Permasalahan KKN kembali
terulang. Nihilnya dana hingga kinerja dospem yang buruk tak luput menjadi
perhatian.
Ingatan Mawar (nama
samaran) terngiang saat Institut menanyakan
terkait pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata. Pada minggu ke tiga pelaksanaan KKN, Mawar
bersama kelompoknya akan merealisasikan Program Kerja (Proker) berupa renovasi
musala di desa pengabdiannya. Sesuai dengan petunjuk teknis Pengabdian pada
Masyarakat Dosen (PpMD) 2017, tiap Dosen Pembimbing (Dospem) kelompok KKN
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta berhak mendapatkan
dana sebesar Rp10 juta per proposal untuk melaksanakan kegiatan KKN. Ia pun
menanyakan kejelasan dana itu kepada Dospem kelompoknya.
Alih-alih mendapat dana,
mahasiswi UIN Jakarta ini malah diberi penolakan. Saat dihubungi lewat
WhatsApp, sang dospem beralasan bahwa dana itu adalah hak dosen, bukan
mahasiswa. “Kamu buta ya? Kamu bisa baca kan kalau uang itu untuk saya? Kalau
kamu ingin uang, minta saja ke PPM, jangan ke saya,” ucap Mawar sembari
menirukan jawaban dospem, Kamis (14/9).
Mawar dan teman
kelompoknya terpaksa memutar otak. Ia pun menggunakan iuran kelompok yang
jumlahnya Rp16 juta demi melaksanakan proker. Perjuangan Mawar tak sampai di
situ. Anggota kelompoknya juga harus rela memotong anggaran konsumsi dan
transportasi demi melanjutkan proker. Sayang, renovasi musala tetap gagal terlaksana.
Tak disangka, sang dospem
pun meminta Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) keuangan kepada kelompok Mawar.
Harapannya pun kembali muncul. Ia mengira setelah menyelesaikan LPJ, dana
pengabdian akan turun dari dospem. Namun setelah dipikir ulang, Kelompok Mawar
mengurungkan niatnya untuk memberi LPJ, walaupun sudah selesai dikerjakan.
Masalah Mawar dengan sang
dosen pun berlanjut. Dengan keluh kesah Ia bercerita bahwa kinerja bimbingan
yang dilakukan dospem tak sesuai dengan Surat Tugas Dosen Pembimbing Lapangan.
“Beliau hanya mengadakan bimbingan selama tiga kali. Dua kali sebelum
pelaksanaan dan sekali saat penutupan KKN,” tuturnya.
Lain Mawar lain pula
Khoirurridho Al-Qeis. Tiga hari menjelang pelepasan KKN menjadi kenangan pahit
baginya. Pria yang akrab disapa Ridho ini ditolak oleh Pihak Desa Bojong,
Kecamatan Tenjo saat meminta izin untuk pelaksanaan KKN. Berkaca dari tahun
lalu, masyarakat desa tak merasakan keadilan atas penyelenggaraan proker karena
tidak merata. “Tahun lalu ada bazar, namun banyak warga yang tak kebagian.
Mereka pun protes ke Kepala Desa Bojong. Kami yang kena imbas,” keluhnya, Rabu
(20/9).
Dari penolakan warga,
mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Jakarta ini sempat khawatir.
Sebagai Ketua Kelompok, Ridho bergegas menemui PPM terkait kejelasan tempat
pengabdiannya. Tindakan Ridho pun tak sia-sia. Pihak desa pun menyetujui
penyelenggaraan kegiatan KKN. Namun, pihak desa tetap tak mau ikut campur dalam
pelaksanaan KKN tersebut.
Keluhan kedua mahasiswa
ini pun sampai ke telinga pihak PPM. Kepala PPM Djaka Badranaya turut angkat
bicara. Menurutnya, dana PpMD memang diperuntukkan bagi proker pengadian
terintegrasi KKN yang dilakukan oleh mahasiswa selaku pelaksana. Djaka pun
membagi dana itu menjadi dua bagian. 80% untuk program berbentuk fisik semacam
perbaikan infrastruktur. Sedangkan 20% untuk program non fisik berupa seminar
dan penyuluhan.
Dalam menanggapi sanksi
kepada dospem, Djaka sendiri tak mampu berbuat lebih lanjut. Ia hanya
menyarankan kepada para mahasiswa agar melaporkan perbuatan dospem yang tak
sesuai aturan. Pihak PPM, lanjut Djaka, hanya bisa memasukkan dospem itu ke
dalam daftar hitam sebagai dospem bermasalah. “Kalau saja dospem itu punya
otak, maka Rp10 juta itu harusnya diberikan kepada mahasiswa dengan sesuai
ketentuan yang berlaku,” tegas Djaka saat ditemui di depan kantor PPM, Rabu
(20/9).
Tugas dospem KKN sendiri
tercantum dalam Surat Tugas Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) KKN Nomor
B-1671/R./Kp.01.4/6/207. Ada empat poin tertulis terkait tugas DPL KKN. Pertama
melakukan survei ke lokasi KKN, lalu menghadiri pembukaan kegiatan KKN pada
tanggal 26 Juli 2017. Selain itu, DPL juga memiliki tugas melakukan monitoring pada saat kegiatan KKN
berlangsung dan menghadiri penutupan kegiatan KKN di tanggal 24 Agustus
2017.
Jika ada mahasiswa yang
keberatan dalam masalah nilai, Djaka pun akan segera menindaklanjuti. Sebab,
penilaian mata kuliah KKN tak melibatkan pihak dospem saja. Pihak PPM pun
berhak untuk menilai mahasiswa dalam melaksanakan pengabdian. “Tak usah takut
jika kalian (mahasiswa) diancam dospem. Langsung lapor ke kami kalau tidak
sesuai nilainya,” seru Djaka.
Lebih lanjut Djaka
menerangkan, setiap melakukan kunjungan ke lokasi KKN, DPL mendapatkan biaya transportasi
dari pihak kampus sebesar Rp150 ribu. DPL akan mendapat tembahan Rp430 ribu
jika berkunjung ke Kabupaten Bogor dan Rp380 ribu untuk ke Kabupaten Tangerang.
Terkait penolakan pihak
desa, PPM beralasan sudah mengantongi surat rekomendasi dari Badan Perencanaan
Daerah (Bappeda) tingkat kabupaten. Untuk itu, setiap ketua kelompok yang akan menyelenggarakan
KKN harus membawa surat rekomendasi tersebut. Ia menjelaskan, pemilihan tempat
KKN berdasarkan rekomendasi dari pihak Bappeda yang diminta PPM. “Jadi PPM
sifatnya pasif,” tutup Djaka.
M. Ubaidillah