Selain memberi nilai keindahan, bebatuan pada zaman dahulu banyak menyimpan cerita sejarah. Mulai dari tempat berlindung hingga media gambar yang ada di alam sekitar.
Bongkahan batu
berdiameter tidak kurang dari 100cm berwarna cokelat menyambut pengunjung di Gedung
A Pameran Galeri Nasional, Jakarta, Sabtu (13/5). Terletak di seberang meja
registrasi, batu itu menjadi media gambar Anoa. Di sekeliling gambar terdapat
telapak tangan (cap tangan) yang seolah mengejar hewan khas Sulawesi ini.
Batu dengan anoa
dan cap tangan ini merupakan replika dari lukisan yang ditemukan di Gua
Uhallie, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Terletak di tengah hutan, gua ini
berada di perbukitan karst (batuan kapur). Lubang gua ini pertama kali ditemukan
oleh seorang warga Desa Langi pada tahun 2009 dan di dalamnya ditemukan banyak
gambar babi dan cap tangan di dindingnya.
Lebih masuk ke
dalam ruang pameran, pengunjung akan disuguhkan oleh lukisan di tembok.
Menggambarkan sosok manusia dengan memegang tombang runcing di ujungnya. Mereka
hendak memburu babi dan anoa untuk dijadikan bahan makanan. Tak lupa di
sekeliling lukisan terdapat cap tangan yang pada umumnya dapat ditemukan di
setiap gua di Indonesia yang dihuni manusia pra-sejarah.
Manusia pra-sejarah
adalah orang-orang yang hidup sekitar 4.000 tahun yang lalu. Mereka belum
mengenal baca dan tulis. Manusia ini lah yang menempati gua sebagai tempat
tinggal dan di dalamnya membuat gambar objek-objek yang sering mereka lihat,
seperti hewan, figur manusia, tumbuhan, dan perahu.
Di dalam
pameran, tak hanya gambar bermedia batu dan lukisan di tembok gedung saja. Tapi
banyak gambar manusia prasejarah yang ditemukan di dalam gua-gua di Indonesia
ditampilkan dalam bentuk video atau slide. Cara pandang objek di layar
dan sorotan proyektor pun bermacam-macam, ada yang berdiri, jongkok hingga
posisi tidur. Tujuannya agar pengunjung dapat melihat objek yang digambar.
Masuk ke ruang
paling belakang gedung pameran, cahaya dipadamkan membuat seluruh ruang gelap.
Terdapat dua bangku yang masing-masing dapat memuat tiga orang. Di depan
bangku, terdapat video yang menampilkan proses pengumpulan data pameran. Ekspedisi
melewati hutan, gunung dan masuk gua di pedalaman Indonesia dilakukan demi mendapatkan
gambar cadas yang ditampilkan dalam Pameran Wimba Kala.
Pameran Wimba
Kala merupakan kerjasama antar lembaga di bidang pelestarian cagar budaya,
seperti Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman di bawah
Kementerian Pedidikan dan Kebudayaan. Pameran ini menampilkan gambar cadas yang
merupakan hasil lukisan tangan manusia prasejarah. Manusia ini hidup di dalam
gua yang banyak tersebar di Indonesia.
Gambar cadas
adalah gambar manusia prasejarah yang digoreskan di dinding-dinding gua. Tersebar
di Sumatra, Kalimantan, Maluku, Sulawesi dan Papua objek digambar oleh manusia
ras mongoloid. Cadas paling tua ditemukan berumur sekitar 4.000 tahun.
Menurut salah satu
Kurator Pindi Setiawan, gambar cadas merupakan ekspresi dari pengembangan pemikiran
manusia prasejarah. Maka dari itu, ditemukan figur manusia yang berupa bentuk
bulat dan batang untuk tubuhnya (tanpa mata dan mulut). Namun pada
perkembangannya ditemukan gambar dengan mata dan ekspresi wajah. “Paling muda
ditemukan sekitar 1000 tahun,” katanya sambil memandu keliling pameran, Sabtu
(13/5).
Gambar cadas
merupakan seni yang dapat ditemukan di dinding gua, permukaan batu yang keras
hingga tebing pantai. Lokasi yang sulit dijangkau membuat karya seni tua dari
manusia prasejarah ini terancam kelestariannya. Terlebih di beberapa tempat
seperti Sulawesi terdapat pabrik semen yang berada di sekitar pegunungan karst
yang terdapat gambar cadas.
Pameran Wimba
Kala ini berlangsung sejak 28 April dan berakhir 15 Mei kemarin. Dikuratori
oleh Rizki A Zaelani, R Cecep Eka Permana dan Pindi Setiawan pameran ini juga
di ramaikan oleh perupa seperti Andang Iskandar, Irman A. Rahman, dkk. Tak
hanya menampilkan karya lukis bermedia baru, tapi juga replika tulang manusia
prasejarah beserta tempat kuburnya di tanah.
Lia Esdwi Yani Syam Arif
Lia Esdwi Yani Syam Arif