Judul:
Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia
Penulis:
Peter Carey dan Suhardiyoto Haryadi
Cetakan
Pertama: Desember 2016
Penerbit:
Komunitas Bambu
Tebal:
208 Halaman
ISBN:
979-979-9542-32-4
Fenomena
korupsi menjadi catatan hitam dalam sejarah Indonesia. Sebuah pekerjaan besar
bagi bangsa Indonesia untuk memberantasnya.
Dua
ratus tahun lalu sebelum Perang Jawa dimulai, tepatnya tahun 1825 hingga 1830, Pangeran
Diponegoro di depan para kerabat Keraton Yogyakarta menampar Danurejo IV dengan
selopnya. Sebab, Danurejo IV menyewakan lahan milik keraton pada bangsa Eropa. Keuntungan
yang didapat Danurejo IV untuk memperkaya diri sendiri.
Danurejo
IV merupakan Patih Yogyakarta dengan masa jabat 1813 hingga 1847. Selama
menjabat sebagai patih, Danurejo banyak melakukan kegiatan korup. Melalui
pengadilan, Danurejo IV berwenang membebaskan terdakwa apabila mereka memberikan sejumlah uang atau perempuan
kepadanya. Istilah “wani piro” sendiri berasal dari perkara korupsi
sudah dikenal sejak 200 tahun silam.
Bupati
Karanganyar (1832-1864) Raden Adipati Joyodiningrat menuliskan naskah pertama
tentang korupsi di Jawa. Dalam tulisannya, Joyodiningrat menceritakan kasus korup
yang dilakukan Danurejo IV dalam sebuah persidangan. “Agar perkara selesai,
segala tergantung kehendak Danurejo IV. Barang siapa yang menyerahkan uang atau
barang atau khususnya perempuan cantik dialah pemenang perkara,” itulah
sedikit penggalan dari Joyodiningrat.
Dalam
pengadilan di era Danurejo IV, pihak yang tak terima vonis hakim akan
dijatuhkan hukuman lebih berat. Bermacam fitnah diutarakan demi memenangkan orang
yang telah memberikan suap pada Danurejo IV. Tak hanya itu, pihak oposisi
dianggap Danurejo IV telah memelihara rampok dan saksi-saksi mahir dalam
merekayasa bukti. Pada akhirnya, Danurejo berhasil memenangkan sidang dan
membuat lawannya dihukum ataupun didenda.
Perjalanan
korupsi di Indonesia juga tak lepas dari usaha pemberantasannya. Dalam catatan
sejarah, Herman Willem Daendels merupakan salah satu orang yang berusaha
menghilangkan praktik korup di Hindia Belanda. Ia datang ke Indonesia atas
perintah Raja Louis Napoleon dari Prancis yang tergabung dalam pasukan Belanda.
Daendels sendiri bertugas memberantas warisan korupsi dari Perusahaan Belanda Vereenigde
Oost-Indische Compagnie (VOC) yang bangkrut karena korupsi pula.
Di
Indonesia, Daendels menjabat sebagai Gubernur Jendral Jawa selama tiga tahun
(1808-1811). Walau terhitung singkat, Ia berhasil membuat perubahan, salah
satunya di bidang infrastruktur. Peninggalan Deandels yang terkenal sampai saat
ini adalah Jalan Raya Pos yang menghubungkan ujung barat (Anyer) hingga timur
Jawa (Panarukan). Dengan sistem kerja paksa (rodi), jalan raya ini memakan
korban tewas hingga lima belas ribu orang.
Tak
hanya infrastruktur, Daendels juga membangun sistem pemerintahan yang tujuannya
mengurangi praktik korup. Ia menjadikan Batavia sebagai pusat pemerintahan di
Jawa. Dari sini, gubernur daerah terpaksa mengurangi kekuasaannya dan
mengalihkan keputusan lewat pemerintah pusat.
Petikan
sejarah di atas merupakan salah satu bagian dalam buku Korupsi Dalam Silang
Sejarah Indonesia. Buku ini bercerita tentang sejarah korupsi di Indonesia dari
zaman kerajaan hingga era reformasi 1998. Ditulis oleh Peter Carey dibantu oleh
wartawan senior Kompas Suhardiyoto Haryadi, buku berbentuk persegi ini
ingin memberikan semangat memberantas korupsi bagi bangsa Indonesia.
Tampilan
muka buku berupa lukisan Pangeran Diponegoro yang sedang menampar Danurejo IV
yang korup. Gambar itu diambil dari Perpusatakaan Universitas Leiden, Belanda.
Sedangkan sampul belakang berisi lukisan Raden Saleh yang menggambarkan korban
banjir bandang akibat hujan besar di Banyumas pada 21 dan 22 Februari 1861.
Berisi
empat bab, buku ini menceritakan perjalanan korupsi dari waktu ke waktu. Sumber
buku juga disertakan secara detail, catatan belakang, dan daftar pustaka
menjadi akhir masing-masing bab. Kelengkapan data yang disajikan membuat
tulisan yang dirangkai terasa detail tanpa menyisakan tanya bagi pembacanya.
Eko Ramdani
Eko Ramdani