Tak sekadar menampilkan keindahan. Seni grafis pun mengisahkan
pembatasan kebebasan rakyat khususnya di Thailand.
Gambar selotip
dalam bingkai yang berbeda menyibak pandangan pengunjung tatkala memasuki ruang
pameran di Bentara Budaya Jakarta, Rabu (6/9). Bergelantungan di dinding sisi kanan
pintu masuk ruang pameran. Terlukis wajah
manusia pada kotak selotip. Sedangkan, helaian selotip tampak berwarna merah,biru, dan putih.
Wajah masam
tersirat dari gambar berjudul The Temporary Binding No. 1 ini. Gambar selotip
mengisyaratkan pembungkaman yang dilakukan pada seorang manusia. Tak memiliki
kekuatan untuk melawan, manusia hanya bisa pasrah dengan kondisinya. Sedangkan
helaian yang tampak seperti bendera Thailand bermakna simbol kekuasaan suatu negara. Di mana para petinggi negara
membungkam aspirasi rakyat dengan kekuasaan yang dimilikinya.
Beranjak ke
sebelah kiri dinding ruang pameran. Terpajang bingkai kayu berukuran panjang 70
cm dengan lebar 80,5 cm. Beberapa perabotan rumah tangga terpajang di dalamnya.
Di sana terdapat mangkok yang beralaskan piring dan beberapa alat dapur lainnya.
Di samping gambar, terlukis sebuah sendok disertai wajah manusia tertopang di atas piring.
Selangkah dari
sana, sebuah gambar keranjang bayi terpampang. Keranjang yang terbuat dari kayu
dengan desain seperti halnya jeruji yang mengelilingi keranjang. Salah satu
sisi keranjang berwarna putih tampak wajah manusia. Seakan memberi penekanan
pada kisah sosok manusia dengan menonjolkan wajah yang terlukis pada gambar.
Gambar keranjang
bayi dengan latar belakang hitam memberi kesan sepi. Dalam gambar seakan
menyiratkan seorang manusia yang tak meliliki ruang kebebasan. Ia terhimpit
pada suatu ruang seperti halnya jeruji tahanan dan tak bisa terlepas. Tak ada
yang bisa Ia lakukan kecuali diam dan berpasrah.
Masuk lebih
dalam ke ruang pameran, terdapat sebuah gambar yang menunjukkan beberapa potongan organ tubuh manusia. Mulai dari
tangan, kaki, wajah hingga mata. Di sekelilingnya tampak pula gambar pipa yang
memisahkan potongan tubuh satu sama lain. Dalam gambar seakan menceritakan
kepedihan penderitaan orang-orang yang tertindas oleh para penguasa.
Di tengah-tengah
ruangan, terdapat pula gambar vas bunga. Terlihat sebuah tanaman tumbuh di
dalam vas. Wajah muram terlukis pada vas yang terletak pada lantai kayu.
Terlihat lusuh vas bersandar di samping dinding bercat putih.
Selanjutnya,
gambar gembok disebuah bingkai berukuran panjang 71 cm dan lebar 100 cm terlihat
tidak jauh dari gambar sebelumnya. Di sana pula terdapat wajah manusia yang
nampak pada besi gembok. Gambar ini menjadi pusat perhatian para pengunjung. Pasalnya
salah satu karya seniman asal Thailand Puritip Suriyapatarapun tersebut menjadi
juara kedua di ajang kompetisi Internasional Trienal Seni Grafis Indonesia V.
Kompetisi
trienal seni grafis diselenggarakan oleh Bentara Budaya sejak 2003. Kompetisi
digagas sebagai upaya menggalakkan seni grafis konvensional di Indonesia. Tahun
2015, kompetisi dibuat berskala internasional yang diikuti 20 negara
diantaranya Amerika Serikat, Argentina, dan Australia. Bentara Budaya berharap
kompetisi pameran grafis ini pada waktu mendatang dapat menjadi salah satu
parameter perkembangan dan kualitas seni grafis Indonesia.
Beberapa
karya Puritip yang dipamerkan di Bentara Budaya ini terpilih dalam kompetisi
trienal grafis V tersebut merujuk pada tema kompetisi “Dunia dalam karantina”.
Tema tersebut berangkat dari sejumlah
permenungan antara lain tentang dampak globalisasi pada kehidupan. Pencarian-pencarian
bentuk masyarakat ideal yang dikhawatirkan telah berakhir.
Pameran yang
berlangsung 5-12 September 2017 ini bertajuk “Boundary Of Freedom”. Tema ini
diusung sesuai tema karya yang menceritakan tentang batas-batas bentuk kebebasan
manusia dalam menjalani hidup. Selain itu juga mengisahkan manusia yang
dibungkam oleh para penguasa dengan cara-cara kekerasan. Begitu juga sebagai
bentuk metafora yang menyatakan sesuatu yang dia inginkan. Karenanya, sekitar
26 karya yang dipamerkan melukiskan wajah manusia.
Pameran yang
dikuratori oleh Efix Mulyadi merupakan pameran kedua yang digelar setelah
pameran seni grafis pada 2016 silam. Kala itu pagelaran pameran karya seni
grafis seniman India Jayanta Naskar yang menjadi juara pertama dalam kompetisi
yang sama. Efix berharap dengan digelarnya acara ini apresiasi masyarakat
terhadap karya seni grafis meningkat. “Masyarakat kita masih kurang tertarik
dengan seni grafis,” ungkapnya, Rabu (6/9).
Atik Zuliati