinya.
Tindak lanjut
dari Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan adalah pimpinan lembaga kemahasiswaan
untuk membuka klinik bantu bagi mahasiswa baru/orang tua mahasiswa baru yang membutuhkan. Tujuannya, agar mahasiswa baru dapat mengisi format UKT secara
benar, yaitu sesuai dengan kemampuan ekonominya, berdasarkan berbagai
indikator, antara lain: penghasilan orang tua; jumlah tanggungan; kepemilikan
rumah; luas tanah; pemakaian listrik dan telepon serta kepemilikan kendaraan.
Keterlibatan mahasiswa mencakup, bantuan mengisian format UKT; penyediaaan
bahan-bahan (bukti surat surat) diperlukan dan verifikasi. Ini untuk memastikan
bahwa setiap mahasiswa masuk ke UIN Jakarta, membayar UKT sesuai kemampuannya.
Keadilan dan
Kejujuran
Dalam pandangan
saya, UKT memberikan keuntungan karena memberikan subsidi kepada orang tua atau
wali mahasiswa didasarkan pada keadaan ekonomi dan sosialnya. Di dalam
kebijakan tersebut, terdapat spirit keadilan sosial. Sebab, ada pembagian
proporsi beban biaya, antara yang ditanggung mahasiswa dengan kewajiban
pemerintah.
Pemerintah
belum mampu menggratiskan (menanggung), biaya pendidikan sampai tingkat
Perguruan Tinggi sebagaimana yang sudah diterapkan pada tingkat di bawah
perguruan tinggi. Namun, pemerintah juga berusaha dengan memberikan subsidi
yang jumlah atau besarannya ditentukan oleh kemampuan wali mahasiswa. Semakin
rendah penghasilan orang tua atau keluarga mahasiswa, proporsi bantuan
pemerintah semakin besar sesuai dengan klasifikasi yang telah dibuat.
Dengan
demikian, ada spirit keadilan di situ. Mahasiswa yang berasal dari keluarga
sangat sejahtera dan kaya tentu tidak akan mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Untuk menegakkan keadilan ini, kejujuran amat dibutuhkan dalam pengisian
formulir. Mahasiswa atau orang tua diminta untuk mengisi formulir, mejawab
secara jujur mengenai kemampuan ekonomi, pendapatan keluarga, kekayaan yang
dimiliki dan sebagainya. Tentu saja, pengisian formulir itu disertai dengan
bukti-bukti yang menjelaskan keadaan yang sebenarnya, untuk menghindari
manipulasi. Tim verifikasi juga dibentuk untuk mencegah pemalsuan pengisian
data.
Sebaliknya,
jika terdapat mahasiswa yang seharusnya mendapatkan subsidi, namun tidak
mendapatkannya bisa mengajukan pembuktian ulang.
Nah,
berdasarkan isian formar yang telah diverifikasi tersebut, mahasiswa akan dikelompokkan
sesuat keadaan ekonomi dan sosialnya mulai dari kelompok 1,2,3,4 dan 5.
Berdasarkan kelompok itulah, akan dapat dilihat berapa UKT yang harus
dtbayarkan atau berapa subsidi pemerintah yang diperoleh. Prinsipnya yang mampu
membayar mahal dan yang tidak mampu membayar murah. Bahkan, untuk mahasiswa
dari keluarga dhuafa yang masuk golongan 1 malah akan mendapatan beasiswa.
Semoga penjelasan ini bermanfaat dan membantu mendudukkan persoalan UKT secara
terang.
*Penulis merupakan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UIN Jakarta