Ada beberapa faktor penyebab krisis kemanusiaan muslim
Rohingya di Myanmar. Negara yang baru belajar demokrasi ini menyebabkan kekuasaan
rezim militer masih mendominasi. Selain itu, politik yang kompleks memperparah
keadaan dan tingkat diskriminasi sangat tinggi. Lebih parahnya pengucilan satu
kelompok, etnis dan agama juga menjadi pemicu konflik di daerah tersebut.
Hal tersebut disampaikan Amelia Fauzia pada acara Istigosah
bertajuk “1001 Doa Untuk Myanmar” dan diskusi publik dengan tema “Pesan
Damai Untuk Myanmar,” yang diadakan Social Trust Fund (STF) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Bertempat di Masjid Ja’miah Gedung
Student Center, Selasa (19/09). Acara di atas terselenggara berkat kerjasama
antara STF, Forum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), UKM KMPLHK Ranita dan Dewan
Eksekutif Mahasiswa UIN Jakarta.
Lebih lanjut Fauzia menjelaskan pengalamannya menjadi
relawan di Myanmar. Wanita yang pernah langsung terjun di Myanmar memberikan
bantuan ini menceritakan pengalamannya selama di sana. Menurutnya perlunya
terjun langsung merupakan tindakan yang sangat diperlukan, karena tindakan
propokatif terhadap pemerintah Myanmar dapat menambah derita bagi muslim
Rohingya.
Selaku Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Salman Al Farisi memandang konflik
yang menimpa muslim Rohingya di Myanmar diakibatkan karena masalah geopolitik
dan ekonomi. Kaitannya dengan ekonomi, Myanmar merupakan wilayah strategis. Di
mana letak wilayahnya masuk dalam selat Malaka sebagai jalur perdagangan dunia,
sisi lain penghuni Myanmar juga banyak yang datang dari negara-negara dengan
kekuatan ekonomi besar seperti China, India dan Thailand. “Masalah geopolitik
dan ekonomi menjadi penyebab konflik,” ungkapnya dalam diskusi,
Selasa (19/09).
Sebagai pemateri terakhir Ketua Aliansi kemanusiaan
Indonesia untuk Myanmar (AKIM), M Ali Yusuf, memberikan penjelasan mengenai
kontribusi AKIM dalam konflik Rohingya. Dalam menjalankan tugasnya Yusuf
menegaskan bahwa AKIM selalu melibatkan pemerintah RI. AKIM sendiri memiliki
misi pertolongan jangka panjang di Myanmar, bukan hanya meberikan
bantuan-bantuan kebutuhan pokok saja. Kontribusi AKIM dalam konflik Myanmar
seperti dukungannya dalam bidang kesehatan dan pendidikan.
Bagi Mawar Fatmala seorang mahasiswi Ilmu Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik mengungkapkan acara istigosah
dan diskusi publik tentang konflik di Myanmar sangat menarik. Pasalnya kegiatan
tersebut baginya dapat meningkatkan rasa kepedulian terhadap isu kemanusiaan
tidak hanya lingkup domestik tapi internasional. “Saya mendapatkan ilmu baru
mengenai lembaga sosial yang membantu Myanmar,” ucap Mawar, Selasa (19/09).
Murodi selaku Wakil Rektor IV bidang kerjasama datang mengantikan rektor yang berhalangan hadir membuka acara tersebut.
Dalam sambutannya, Ia menyampaikan rasa prihatin atas tragedi kemanusiaan yang
menimpa saudara-saudara muslim Rohingya di Myanmar. Menurutnya apa yang terjadi di
Myanmar, merupakan tragedi kemanusiaan terendah. Pasalnya hanya sedikit orang peduli atas apa yang menimpa
saudara-saudara kita di Myanmar. Ketua panitia acara, Cut Erika mengungkapkan, tujuan diadakannya acara tersebut untuk
mensosialisasikan apa yang sebenarnya terjadi di Myanmar. Ia juga menghimbau
agar mahasiswa UIN Jakarta melakukan donasi melalui STF untuk membantu saudara-saudara muslim Rohingya.
MRIM