Judul :
Penjara-Penjara Kehidupan
Penulis :
Qumaruddin Hidayat
Tebal Halaman :
278 Halaman
Terbit :
Cetakkan II, Juni 2016
Kehidupan menawarkan berbagai pilihan untuk
dijalani, namun kehidupan yang ideal tentu menjadi impian semua orang. Mereka
semua berlomba-lomba mendapatkan kenyamanan, kesejahteraan, dan keamanan dalam
kehidupannya. Baik itu berupa harta benda, maupun kenikmatan batin
seperti kehidupan yang damai dalam suatu kelompok masyarakat sebuah negara. Namun
di sisi lain, banyak diantara mereka justru terjatuh dalam jebakan kehidupan
yang dinamakan blind spot, titik hitam yang akan memperkelam kehidupan.
Blind spot tersebut dapat diistilahkan sebagai jebakan kehidupan, di mana menawarkan sebuah
kenikmatan namun mematikan. Karena itu, banyak orang yang tidak waspada dan
lalai dengan kehidupannya terperangkap dalam jebakan tersebut. Sebagai contoh
mereka yang mengkonsumsi narkoba, orang-orang yang mengkonsumsi narkoba akan
merasakan kenikmatan pada dirinya. Namun kenikmatan itu sejatinya hanyalah
tipuan, karena berdampak pada kematian.
Untuk mencapai kehidupan bermakna dan benar,
perlu melewati jembatan panjang kehidupan. Sebagaimana jika ingin menikmati
daging kelapa, mesti memecahkan dulu
batoknya yang keras. Jika ingin berburu tambang emas atau minyak dalam perut
bumi, mesti melewati dulu bebatuan yang menutupinya. (hal. 2)
Pernyataan-pernyataan tersebut diungkapkan Qomaruddin
Hidayat dalam bukunya yang berjudul “Penjara-Penjara Kehidupan.” Sebuah buku
yang menceritakan rekaman peristiwa-peristiwa sosial yang terjadi di sekitar
kita, bersifat kritis-reflektif dari berbagai fenomena sosial. Termasuk di
dalamnya membahas perkembangan teknologi komunikasi dan informasi pada
kehidupan sosial. Di mana setiap hari, penguna Facebook, Twitter, dan media
komunikasi lain berbasis internet terus bertambah. (hal. 58)
Qomaruddin juga membahas dampak dari teknologi
internet, di mana menjadikan banyak
orang terpenjara oleh derasnya informasi, tanpa bisa dibendung lagi. Namun
sebagian besar informasi yang mengalir dalam pikiran kita hanyalah sampah
beracun. Informasi yang menjadikan orang lupa dengan dirinya sendiri, bahkan
menjauhkan mereka dari naluri kemanusiaan.
Terlepas dari berbagai persoalan kehidupan,
sejatinya Tuhan menciptakan kehidupan sebagai anugrah bagi semua insan.
Tergantung bagaimana kita menjalankan kehidupan ini, jangan sampai salah
melangah hingga fatal akibatnya. Dalam konteks ini, Komaruddin menegaskan bahwa
perjuangan yang paling utama adalah perjuangan untuk hidup yang lebih baik.
Sebuah kehidupan yang sejahtera dan damai, sebagai rasa syukur dan tanggung
jawab atas anugrah kehidupan Tuhan.
Jika semua orang berjuang dengan
sungguh-sungguh untuk mengubah kehidupannya agar lebih baik, maka peradaban
dalam negaranya pun akan membaik. Karena kehidupan individu dan kelompok dalam suatu
negara juga mencerminkan bagaimana kondisi negera tersebut. Permasalahan-permasalahan
besar dalam suatu negera bermula dari individu yang berada di negara tersebut.
Baik itu rakyat maupun pemimpin mempunyai peranan yang sama dalam memajukan
kehidupan suatu negara. Masyarakat dan pemimpin yang tidak berkualitas akan
menghancurkan negara itu sendiri.
Namun kenyataan dilapangan, masyarakat
sekarang ini merasa sulit menunjuk politikus yang bisa dijadikan suri teladan,
baik secara moral maupun intelektual. Dahulu para aktivis dan pejuang politik
adalah juga pecinta ilmu. Mereka rata-rata pecinta buku sehingga luas
wawasannya. (hal. 186)
Dalam buku setebal 278 halaman ini, penulis
mengungkapkan berbagai fenomena sosial dan kehidupan bernegara dalam sudut
pandang pengalamannya. Buku ini sangat diperuntukan bagi mereka yang ingin
mengasah kearifan jiwa dan raga dalam menjalani kehidpan ini. Pemahaman
kehidupan berbangsa dan bernegara juga terungkap dalam buku ini. Namun di sisi
lain dalam penulisannya, satu judul dengan judul yang lainnya dalam buku
tersebut kurang padu.
MRIM