Kertas tak selalu menjadi wadah penampung tinta. Komunitas Peri
Kertas mengubah kertas menjadi karya.
Jika masyarakat
pada umumnya menjadikan kertas sebagai tempat untuk menggoreskan tinta, beda
halnya dengan Komunitas Paper Replika Indonesia (Peri) Kertas. Kertas, di tangan
mereka dapat disulap menjadi pelbagai barang unik. Mulai dari mainan
robot-robotan hingga replika hewan dan rumah adat. Barang-barang tersebut dibuat
menggunakan teknik seni merakit kertas yang dikenal dengan nama papercraft.
Berawal dari
ketertarikannya pada papercraft di sebuah majalah origami, Rouf Rephanus mulai menekuni
hobi seni merakit kertas. Ia pun berinisiatif untuk membentuk Komunitas yang diberi
nama Peri Kertas. Tujuannya sederhana, Ia ingin masyarakat dapat mengenal kreasi
papercaft. Menurutnya Papercraft memiliki teknik yang cukup mudah. Alat dan
bahan yang digunakan pun mudah didapatkan dengan harga yang terjangkau.
Papercraft
merupakan pengembangan ketiga teknik seni lipat kertas origami. Rouf
menjelaskan, hal yang membedakan antara papercraft dengan seni lipat kertas
lainnya yaitu hasil produk tiga dimensi. Tak hanya itu, lanjut Rouf, teknik
yang digunakan pun berbeda. papercraft menggunakan tiga langkah proses
pembuatan, mulai dari pemotongan, pelipatan, hingga pengeleman.
Sebelum proses
pembuatan berlangsung, terlebih dulu mendesain pola objek yang akan dibuat.
Untuk membuat desain, mereka biasanya menggunakan 3D Max yang dapat membantu keahlian mereka. Desain inilah yang nantinya
akan menentukan produk apa yang nantinya akan dihasilkan. “Kita juga memposting di website desain pola yang kita buat. Jadi masyarakat bisa lebih mudah untuk mengakses via internet,”
ungkapnya, Jumat (1/9).
Usai mendesain,
pola tersebut dicetak pada kertas. Jenis kertas yang digunakan sangat
berpengaruh dalam proses pembuatan hingga hasil produk. Oleh karenanya, dalam
papercraft menggunakan kertas yang memiliki tebal sekitar 100-200 gram. Pola
yang sudah tercetak pun dipotong sesuai gambar. Potongan-potongan pola pun dilipat
untuk disatukan menggunakan lem. Lamanya proses pembuatan tergantung pada
tingkat kesulitannya. “Jika mudah, 1,5 jam proses selesai. Sebaliknya, kalau
sulit bahkan butuh waktu berbulan-bulan,”tuturnya Rouf, Jumat (1/9).
Beberapa
kalangan masyarakat pun tak sedikit yang tertarik dengan produk-produk
papercraft. Di kalangan remaja misalnya, seringkali mereka berburu produk
papercraft sebagai cenderamata ataupun sekadar barang koleksi. Berbeda halnya
anak-anak yang lebih senang menggunakan sebagai barang mainan. Tak hanya itu, papercraft
juga dapat meningkatkan sistem motorik anak. “Papercraft dapat melatih saraf
motorik anak dengan produk tiga dimensinya,” ungkap Rouf.
Berbagai
langkah dilakukan komunitas ini untuk mengenalkan papercraft kepada masyarakat.
Baik secara langsung ke masyarakat sepertihalnya workshop maupun via media sosial misalnya facebook dan website.
“Dari situlah biasanya kita memberikan pengetahuan tentang papercraft, contoh produk
hingga cara pembuatannya,”ujar Rouf.
Peri Kertas pun
pernah mendapatkan penghargaan Museum Rekor Indonesia (Muri) pada 2012
dinobatkan sebagai pembuat produk papercraft terbanyak menggunakan kertas bekas.
Tak tanggung-tanggung, sebanyak 2692 produk papercraft dengan lama pengerjaan
14 hari. Sedangkan pada 2014 Peri Kertas mendapatkan penghargaan kembali dari Muri sebagai karya papercraft
tertinggi dengan tinggi 10 meter.
Berdiri sejak
September 2009, komunitas ini kini
beranggotakan sekitar 15 ribu orang yang tersebar di 36 regional di Indonesia.
Rouf menambahkan, untuk bergabung ke dalam komunitas pun cukup mudah, dengan
gabung di grup facebook dan mengunggah
produk papercraft yang telah dibuat. “Tak perlu syarat yang aneh-aneh,”
ungkapnya.
Meskipun begitu
Rouf juga mengakui apresiasi masyarakat terhadap produk papercraft masih
kurang. Meski demikian hal tersebut tak menyurutkan keinginannya untuk terus
mengembang dan mengenalkan papercraft kepada masyarakat Indonesia.
Salah satu
anggota Peri Kertas Andri Setiawan mengungkapkan, mereka mengadakan kegiatan
seperti halnya, workshop, hingga mengadakan pameran produk papercraft. Di
beberapa daerah, komunitas melakukan pelatihan di sekolah-sekolah setiap
minggunya. “Sesuai jadwal ekstrakulikuler sekolah,” ucapnya, Senin (4/9).
Salah seorang
anggota Peri Kertas Rezha Wijaya memiliki ketertarikan hobi dibidang crafting. Ia pun memilih bergabung ke
Peri Kertas untuk meningkatkan kemampuannya. “Saya juga belajar dari
teman-teman yang memiliki berbagai macam background
yang berbeda,” ujar Rezha, Sabtu (2/9).
Sejak dirinya
bergabung di Peri kertas pada Februari 2015 silam Ia mendapatkan banyak
pengetahuan dan pengalaman terkait papercraft. Sering kali pula mendapat
udangan untuk mengikuti beberapa kesempatan dalam acara-acara workshop dan talkshow terkait papercraft. “Banyak pengalaman berharga, terlebih
lagi banyak bertemu teman dengan berbagai macam latar belakang,” tuturnya, Sabtu
(2/9).
Atik Zuliati
Atik Zuliati