Golongan Uang
Kuliah Tunggal (UKT) yang tak sesuai, membuat mahasiswa baru (maba) melakukan
klarifikasi. Namun, tak banyak pengajuan klarifikasi yang diterima.
Rabu (2/8) awal
Agustus silam, Ananda Fajrul Rahman terlihat mondar-mandir di kediamannya,
Bekasi, Jawa Barat. Raut wajahnya terlihat kusut. Maklum saja, Ia tak bisa input data
untuk mengisi penentuan golongan UKT di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Padahal saat itu merupakan hari terakhir input
data yang diberikan pihak Akademik UIN Jakarta. Rahman merupakan calon maba Jurusan
Teknik Informatika, Fakultas Sains dan
Teknologi (FST), jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) Mandiri. Tak
mau menyerah, Ia seharian berulang kali mencoba, namun hasilnya tetap saja
nihil.
Keesokan
harinya, Kamis (3/8) Ia mendatangi Akademik UIN Jakarta untuk meminta solusi.
Pihak Akademik pun menganjurkan Rahman mengisi formulir secara manual. “Server
daring sedang terjadi kerusakan. Kamu via luring saja” begitu Ia menirukan
ucapan pengawas UKT. Tanpa pikir panjang, Ia mengisi formulir secara manual sesuai
persyaratan UKT, dengan 13 variabel penenentuan
golongan UKT yang antara lain, penghasilan orangtua, daya listrik dan kepemilikan
motor.
Sepekan
berselang, tepat Selasa (8/8) berdasarkan pengumuman, Rahman memperoleh UKT
golongan empat yaitu Rp2,9 juta. Ia keberatan dengan UKT golongan empat
yang diterimanya. Pasalnya, gaji orangtua tak mampu membiayai uang kuliahnya. UKT
golongan empat yang Ia terima berujung pada tak jadi masuk ke UIN Jakarta.
“Saya tidak tahu adanya klarifikasi,” keluhnya, Sabtu (16/9).
Perolehan
golongan UKT tak sesuai juga dialami mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat
Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidikom) Nurina Amajida. Berdasarkan
pengumuman dari pihak Keuangan UIN Jakarta Ia memperoleh golongan tiga. Padahal
Ia telah melampirkan Surat Keterangan Tanda Miskin (SKTM). ”Tetap saja mendapatkan
UKT golongan tiga” celotehnya, Kamis (21/9).
Tak terima,
Nurin pun mengajukan klarifikasi. Ia bersama 29 orang mahasiswa yang keberatan
dengan hasil UKT, mendatangi ruang Dekanat Fidikom. Mereka meminta golongan UKT diturunkan oleh Dekan Fidikom
Arief Subhan. Nahas, tak ada satu pun
berkas klarifikasi yang diterima oleh pihak Dekanat Fidikom. Menurut Nurin, Dekan
Fidikom berkilah hasil UKT telah otomatis ditentukan sistem komputer. “Padahal
teman saya yang lebih mampu pun sama di UKT golongan tiga,” katanya, Kamis
(21/9).
Senada dengan
Nurin, penolakan klarifikasi oleh fakultas pun turut dialami mahasiswa Jurusan
Sistem Informasi, FST, Firmansyah. Padahal sebelumnya, Bagian Akademik UIN
Jakarta telah menurunkan menjadi UKT golongan satu. Namun pihak fakultas tak mengindahkan
kebijakan Akademik. Menurutnya, Dekan FST menolak pengajuan klarifikasi UKT
miliknya dikarenakan walinya memiliki warisan tanah. “Padahal tanah itu dijual
harganya tak seberapa,” ungkapnya melalui pesan Whatsapp, Rabu (20/9).
Ditemui di
ruang kerjanya, Dekan FST Agus Salim angkat bicara. Ia membenarkan
adanya penolakan klarifikasi dari pihak fakultas. Dari 130 maba yang mengajukan
hanya sebagian kecil saja yang diterima. Menurut Agus, mayoritas penerima
klarifikasi dari golongan empat yang diturunkan ke golongan tiga. ”Klarifikasi
akan menghambat keuangan jurusan di FST, ” tuturnya, Jumat (22/9).
Lebih lanjut,
Agus pun berkilah sebanyak delapan jurusan
di FST harus mencukupi kebutuhan uangnya
sendiri. Terlebih lagi keuangan FST yang bersumber dari Badan Operasional
Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) 2017 dikurangi sekitar Rp300 juta. Pada 2016
silam BOPTN FST sebesar Rp2 miliar. Untuk 2017 dengan 708 mahasiswa baru berkurang menjadi Rp1,7 miliar. Kondisi ini membuat semua jurusan di FST harus
mempersiapkan keuangannya sendiri. ”Jurusan tidak mendapat subsidi silang dari
jurusan lain,” katanya, Jumat (22/9).
Serupa FST,
permasalahan klarifikasi pun terjadi di Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Dekan
FAH Sukron Kamil menjelaskan klarifikasi golongan UKT tak semua bisa
dikabulkan. Ia hanya mengabulkan klarifikasi jalur
Seleksi Nasional dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Sedangkan
untuk jalur SPMB Mandiri yang semula dari golongan lima, hanya bisa turun
menjadi golongan empat. Kebijakan itu Ia tempuh disebabkan kedua jalur tersebut
kebanyakan mahasiswa yang berprestasi. “UKT untuk membantu mahasiswa kurang
mampu yang berprestasi,” tuturnya, Jumat (22/9).
Di tempat
terpisah Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan, Subarja membenarkan banyaknya penolakan klarifikasi
UKT di pelbagai fakultas UIN Jakarta. Ia mengatakan, keputusan klarifikasi
diterima atau ditolak menjadi otoritas dekan fakultas masing-masing. Hal itu
disebabkan dekan lebih mengetahui keadaan fakultas dan mahasiswa. “Bagian Keuangan
UIN Jakarta hanya menerima laporan dari dekan,” katanya, Jumat (15/9).
Lebih lanjut,
Subarja menambahkan pasca diterapkannya UKT di UIN Jakarta, pendapatan
universitas melalui penerimaan mahasiwa baru berkurang sebesar Rp3.280.975.000.
Pada 2016 lalu UIN Jakarta meraup untung
Rp22.684.665.000 dari 5245 orang maba. Sedangkan di penerimaan maba tahun 2017
terpaksa menyusut menjadi Rp19.403.690.000.
Berdasarkan
data dari bagian Keuangan UIN Jakarta, penerima UKT golongan satu berjumlah 351
maba. Pada golongan dua UKT terdapat sebanyak 605 maba. Maba penerima UKT
golongan tiga berjumlah 1068. Penerima UKT golongan empat terbanyak yaitu 1847,
dan UKT golongan lima berjumlah 1715 maba. Total keseluruhan maba 2017, yakni 5586 orang.
Kepala Pusat
Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (Pustipanda) Nashrul Hakiem pun angkat
bicara, adanya kegagalan input data yang terjadi karena banyaknya calon maba
mengakses web. Sehingga terjadi masalah pada server sekitar satu jam. Namun,
hal tersebut tak membuat pengolahan data UKT dikerjakan secara manual. Sebab penggolongan
UKT hanya bisa diolah menggunakan sistem.
Dewi Sholeha Maisaroh