Kompetensi
beberapa dosen dalam menyampaikan perkuliahan dinilai kurang. Mahasiswa pun
terkena imbasnya.
Saat memandangi
layar laptopnya Akhir April lalu, raut wajah Ami Lutfiah nampak kebingungan.
Mahasiswa Jurusan Manajamen Dakwah semester enam ini merasa kesulitan saat mengerjakan tugas
edit video mata kuliah Manajemen Produksi dan Siaran Dakwah. Padahal
perkuliahan mata kuliah tersebut sudah memasuki minggu ke-10. Merasa tak
sanggup mengerjakan seorang diri, Ami akhirnya mencari bantuan teman untuk mengerjakan tugasnya.
Setelah bertemu
teman yang paham mengenai video, maka Ami mulai mengerjakan tugas mata kuliahnya seraya menceritakan
keluhan mengenai kurang kompeten dosen pengampu dalam mata kuliah tersebut. “Mata
kuliahnya Manajemen Produksi Siaran, tapi ngejelasinnya
travel, suka enggak masuk juga,”
keluhnya, Kamis (19/5).
Senada dengan
keluhan Ami, salah seorang mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Lutfi Arif Sarifudin
pun memaparkan kinerja dosen mata kuliah
Kodikologi yang dinilainya kurang fokus
dalam memyampaikan materi perkuliahan. Hal tersebut mengakibatkan kebingungan
terhadap mata kuliah Kodikologi tersebut. “Saya iri sama teman kelas lain yang
beda dosen, mereka pada mengerti dengan mata kuliah itu,” ungkap Lutfi saat dihubungi
Sabtu (20/5).
Terkait keluhan
mahasiswa, Dosen mata kuliah Kodikologi Adib Misbachul Islam mengamini materi
perkuliahannya tak dimengerti secara merata oleh mahasiswa. Ia beralasan
mahasiswa yang tak berasal dari pesantren cukup sulit untuk memahami mata
kuliah yang diampunya.
Lebih lanjut Adib
mengatakan, selama ini Ia tidak pernah mendapat kritikan atau keluhan dari
mahasiswa. Akan tetapi, Ia menerima jika ada mahasiswa yang mengkritik atau memberinya
masukan terkait proses pembelajarannya. “Saya terbuka menerima kritik dari
mahasiswa,” tegas Adib via WhatsApp, Minggu (21/5).
Menanggapi
keluhan tersebut, Wakil Rektor I Bidang Akademik Fadhilah Suralaga tak menampik
keberadaan dosen yang kurang kompeten dalam pedagogik. Hal tersebut tak
terlepas dari latar belakang dosen. Menurutnya dosen tak seperti guru yang
memang khusus dipersiapkan untuk memberikan pengajaran. Dosen tak mesti berasal
dari Fakultas Keguruan, tetapi bisa berasal dari berbagai jurusan.
Lebih
lanjut Fadhilah mengatakan secara umum untuk
menjadi dosen seseorang harus memiliki empat kompetensi dasar
seperti pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. “Memang masih
ada dosen yang belum menguasai pedagogik, tapi secara profesional mumpuni,
begitu sebaliknya” terangnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (19/5).
Selain itu, guru
besar Fakultas Psikologi ini juga menyarankan mahasiswa yang memiliki unek-unek
terkait kinerja dosen agar melaporkannya ke ketua program studi masing-masing.
Hal tersebut dilakukan untuk bahan evaluasi universitas.
Berbeda
dengan Fadilah, Wakil Dekan I Fakultas Syariah dan Hukum Euis Amalia
beranggapan mutu dosen UIN Jakarta saat ini menurun. Ia beralasan dosen saat
ini cenderung pragmatis lantaran lebih peduli dengan suatu hal yang cash sehingga kurang berkomitmen dengan
kegiatan di kampus.
Bahkan
Euis menyayangkan dosen yang kurang peduli dengan Rencana Pembelajaran Semester
(RPS). Padahal Sesuai Permenristek Dikti No. 44 Tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi Pasal 13 Setiap proses pembelajaran mata kuliah
dilaksanakan sesuai dengan RPS. “Dosen ketika dimintai RPS susah, padahal
wajib,” keluhnya, Kamis (18/5).
Padahal
berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen menjelaskan bahwa dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani. Tak hanya itu, dosen juga harus memenuhi
kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sementara
itu, untuk memperbaiki kompetensi dosen Fadhilah mengatakan, UIN Jakarta telah menyelenggarakan workshop pengembangan kompetensi dosen. Tetapi akibat kekurangan
dana, workshop baru bisa diikuti oleh
sebagian dosen. Padahal, menurut survei Supriyadi Ahmad di tahun 2015 lebih dari
50% dosen mengharapkan agar UIN Jakarta sering mengadakan peningkatan pelatihan
dosen. “Dana minim, jadi Workshop
baru bisa diikuti oleh dosen muda,” tutup Fadhilah.
M. Ubaidillah